Sukses

Menkes Budi: Tanpa Riset dan Manufaktur Merata, Pandemi Tak Akan Selesai

Riset dan manufaktur yang merata diperlukan dalam penanganan merespons pandemi.

Liputan6.com, Bali Tanpa kapasitas riset dan manufaktur yang merata, menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, pandemi tak akan selesai. Oleh karena itu, dukungan riset dan manufaktur diperlukan demi penanganan merespons pandemi.

Riset dan manufaktur yang dimaksud utamanya dalam hal vaksin, terapeutik, dan diagnostik. Hal ini sejalan dengan agenda pertemuan Presidensi G20 Indonesia dalam '3rd Health Working Group’ tanggal 22 - 23 Agustus 2022 di Bali. 

Bahwa diharapkan terjadi kesepakatan antar negara G20 untuk memperluas pusat riset dan manufaktur global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Pengembangan kapasitas juga harus merata di negara-negara maju dan berkembang maupun di belahan dunia utara dan selatan. 

“Yang kami suarakan di sini adalah prinsip-prinsip equality (pemerataan), terutama riset dan produksi. Karena pada saat pandemi terjadi dan kita tidak memiliki kapasitas yang merata di seluruh dunia, pandemi itu tak akan selesai,” ucap Budi Gunadi saat Press Conference The 3rd G20 Health Working Group di Hilton Resort, Nusa Dua Bali, ditulis Kamis (25/8/2022).

Ketika pandemi melanda, pengobatan dan perawatan memadai tak hanya menyasar dalam satu wilayah atau negara saja, melainkan di negara-negara lain juga harus mendapatkan akses yang sama. Sebab, penularan virus di lintas negara yang dibawa dari pergerakan atau mobilitas manusia bisa terjadi.

“Secara saintifik, misalnya Amerika terjadi pandemi, kemudian kita mengobati orang Amerika saja, pandemi enggak mungkin selesai. Kecuali orang Amerika tidak pernah jalan-jalan selama dua tahun dan dia hanya tinggal di Amerika saja dan tidak ada orang dari negara lain yang masuk Amerika selama pandemi terjadi,” tutur Budi Gunadi.

“Ya, tapi kan itu tidak mungkin, karena begitu ada orang lain masuk Amerika atau orang Amerika keluar dari Amerika, penularan terjadi kembali.”

2 dari 4 halaman

Seluruh Manusia Harus Diobati

Dalam penanganan pandemi, seluruh manusia yang tertular maupun terinfeksi harus diobati. Akses dalam pengobatan dan alat kesehatan juga harus dapat dipenuhi dengan mudah oleh masyarakat. 

“Konsepnya adalah seluruh umat manusia di dunia harus diobati. Itu prinsip pandemi. Pandemi itu ibarat one for all, all for one, ya kalau ada filmnya atau ada cerita ya seperti itu,” Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.

“Itulah sebabnya, message (pesan) utama kita ingin sampaikan, ya one for all, all for one. Jadi, kalau kita punya kapasitas riset dan manufaktur itu harus di seluruh dunia, enggak mungkin satu negara saja bisa menyelesaikan pandemi yang sifatnya global, karena penularan terjadi antarnegara, lintas negara.” 

Pembahasan perluasan pusat riset dan manufaktur untuk merespons pandemi, kata Menkes Budi Gunadi, khususnya berfokus penyediaan vaksin, terapeutik, obat dan alat diagnostik seperti alat tes PCR atau rapid test.

“Untuk negara berpenghasilan menengah ke bawah terutama di bagian selatan karena biasanya, pusat riset dan manufaktur terletak di negara maju di bagian utara dunia. Jika terjadi sesuatu, pendemi seperti ini, negara berkembang di belahan dunia selatan, tidak memiliki kapasitas dalam riset dan manufaktur kapasitas Manufaktur,” terang Menkes Budi Gunadi saat membuka The 3rd G20 Health Working Group di hadapan delegasi yang hadir.

“Maka, kita perlu mengembangkan atau redistribute (kapasitas riset dan vaksin), tidak hanya di negara maju, di belahan utara dunia tetapi juga negara berkembang di selatan. Di bagian utara dunia, kami memiliki anggota G20, sedangkan di bagian selatan dunia, ada di Afrika selatan, benua Afrika benua, India dan Indonesia di benua Asia, dan juga Argentina dan Brasil di benua Amerika.”

