Sukses

45 Persen Mutasi Bikin Virus Mati, Kemunculan Varian COVID-19 Tetap Diwaspadai?

Mutasi bisa membuat virus mati, apakah kemunculan varian COVID-19 lain nanti tetap diwaspadai atau tidak?

Liputan6.com, Jakarta Semakin sering virus Corona bermutasi, rupanya membuat virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 justru semakin melemah, bahkan mati. Artinya, mutasi yang biasa terjadi, tidak selalu menguntungkan si virus.

Lantas, apakah kemunculan varian COVID-19 lain kelak tetap perlu diwaspadai? Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Amin Soebandrio menerangkan, kemunculan varian lain yang cukup mengkhawatirkan tetap diwaspadai.

Virus yang terus bermutasi termasuk pada SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, terjadi secara acak (random). Sebab, sebenarnya virus tidak ada untuk menjadi kuat atau lemah.

"Tapi proses itu secara alami terjadi setiap kali dia bereplikasi (mutasi), memperbanyak diri, maka bisa terjadi kesalahan penyalinan materi genetiknya. Nah, kesalahan itu bisa kecil, bisa besar setiap kali replikasi," papar Amin saat sesi Talkshow: Bebas Bepergian Asal Sudah Booster? di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Senin (5/9/2022).

"Lalu kapan replikasi terjadi? Ya, kalau virus itu masuk ke host (inang) yang baru ya."

Host atau inang yang dimaksud adalah organisme yang terserang virus Corona. Sejauh ini, COVID-19 ditemukan pada hewan dan manusia.

"Kalau kita bisa mencegah virus itu masuk menemukan host baru, maka struktur replikasi itu akan dikurangi jadinya. Semakin banyak orang yang terinfeksi oleh virus, semakin besar kemungkinan virus itu bermutasi, walaupun 45 persen dari mutasi itu akan menyebabkan virus mati," jelas Amin.

"30 persenan menyebabkan virus tambah lemah dan sekitar 20 persen mutasi itu tidak menyebabkan perubahan apa-apa, tapi hanya 4 sampai 5 persen yang mungkin menyebabkan virus itu survive (bertahan), yang artinya bisa menjadi lebih fit, bisa mengatasi tekanan lingkungan ya dari vaksin dan obat."

2 dari 4 halaman

Mutasi Membuat Virus Lemah

Mutasi merupakan hal yang normal yang terjadi pada virus agar bisa bertahan hidup. Meski begitu, diharapkan mutasi varian COVID-19 lainnya dapat melemah.

"Virus itu terus bermutasi dan bisa berubah, namun dapat saya sampaikan di sini bahwa walaupun virus terus bermutasi, tapi sebagian besar mutasi sepertinya justru membuat virusnya tampak lemah, hanya 4 sampai 5 persen dari mutasi itu yang dapat membuat virus lebih fit, lebih bisa menyesuaikan diri terhadap tekanan lingkungan ya, baik obat ataupun antibodi dan sebagainya," Amin Soebandrio menambahkan.

"Yang 4 sampai 5 persen ini yang harus kita hadapi. Kita harapkan sih walaupun masih bermunculan beberapa varian-varian yang yang cukup mengkhawatirkan, tapi kita harapkan dengan rentang waktu tertentu, semakin lama justru akan semakin menurun, baik kemampuan menular maupun virulensinya."

3 dari 4 halaman

Prediksi Virus Corona Tak Berbahaya

Berkaitan dengan varian COVID-19, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengungkapkan, prediksi kemunculan virus Corona pada 2023 yang dinilai tak akan lebih berbahaya dibanding varian yang beredar saat ini.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan lebih rinci. Bahwa kemungkinan varian COVID-19 yang akan muncul nanti tidak akan lebih berbahaya dipengaruhi oleh tingkat kekebalan masyarakat Indonesia.

Sebagaimana hasil survei serologi antibodi yang diumumkan pada Juli 2022, ada peningkatan proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARS-CoV-2, yakni dari 87,8 persen pada Desember 2021 menjadi 98,5 persen pada Juli 2022. Kadar antibodi penduduk Indonesia juga meningkat lebih dari 4 kali lipat.

"Pada prinsipnya, secara ilmiah karena kekebalan sudah terbentuk dari beberapa dosis yang sudah diterima sebagian populasi, maka manifestasi gejala yang ditampakkan pun tidak akan terlalu parah," jelas Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Sabtu (3/9/2022).

Walau kekebalan terbentuk, Wiku mengingatkan tetap ada potensi seseorang terpapar virus Corona. Kondisi ini ditandai dengan adanya reinfeksi, terutama ketika imunitas seseorang sedang lemah. Virus pun akan mudah menginfeksi kembali.

"Pada prinsipnya, sudah divaksinasi tidak serta-merta melindungi seseorang 100 persen dari penularan COVID-19. Buktinya, ada beberapa fenomena reinfeksi yang ditemukan di masyarakat," ucapnya.

"Umumnya, karena imunitas yang melemah akibat aktivitas yang padat. Invasi varian baru maupun karena transmisi komunitas yang juga tinggi."

4 dari 4 halaman

Temuan Kelemahan Virus SARS-CoV-2

Kabar terbaru, para peneliti di University of British Columbia, Inggris telah menemukan kelemahan utama di semua varian virus SARS-CoV-2, termasuk subvarian Omikron BA.1 dan BA.2 yang muncul. Kelemahan dapat ditargetkan dengan menetralkan antibodi, yang berpotensi membuka jalan bagi perawatan yang akan efektif secara universal di seluruh varian.

Temuan ini tertuang melalui studi berjudul, SARS-CoV-2 variants of concern: spike protein mutational analysis and epitope for broad neutralization, yang dipublikasikan di Nature Communications pada 18 Agustus 2022.

Studi menggunakan cryo-electron microscopy (cryo-EM) untuk mengungkapkan struktur tingkat atom dari titik rentan pada protein lonjakan virus, yang dikenal sebagai epitop. Studi ini lebih lanjut menjelaskan fragmen antibodi -- yang disebut VH Ab6 -- yang mampu menempel dan menetralisir setiap varian COVID-19.

"Ini (SARS-CoV-2) adalah virus yang sangat mudah beradaptasi dan telah berevolusi untuk menghindari sebagian besar perawatan antibodi yang ada, serta sebagian besar kekebalan yang diberikan oleh vaksin dan infeksi alami,” kata peneliti Dr. Sriram Subramaniam, dikutip dari laman resmi University of British Columbia.

“Studi ini mengungkapkan titik lemah yang sebagian besar tidak berubah di seluruh varian dan dapat dinetralkan oleh fragmen antibodi. Ini bisa jadi fokus kita untuk bagaimana perawatan lebih lanjut sehingga membantu banyak orang yang rentan (terinfeksi COVID-19).”

  • Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan nama-nama baru untuk varian virus corona SARS-CoV-2 yang terdeteksi di berbagai negara.

    Varian Covid

  • Penyebaran Covid-19 ke seluruh penjuru dunia diawali dengan dilaporkannya virus itu pada 31 Desember 2019 di Wuhan, China

    COVID-19

  • virus corona

  • COVID