Sukses

Varian Baru COVID-19 Diprediksi Akan Muncul, Imbas Tingginya Kasus di Luar Negeri

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa varian baru COVID-19 diprediksi akan muncul.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus harian COVID-19 di Indonesia tidak terlihat mengalami lonjakan yang signifikan. Namun tidak pada negara-negara lainnya seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Ketiganya dikabarkan tengah mengalami lonjakan kasus COVID-19.

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa berkaitan dengan naiknya kasus di Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa, ada kemungkinan bahwa mutasi virus Corona atau varian baru COVID-19 akan muncul.

"Kita lihat bahwa beberapa negara seperti Jepang, negara-negara di Eropa, di Amerika, kasus konfirmasi hariannya itu mencapai di atas 100 ribu. Bahkan Jepang di atas 200 ribu per hari," ujar pria yang akrab disapa BGS dalam konferensi pers Evaluasi PPKM, Selasa (23/8/2022).

"Kasus konfirmasi harian setinggi ini pasti akan mengakibatkan terjadinya mutasi dan timbulnya varian baru. Jadi pasti akan ada varian baru, pasti akan timbul varian baru karena adanya kasus konfirmasi setinggi ini," tambahnya.

Sehingga menurut Budi, penting untuk Indonesia bersiap-siap menghadapi kemungkinan adanya varian baru COVID-19 nantinya. Mengingat di Amerika Serikat dan Eropa sudah terlihat adanya subvarian baru karena kasus konfirmasi yang tinggi.

"Kedua fakta yang kita lihat adalah Indonesia itu rendah sekali. Jawabannya juga sudah kita temui dari sero-survey kemarin. Kita sudah melihat dibandingkan Desember, hanya 88 persen yang memiliki antibodi, sekarang naik ke 98,5 persen," kata Budi. 

Budi mengungkapkan bahwa dari hasil sero-survey tersebut, masyarakat Indonesia dinilai sudah sangat terlindungi jika dilihat dari level antibodi. 

2 dari 4 halaman

Gelombang Tiga COVID-19 di Indonesia Tidak Terlalu Tinggi

Lebih lanjut Budi mengungkapkan bahwa dengan hasil dari antibodi masyarakat Indonesia yang sudah cukup tinggi, gelombang tiga COVID-19 pun tidak membuat adanya kenaikan kasus harian yang signifikan seperti pada negara-negara lainnya.

"Itu sebabnya kenapa untuk kasus gelombang BA.4, BA.5 yang di Jepang, Eropa, Amerika itu meningkatkan kasus konfirmasi tinggi sekali, di kita tidak, karena level imunitas masyarakat Indonesia sudah sangat tinggi," ujar Budi.

Budi menjelaskan, penyebab gelombang BA.4 dan BA.5 yang tidak setinggi Jepang, AS, dan Eropa karena disebabkan oleh dua hal yakni vaksinasi dan infeksi. Bila kembali pada bulan November 2021 lalu, Indonesia memang sudah sangat gencar melakukan vaksinasi COVID-19.

"Kedua Alhamdulillah karena infeksi juga. Gelombang Omicron melanda Indonesia di bulan Februari-Maret. Itu sampai 60 ribu kasus per hari, lebih tinggi dari gelombang Delta. Nah, kombinasi vaksinasi di bulan November, Desember, Januari dan infeksi di bulan Februari dan Maret, itu membuat di bulan Juni-Juli-Agustus, kadar antibodi masyarakat Indonesia tinggi sekali," kata Budi.

"Sehingga bisa dibilang pada saat gelombang BA.4, BA.5 masuk kita tidak terganggu sama sekali," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Ujian untuk Indonesia Masih Ada 6 Bulan Lagi

Budi mengungkapkan bahwa ujian untuk Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19 masih ada sekitar enam bulan lagi. Hal tersebut lantaran bila berkaca pada gelombang sebelumnya, peningkatan kasus biasa terjadi di awal tahun.

"Jadi untuk yang gelombang ini, Indonesia jadi satu dari segelintir negara yang sudah berhasil melampaui gelombang BA.4, BA.5 dengan sangat baik. Sekarang ujiannya enam bulan lagi, sekitar bulan Januari, Februari, Maret 2023," ujar Budi.

Jikalau Indonesia mampu melewati kembali gelombang baru nantinya dengan baik, maka menurut Budi, Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang bisa menangani pandemi COVID-19 dengan baik selama 12 bulan.

"Caranya gimana? Kita harus menjaga level imunitas masyarakat setinggi sekarang. Tantangannya kita vaksinasinya sudah turun dan tidak ada infeksi sekarang. Beda dengan kemarin Februari kita ada infeksi tinggi, itu kan memberikan perlindungan imunitas juga," kata Budi.

Sehingga nantinya pada akhir tahun, Budi mengungkapkan akan ada vaksinasi yang digencarkan kembali terutama bagi kelompok yang imunitasnya rendah. Sero-survey pun rencananya akan kembali dilakukan.

4 dari 4 halaman

Survei Serologi Tunjukkan Naiknya Kadar Antibodi

Survei serologi yang dilakukan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan Tim Pandemi COVID-19 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) menunjukkan adanya kenaikan pada kadar antibodi orang Indonesia terhadap virus SARS-CoV-2.

Perwakilan Tim Pandemi COVID-19 FKMUI, dr Iwan Ariawan mengungkapkan bahwa survei tersebut dilakukan pada 100 kabupaten dan kota di Indonesia yang terpilih dan tersebar merata.

"Responden dari sero-survey ini sangat tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga hasilnya menggambarkan kadar antibodi pada penduduk di Indonesia," ujar Iwan dalam konferensi pers Serologi Survey Nasional Ketiga pada Kamis, 11 Agustus 2022.

Dari hasil survei tersebut, kadar antibodi orang Indonesia mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat dalam tujuh bulan terakhir terhitung sejak Desember 2021 - Juli 2022.

Pada Desember 2021, kadar antibodi pada partisipan survei tersebut sebesar 444,8 u/ml. Namun saat Juli 2022, kadar antibodi naik empat kali lipat menjadi 2097,0 u/ml.