3 dari 4 halaman

Ciptakan Dunia yang Lebih Sehat

Pandemi dapat muncul di mana saja di dunia. Dengan demikian, respons untuk cepat tanggap dalam kondisi kedaruratan itu penting, yakni melalui perluasan kapasitas riset dan manufaktur.

“Demikian pula, sekali suatu penyakit mereda di satu tempat, munculnya bisa di tempat lain dan dapat menyebabkan kasus penyakit naik lagi.  Oleh karena itu, penguatan kapasitas global untuk berkembang vaksin, terapi, dan diagnostik adalah untuk kebaikan kita bersama,” tutur Budi.

“Tentunya, untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan sehat. Saya percaya kita bisa membuat perubahan. Sebagai pemimpin kesehatan ekonomi terbesar di dunia adalah tanggung jawab kita bersama untuk memanfaatkan momen ini untuk memperluas riset dan kapasitas produksi untuk kesiapsiagaan dan respons pandemi secara global.”

Sebagai informasi, ada tiga hasil (output) utama pada '3rd Health Working Group’ yang akan disepakati dan dideklarasikan pada ‘2nd Health Ministers’ Meeting’ bulan Oktober 2022. Pertama, untuk membangun pusat manufaktur vaksin, terapeutik, dan alat diagnostik (VTD) dan pusat penelitian kolaboratif.

Upaya ini guna mendukung pengembangan serta penguatan kapasitas manufaktur yang digerakkan oleh penelitian di Low Middle Income Countries (LMICs) untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memperkuat kapasitas riset dan manufaktur.

Kedua, untuk berbagi mekanisme dan harmonisasi regulasi untuk memudahkan proses peningkatan kapasitas global guna memastikan percepatan ketersediaan vaksin, terapeutik, dan diagnosis selama keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Ketiga, untuk mendapatkan prinsip yang dapat disepakati tentang pembentukan kolaborasi Uji Klinis Multisenter Vaksin, Terapeutik, dan Diagnosis untuk mendukung Pusat Manufaktur dan Pusat Penelitian Kolaboratif di antara negara-negara G20 guna upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons atas pandemi.

4 dari 4 halaman

Perkuat Satu sama Lain Tangani Pandemi

Berkaitan dengan penanganan bersama merespons pandemi, Budi mengungkapkan, filosofi Sansekerta kuno yang diajarkan kepada setiap anak di Bali sejak di sekolah, yaitu Tat Twam Asi yang berarti I am you, you are me (Aku adalah kamu, kamu adalah aku). 

“Selama berabad-abad, Tat Twam Asi telah membimbing orang Bali untuk mewujudkan kemanusiaan bersama dan kebutuhan vital untuk saling peduli. Mereka percaya satu sama lain dan membantu satu sama lain,” katanya.

“Saat ini, (kita) sebagai negara G20, terlepas dari kebangsaan, tingkat pendapatan, dan latar belakang budaya, izinkan filosofi Bali ini mengingatkan kita akan kebersamaan kemanusiaan – bahwa untuk memperkuat satu sama lain pada akhirnya akan memperkuat diri kolektif secara global.”

Belajar dari pandemi COVID-19, kapasitas yang tidak merata untuk mengembangkan dan memproduksi Vaksin, Terapi, dan Diagnostik di seluruh dunia menyebabkan keterlambatan dalam memenuhi permintaan global yang cepat selama keadaan darurat kesehatan.

Oleh karena itu, pandemi COVID-19 mulai mereda secara global – tidak ada waktu yang lebih baik dari sekarang untuk bekerja memastikan, tidak hanya akses yang adil, tetapi juga adil dalam kapasitas untuk mengembangkan vaksin, terapi, dan alat diagnostik secara global,” tutup Menkes Budi Gunadi.

“Saat kita merenungkan filosofi Bali, Tat Twam Asi - "Aku adalah kamu, kamu adalah aku" – bahwa hanya dengan bersama-sama, kita bisa pulih lebih kuat.”