Sukses

Bangun Kemandirian Industri Farmasi, Kepala BPOM: Butuh Lab Pak Menkes

Laboratorium (lab) dibutuhkan demi membangun kemandirian industri farmasi dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta Laboratorium (lab) menjadi salah satu kebutuhan utama untuk membangun kemandirian industri farmasi di dalam negeri. Adanya lab yang memadai dengan kelengkapan alat sekaligus mendorong terbangunnya ekosistem pengembangan obat dan vaksin lebih baik lagi.

Terkait kebutuhan lab, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito sudah menyampaikan hal tersebut kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Perbincangan bersama Budi Gunadi disampaikan Penny pada Jumat (26/8/2022).

Bahwa Indonesia perlu membangun kemandirian ekosistem industri farmasi dan penguatan terhadap sumber daya manusia (peneliti). Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. 

Selain itu, dibutuhkan pula membangun motivasi para peneliti dengan fasilitas yang memadai untuk mereka bekerja, yakni pemenuhan laboratorium.

"Saya sebagai pimpinan, menyaksikan sendiri, bagaimana kami, BPOM, Teknisi Badan POM, berusaha mewujudkan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 dengan terseok-seok selama ini. Pada titik ini, membuka cakrawala, membuka potensi baru, membuka pemahaman kita, betapa pentingnya kemandirian," ungkap Penny saat Lokakarya Pemanfaatan Teknologi Pengembangan Obat dan Vaksin COVID-19 untuk Mendukung Pembangunan Ekosistem Kemandirian Obat dan Vaksin Dalam Negeri di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, ditulis Selasa (30/8/2022).

"Betapa pentingnya kita membangun industri farmasi, betapa pentingnya juga untuk bisa membangun motivasi para peneliti untuk mengembangkan penelitian, yaitu membangun ekosistem-ekosistem pengembangan produk-produk yang lengkap ya seperti laboratorium. Sudah saya sampaikan juga kepada Pak Menkes, dibutuhkan laboratorium banyak sekali."

2 dari 4 halaman

Butuh Laboratorium Berstandar Baik

Badan POM mendorong pembangunan ekosistem industri farmasi, baik obat maupun vaksin. Ini juga terkait dengan regulasi (regulatory) BPOM yang ikut berperan aktif mendampingi para pelaku industri farmasi dan peneliti dalam pengembangan obat dan vaksin.

"Komitmen Badan POM sebagai regulator pendampingan tentunya untuk dunia penelitian, dunia hasil-hasil penelitian itu bisa bermanfaat, bisa berkembang terus menjadi produk-produk sterilisasi yang akan diproduksi oleh industri farmasi dalam negeri," Penny K. Lukito menjelaskan.

"Tentunya harus memenuhi berbagai (standar) setiap tahapannya ya. Ada standar laboratorium yang baik ya, kemudian memenuhi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Laboratory Practices (GLP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Clinical Practices (GCP), dan Good Submission Practices (GSubp)."

Pemenuhan tahapan pengembangan produksi di atas dapat membantu BPOM dalam pendampingan, sehingga mengeluarkan izin edar produksi obat dan vaksin yang diproduksi industri farmasi. Seluruh tahapan juga harus sesuai standar yang diatur di BPOM.

"Ya, itu sangat penting sekali, tentunya memudahkan tugas dari tim Badan POM untuk melakukan pendampingan dan penerbitan (izin edar)," lanjut Penny.

3 dari 4 halaman

Masih Bergantung Bahan Baku Impor

Upaya membangun kemandirian industri farmasi dalam negeri, Penny K. Lukito mengungkapkan, Indonesia masih punya tantangan, yakni kebergantungan bahan baku obat impor. Terlebih, obat-obatan yang diproduksi dengan teknologi canggih.

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan obat dengan adanya kekayaan sumber daya alam, maritim, dan biodiversity. Namun, hingga saat ini, industri farmasi Indonesia masih bergantung  pada  bahan  baku  dan  obat  impor, khususnya untuk obat yang diproduksi dengan teknologi tinggi (advanced technology).

Indonesia juga masih menjadi pengguna hasil inovasi dari negara lain dan belum menjadi inventor. Sebab, umumnya industri farmasi Indonesia belum menjadikan riset sebagai basis dalam pengembangan bisnis.

“Pandemi COVID-19 menjadi momentum dalam mendorong banyaknya inisiatif penelitian dan pengembangan, baik obat maupun vaksin, yang bertujuan untuk pengobatan dan pencegahan terhadap penyebaran  penyakit  COVID-19," jelas Kepala BPOM.

"Hal  ini  merupakan  salah  satu  upaya  menuju  kedaulatan  kesehatan, terutama kemandirian produksi vaksin dalam negeri agar tidak tergantung pada produk vaksin dari luar negeri."

4 dari 4 halaman

Dukung Produk Hasil Riset

Seluruh penelitian dan pengembangan obat dan vaksin, menurut Penny K. Lukito, perlu didukung agar produk hasil riset dapat dikomersilkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

BPOM sebagai regulator di bidang obat selalu mengawal pengembangan obat dan vaksin.

“Dalam hal ini, BPOM akan terus mendampingi secara intensif pada setiap tahapan pengembangan dalam rangka pemenuhan standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu," ujar Kepala BPOM.

"Meskipun demikian, keberhasilan penelitian dan pengembangan obat dan vaksin baru tidak hanya menjadi tugas BPOM, melainkan upaya bersama secara sinergi, koordinatif, dan komunikatif antara pemangku kepentingan terkait yang tergabung dalam sinergi triple helix."

Oleh karena itu, pelibatan berbagai stakeholder dan lintas sektor terkait, di antaranya Kementerian  Koordinator  Bidang  Perekonomian  RI,  Kementerian  Koordinator  Bidang  Pembangunan Manusia  dan  Kebudayaan  RI,  Kementerian  Kesehatan  RI, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perwakilan dari institusi pendidikan, industri farmasi, asosiasi, serta stakeholder lainnya dibutuhkan.