Liputan6.com, Jakarta - Gangguan prostat bisa ditangani dengan teknologi robotik. Teknologi yang telah dikembangkan di berbagai negara kini bisa ditemukan pula di Indonesia.
Teknologi biopsi prostat robotik sampai dengan operasi radikal prostatektomi ini memiliki banyak keunggulan guna meningkatkan kualitas penanganan prostat di Indonesia.
Baca Juga
Ini menandakan bahwa masyarakat tak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk mendapatkan penanganan gangguan prostat.
Advertisement
Dokter spesialis urologi RSU Bunda, Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid mengatakan bahwa teknologi bedah robotik terus berkembang. Di Asia Pasifik, tren penggunaan teknologi robotik pada bidang kedokteran terus meningkat.
Peningkatannya terhitung dari tahun 2010 sampai sekarang, terutama di bidang urologi. Di Indonesia, RSU Bunda Jakarta adalah pelopor teknologi bedah robotik ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa biopsi prostat robotik merupakan prosedur untuk mengambil sampel jaringan yang mencurigakan pada kelenjar prostat.
Prosedur ini dilakukan bantuan robotik yang mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan trauma jaringan.
Ada beberapa keunggulan biopsi prostat robotik. Teknologi ini mampu menentukan penempatan jarum biopsi secara otomatis pada target jaringan yang dicurigai lesi kanker dengan presisi dan akurasi yang tinggi.
Selain itu, gerakan pemindai dapat memperjelas dan membuat distribusi merata potongan gambar dua dimensi (2D) terhadap rekonstruksi tiga dimensi (3D).
"Keunggulan berikutnya yaitu bisa meminimalisasi deformasi prostat," kata Agus dalam konferensi pers virtual RSU Bunda Jakarta Urology Center, Kamis, 1 September 2022.
Keunggulan berikutnya, lanjut Agus, ada pada hasil biopsi yang lebih baik.
Biopsi Prostat Robotik di Indonesia
Menurut Agus, biopsi prostat robotik di Indonesia pertama kali diterapkan pada 2019. Pada pengalaman praktik, teknologi ini membantu mendeteksi kanker prostat dengan stadium yang lebih awal dan lebih akurat.
Sedangkan, terkait operasi radikal prostatektomi, ini adalah salah satu pengobatan andalan pada kanker prostat lokal terutama pada stratifikasi risiko menengah hingga tinggi.
Hingga saat ini, tindakan radikal prostatektomi dengan teknologi robotik menjadi standar pelayanan untuk radikal prostatektomi di mayoritas negara maju.
"Sebuah studi yang membandingkan hasil operasi teknik robotik radikal prostatektomi dengan laparoskopi menunjukkan kontinensia urine dan fungsi ereksi yang lebih baik pada tiga bulan pasca operasi dengan teknologi robotik," katanya.
Temuan lain adalah nyeri pasca operasi yang lebih rendah pada teknik robotik dibandingkan operasi terbuka dan laparoskopi.
"Teknik operasi radikal prostatektomi robotik sudah dimulai sejak 2013 di RSU Bunda Jakarta," Agus menambahkan.
Pengembangan tindakan radikal prostatektomi robotik pun dilakukan termasuk dengan mengirim tim operator untuk melakukan pelatihan di luar negeri.
Advertisement
Masalah Prostat pada Pria
Sebelumnya, dokter spesialis urologi RSU Bunda Jakarta, Sigit Sholichin, menyampaikan, masalah prostat pada pria masih banyak terjadi.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup pria, maka muncul masalah yang berkaitan dengan Aging Male Process.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana kualitas hidup tetap baik dalam usia yang semakin tua. Gangguan prostat merupakan salah satu gangguan terbanyak di bidang urologi yang terjadi pada pria dalam fase ini.
Sebagian besar berupa pembesaran prostat bersifat jinak atau Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yang tidak  mengancam nyawa tapi cukup mengganggu kualitas hidup pasien.
Meskipun kasusnya tidak sebanyak pembesaran prostat jinak, pembesaran prostat yang bersifat ganas atau kanker prostat harus lebih diwaspadai.
"Deteksi dini menjadi kunci keberhasilan penanganan kanker prostat. Secara umum, semakin dini penanganan kanker dilakukan, maka akan semakin tinggi pula angka keberhasilannya," ujar Sigit.
Dari deteksi dini, sebagian kecil ditemukan sebagai kanker prostat, selebihnya adalah gangguan prostat yang bersifat jinak.
Pembesaran Prostat Jinak
Sementara itu, dokter spesialis urologi RSU Bunda, Ponco Birowo, juga menjelaskan soal Pembesaran Prostat Jinak (PPJ).
"PPJ memengaruhi banyak pria di seluruh dunia. Pada tahun 2010, prevalensinya lebih dari 210 juta pria. Hampir 50 persen pria di atas usia 50 dan hingga 80 persen pria di atas usia 80 mengalami gejala PPJ," katanya di pertemuan yang sama.
Prevalensi PPJ meningkat karena peningkatan faktor risiko metabolik yang dapat dimodifikasi, seperti obesitas. Obesitas pria telah dikaitkan dengan peningkatan risiko PPJ dan peningkatan keparahan gejala pada pria yang terkena PPJ.
Strategi untuk mengurangi risiko dan keparahan PPJ meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan pengurangan konsumsi kafein serta alkohol.
Ia, menambahkan, banyak metode pengobatan yang dapat dilakukan pada PPJ. Termasuk terapi farmakologis yang merupakan lini pertama dengan menggunakan dua kelas obat. Ini menjadi standar perawatan sejak akhir 1980-an.
Sedangkan, terapi pembedahan umumnya ditawarkan kepada pasien dengan PPJ persisten atau berat yang refrakter terhadap terapi farmakologis.
Advertisement