Liputan6.com, Jakarta Ada banyak mitos yang beredar seputar depresi. Bila mitos seputar depresi dianggap kebenaran maka bisa berimbas buruk. Misalnya bisa membuat seseorang memutuskan untuk tidak mencari bantuan profesional atau melakukan self diagnosis tanpa bantuan pakar.Â
Dikutip dari laman Medical News Today dan jurnal National Library of Medicine, Berikut beberapa mitos tentang depresi yang kerap kita dengar beserta faktanya:
Baca Juga
Mitos 1: Depresi Bukan Suatu Kondisi Nyata
Advertisement
Beberapa orang mendiskreditkan depresi sebagai pilihan yang sengaja dibuat oleh seseorang. Orang-orang melihat depresi sebagai ajang mengasihani diri sendiri, dibanding memandang sebagai sebuah kondisi kesehatan mental yang dapat diobati.
Faktanya, depresi merupakan suatu kondisi yang melibatkan gejala emosional dan fisik. Hal ini dinyatakan oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) edisi kelima.
Sesorang harus memenuhi syarat dan melalui berbagai tahapan observasi oleh tenaga profesional untuk mendapatkan diagnosis kondisi kesehatan mental tertentu, dalam hal ini depresi.Â
Mitos tentang Obat-obatan, Trauma, dan Transisi Menuju Dewasa
Mitos 2: Obat adalah metode pengobatan terbaik
Faktanya, menurut peneliti buku Antidepressant, Zachary M Sheffler, tidak semua jenis kesehatan mental atau depresi membutuhkan antidepresan sebagai obat.
Penggunaan antidepresan juga menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari pasien tersebut. Ada yang mengonsumsi selama 6 bulan, atau bahkan lebih. Namun, sangat jarang dokter yang meresepkan antidepresan untuk dikonsumsi seumur hidup oleh pasien.
Penghentian dan pengurangan dosis antidepresan ini juga tidak bisa secara mendadak. Ada tahapan dan proses tertentu untuk mengurangi penggunaan obat tersebut sampai kondisi pasien sudah membaik.
Mitos 3: Trauma menyebabkan depresi
Faktanya, trauma dapat menjadi faktor risiko atau pemicu potensial depresi. Namun, perlu diketahui bahwa tidak ada penyebab tunggal depresi. Kondisi keseheatan mental sering terjadi karena adanya kombinasi dari berbagai faktor.
Selain itu, tidak semua orang yang mengalami peristiwa traumatis akan mengalami depresi. Kondisi ini juga dapat berkembang ketika segala sesuatu dalam hidup seseorang tampak baik-baik saja.
Mitos 4: Depresi adalah bagian dari transisi menuju dewasa
Faktanya, remaja memang mengalami tingkat depresi yang tinggi. Menurut National Institute of Mental Health, Diperkirakan 17 persen remaja AS berusia 12–17 mengalami setidaknya satu episode depresi berat pada tahun 2020.
Tidak setiap remaja yang moody (suasana hati naik turun) pasti mengalami depresi. Lalu, depresi bukanlah suatu peralihan atau peristiwa biologis yang harus dilalui seseorang untuk mencapai kedewasaan.
Masa remaja dapat menjadi masa yang sulit secara emosional, sosial, dan fisiologis. Gejala depresi bisa mirip dengan efek masa remaja.
Hal ini mungkin membuat sebagian orang percaya bahwa depresi hanyalah bagian dari transisi seseorang menuju kedewasaan.
Advertisement
Mitos tentang Wanita, Riwayat Keluarga, Kesibukkan Diri
Mitos 5: Depresi hanya berlaku pada wanita
Faktanya, dalam laporan bertajuk "Mental health, men and culture: how do sociocultural constructions of masculinities relate to men's mental health help-seeking behaviour in the WHO European Region?" yang ditulis oleh Gough B, Novikova menyatakan bahwa siapa saja bisa mengalami depresi. Namun, gejala depresi yang terjadi pada pria dan wanita berbeda.
Mitos 6:Â Depresi disebabkan karena keturunan
Faktanya, genetika memang berperan dalam menurunkan depresi. Akan tetapi, tidak semua yang menderita depresi dapat menurunkan secara langsung ke anggota keluarganya.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki kerabat tingkat pertama yang hidup dengan depresi memiliki kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk menurunkan depresi yang diderita. Namun, ada juga orang yang memiliki riwayat keluarga menderita depresi, tetapi ia tidak mengalami depresi.
Di sisi lain, orang yang tidak memiliki riwayat keluarga depresi juga dapat mengalami kondisi tersebut.
Oleh karena itu, ketika kerabat seseorang pernah mengalami depresi bukan berarti menunjukkan bahwa mereka akan menurunkan depresi yang mereka derita.
Mitos 7: Menyibukkan diri dapat menyembuhkan depresi
Faktanya, seseorang dapat fokus pada hobi, proyek, atau aktivitas bermakna lainnya sebagai bagian dari perawatan mereka untuk depresi.
Seorang psikiater misalnya, dapat merekomendasikan seseorang melakukan aktivitas ini sebagai bagian dari terapi perilaku kognitif (CBT).
Mitos tentang Usia
Mitos 8: Depresi berkembang pada usia tertentu
Faktanya, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), depresi dapat berkembang pada usia berapa pun, termasuk pada anak kecil.
Depresi bukanlah suatu hal yang pasti terjadi saat menua, meskipun dapat terjadi pada usia yang lebih tua. Untuk lanjut usia, hanya sekitar 1 hingga 5 persen yang pengidap depresi.
Mitos 9: Terus-terusan berbicara tentang depresi dapat memperburuk keadaan
Faktanya, tidak benar bahwa membicarakan depresi dapat memperburuk keadaan. Orang dengan depresi harus mencoba membicarakannya dengan orang yang dipercayai atau profesional. Bercerita bisa membantu orang depresi merasa lebih baik.
Advertisement