Liputan6.com, Bandung Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung mengumumkan kasus HIV-AIDS semakin meningkat. Bila melihat data sepanjang 30 tahun, kasus HIV didominasi oleh usia produktif di Bandung.
Data dari 1991 - Desember 2021 tercatat ada sebanyak 12.350 pengidap HIV-AIDS yang melakukan pelayanan kesehatan di Kota Bandung.
Baca Juga
Dari angka di atas, ada 5.943 merupakan mereka yang ber-KTP Kota Bandung. Bila dirinci berdasarkan umur, maka kelompok usia produktif yang paling banyak tertular HIV. Berikut rinciannya:
Advertisement
- 0-14 tahun: 2,76 persen
- 15-19 tahun: 2.09 persen
- 20-29 tahun: 44.84 persen
- 30-39 tahun: 34.16 persen
- 40-49 tahun: 10.17 persen
- 50 tahun ke atas: 4.21 persen
- Tidak diketahui: 1.78 persen
Sementara itu, bila melihat berdasarkan status pekerjaan, maka yang terbanyak dari mereka yang bekerja di bidang swasta (31 persen). Lalu, bagaimana dengan persentase mahasiswa dan ibu rumah tangga?
"Kasus positif HIV-AIDS kategori mahasiswa mencapai 6,97 persen atau 414 kasus. Dimana 664 di antaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT)," ujar Ketua KPA Kota Bandung Sis Silvia Dewi kepada Liputan6.com, ditulis Bandung, Sabtu, 3 Agustus 2022.
Pemicu Penularan Tertinggi: Hubungan Seksual Berisiko
Pemicu tertinggi penularan HIV di Kota Bandung adalah hubungan heteroseksual atau perilaku seksual berisiko yang mencapai hampir 40 persen.
Tren ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya sebut Silvia. Paparan tertinggi HIV-AIDS yaitu akibat menggunakan alat atau jarum suntik yang tidak steril.
“Banyak pengidap HIV-AIDS akibat penggunaan tidak steril jarum suntik. Jumlahnya hampir 40 persen, tetapi sekarang menurun 30, 9 persen,” kata Silvia.
Masyarakat yang melakukan hubungan heteroseksual atau perilaku seksual berisiko rentan terpapar HIV-AIDS. Maka dari itu, tes HIV amat penting.
"Pemeriksaan HIV penting agar tidak menular ke orang lain, apalagi ke pasangan hidup. Dengan memeriksakan diri, maka paparan HIV akan berhenti di pengidap saja," kata Silvia.
Advertisement
Kesadaran Tes HIV Kurang
Angka paparan melalui hubungan heteroseksual tersebut tiap tahun mengalami kenaikan. Pasalnya masih banyak warga yang kurang menyadari pentingnya datang ke fasilitas kesehatan untuk memeriksa HIV.
Silvia menerangkan tidak adanya gejala awal yang dirasakan oleh pengidap HIV menjadi faktor lain pengidap beresiko menularkan kembali kepada orang lain atau bahkan pasangannya.
“Yang jadi sedih itu kan HIV-AIDS itu kan terutama HIV-nya enggak ada gejala tuh, jadi banyaknya orang yang kena HIV tidak tahu kalau dia kena HIV. Akhirnya orang yang tertular enggak sadar kalau ada ibu rumah tangga tertular lalu hamil akhirnya punya anak yang positif," ungkap Silvia.
Agar tidak terus meluas paparan penyakit infeksi menular khusus ini, KPA Kota Bandung tengah berupaya mengedukasi warga dengan adanya kampanye 3 Zero.
Kampanye 3 Zero itu adalah pada tahun 2030 tidak ada kasus baru HIV-AIDS, tidak ada pengidap yang meninggal dan tidak ada lagi stigma negatif atau diskriminasi terhadap pengidap.
"Intinya ada warga yang ikut mengedukasi masyarakat tahu cara penularannya dan pencegahannya. Karena HIV nggak ada gejala ya," tukas Silvia.
Data Penyebaran HIV Kota Bandung Berdasarkan Kelompok Pekerjaan
Berikut data penyebaran HIV-AIDS di Kota Bandung periode 1991 - Desember 2021 dari 5.943 pengidap HIV/AIDS dengan KTP Kota Bandung:
- Swasta: 31.01 persen
- Wiraswasta: 15.32 persen
- Tidak bekerja: 12.44 persen
- Ibu rumah tangga: 11.18 persen
- Lain-lain: 9.45 persen
- Mahasiswa: 6.96 persen
- Tidak diketahui: 6.49 persen
- Pekerja sex: 2.53 persen
- PNS 1.99 persen
- Tenaga medis: 0.56 persen
- Napi: 0.50 persen
- Sopir: 0.46 persen
- TNI Polri: 0.43 persen
- Buruh kasar: 0 persen
Advertisement