Sukses

Jarak Waktu Vaksinasi COVID-19 Terlalu Dekat Malah Bikin Antibodi Tak Optimal

Jarak waktu vaksinasi COVID-19 terlalu dekat membuat peningkatan antibodi tak optimal.

Liputan6.com, Jakarta Jarak waktu vaksinasi COVID-19 yang terlalu dekat justru membuat peningkatan antibodi tak optimal. Dalam hal ini, waktu tepat untuk kembali vaksinasi atau yang belum mendapatkan booster adalah ketika antibodi sudah mulai menurun.

Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Amin Soebandrio menjelaskan, pemberian vaksin COVID-19 harus sesuai dengan jarak waktu penyuntikan. Apabila ingin mendapatkan dosis 3 atau booster, maka jarak vaksinasi dosis 2 secara normal minimal harus sudah 6 bulan.

Sebab, selepas 6 bulan terjadi penurunan antibodi. Oleh karena itu, diperlukan penyuntikkan kembali untuk meningkatkan antibodi atau kekebalan.

"Kalau jarak vaksin dari satu ke (penyuntikan) vaksinasi (berikutnya) terlalu dekat, maka responsnya juga tidak optimum ya. Kalau kadar antibodi sedang tinggi-tingginya, kemudian divaksin lagi, misalnya sebulan kemudian, mungkin tidak efisien. Karena peningkatan antibodi (jadi) tidak terlalu tinggi," jelas Amin saat sesi Talkshow: Bebas Bepergian Asal Sudah Booster? di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Senin (5/9/2022).

"Diharapkan vaksin yang berikutnya diberikan ketika kadarnya (antibodi) sudah mulai menurun. Nah, itu kemudian diperlukan booster."

Khusus bagi lansia di atas 60 tahun, yang mana antibodi dapat menurun kurang lebih 3 bulan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia sudah menerbitkan ketentuan baru terkait pemberian booster.

Jika sebelumnya vaksinasi booster diberikan minimal 6 bulan setelah penyuntikan dosis kedua, kini jarak waktunya lebih cepat. Penyuntikan dosis lanjutan bagi lansia bisa diberikan minimal 3 bulan setelah menerima vaksinasi dosis lengkap (dosis 1 dan 2).

Aturan di atas tertuang dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit  Nomor SR.02.06/II/ 1123 /2022 tentang Penyesuaian Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster) bagi Lansia, yang terbit pada Februari 2022.

2 dari 4 halaman

Antibodi COVID-19 Turun

Meski sudah punya kekebalan terhadap virus, Amin Soebandrio menekankan, hal itu tergantung dari virusnya, termasuk pada SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

"Ada kekebalan yang bertahan lama sekali seperti cacar. Itu (vaksinasi cacar) bisa menimbulkan kekebalan seumur hidup. Kemudian penyakit virus lain, misalnya gondongan. Sekali suntik vaksin juga kekebalannya seumur hidup," ucapnya.

"Tetapi ada juga yang dalam beberapa bulan sudah menurun. Dari penelitian yang sudah teman-teman lakukan di luar negeri, antibodi terhadap COVID-19 ini sudah turun sekitar 6 sampai 8 bulan ya. Sekalipun orang itu pernah sakit berat, misalnya."

Dalam jangka waktu sekitar 6 - 8 bulan, lanjut Amin, antibodi terhadap COVID-19 sudah cenderung menurun. Selanjutnya, diambilah kebijakan pemberian vaksinasi dengan jarak atau interval sekitar 6 sampai 8 bulan dari penyuntikan sebelumnya.

"Ada yang bilang 4 sampai 6 bulan juga antibodi turun setelah seseorang divaksinasi atau seseorang pernah sakit. Saat ini yang diterima adalah sekitar 6 bulanan (jarak vaksinasi)," terangnya.

"Tapi ke depannya, apabila booster pertama sudah dilakukan ya booster kedua kita masih terus mengamati, apakah memang 6 bulan atau 12 bulan sekali (dibooster lagi) seperti (vaksin) virus influenza kan setahun sekali ya diberikannya."

3 dari 4 halaman

Tubuh Lebih Cepat Bangun Kekebalan

Pentingnya vaksinasi COVID-19 lengkap dan booster, ditekankan Amin Soebandrio sangat memengaruhi respons kekebalan tubuh. Ketika seseorang sudah divaksin COVID-19, antigen tubuh akan lebih cepat merespons manakala virus SARS-CoV-2 kembali masuk.

Antigen adalah zat yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi sebagai bentuk perlawanan.

"Respons tubuh terhadap suatu antigen itu memang sudah diatur sedemikian rupa. Artinya, kalau kita belum pernah terpapar, maka respons tubuh kita menjadi lambat," papar Amin.

"Tapi begitu kita sudah pernah mengenal suatu antigen, apakah virus, bakteri, dan sebagainya, maka tubuh akan bereaksi lebih cepat membangun kekebalan, baik kekebalan humoral maupun seluler."

Kekebalan humoral terdiri atas antibodi (Imunoglobulin yang disingkat Ig) dan sekret tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung, pepsin dan lainnya), sedangkan kekebalan seluler berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh.

4 dari 4 halaman

Cegah Jadi Sumber Penularan

Amin Soebandrio menambahkan, untuk memperkuat kekebalan, salah satu cara dengan vaksinasi COVID-19. Diharapkan vaksinasi bisa meningkatkan kekebalan.

"Ini caranya bagaimana kita menurunkan risiko untuk terpapar, tentunya mencegah jarak dan sebagainya. Sekalipun kita sudah punya kekebalan, sudah punya vaksinasi tapi tetap di luar sana atau ketika kita berinteraksi dengan masyarakat dengan orang lain, harus mencegah kita menjadi sumber penularan," tambahnya.

"Artinya, kalau batuk atau bersin itu ada etiketnya ya, harus ditutup. Lalu kita harus pakai masker, harus rajin cuci tangan, menjaga jarak antara kita dengan orang lain dan juga upayakan bahwa ketika berada di ruangan ya sirkulasinya bagus."

Sirkulasi ruangan yang baik supaya konsentrasi virus di lingkungan tidak tinggi. Sebab, semakin tinggi konsentrasi virus atau kepadatan virus, maka semakin besar risiko seseorang terpapar.