Sukses

Ingin Bye-bye dari COVID-19, Berapa Kadar Antibodi yang Diperlukan?

Berapa jumlah kadar antibodi yang diperlukan agar terhindar dari infeksi COVID-19?

Liputan6.com, Jakarta Walaupun sudah vaksinasi COVID-19 primer (dosis 1 dan 2) dan booster, ada seseorang yang masih terinfeksi COVID-19. Lantas, berapa jumlah kadar antibodi yang diperlukan agar terhindar dari infeksi COVID-19?

Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Amin Soebandrio menanggapi bahwa sebenarnya belum ada pedoman atau kriteria tertentu seberapa besar kadar antibodi COVID-19 tertinggi yang diperlukan.

"Saat ini, terus terang belum ada pedoman, berapa tinggi sebetulnya kadar antibodi yang harus kita miliki untuk bisa menjamin terhindar dari infeksi. Karena tadi disinggung juga kan, orang yang sudah divaksinasi sekian kali saja kok masih ada yang terinfeksi," papar Amin saat sesi Talkshow: Bebas Bepergian Asal Sudah Booster? di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Senin (5/9/2022).

"Itu menunjukkan bahwa virusnya mungkin sangat cerdik ya. Kalau orang Jakarta bilang bisa 'ngeles' gitu. Memang secara teoritis antara serologi dan imunologi bisa terjadi respons imun itu tidak 100 persen meng-cover (melindungi), karena ada faktor-faktor lain dari virusnya."

Meski virus SARS-CoV-2 terbilang 'cerdik', Amin menekankan, vaksinasi COVID-19 tetap bermanfaat. Kekebalan atau antibodi dari vaksinasi akan membuat respons imun terhadap virus SARS-CoV-2 terbangun. Ketika virus masuk, sistem imun bisa mengenali dan memberikan perlawanan.

"Sekali lagi, saya ingin menekankan, kalau kita sudah memiliki kekebalan itu akan jauh lebih baik daripada tidak memiliki kekebalan sama sekali," pungkasnya.

"Jadi, at least (paling sedikit) vaksinasi satu kali sudah sangat bagus ya. Tinggal kita berupaya untuk mengejar cakupan vaksinasi 30 - 20 persen lagi yang yang masih belum divaksinasi dosis pertama."

2 dari 4 halaman

Yang Penting Punya Kekebalan

Seiring kemunculan varian virus Corona, perusahaan farmasi di berbagai negara juga berlomba-lomba membuat vaksin yang bisa memberikan efektivitas perlindungan optimal terhadap varian yang beredar. Terlebih, mutasi virus terus bermunculan.

Adanya mutasi virus, Amin Soebandrio tak memungkiri, hal itu membuat sebagian masyarakat khawatir terhadap efektivitas vaksin COVID-19. Studi di luar negeri pun menunjukkan terjadi penurunan efektivitas vaksin sampai 60 persen.

"Kita juga berupaya mengembangkan vaksin yang sifatnya general. Artinya, bisa meng-cover varian manapun atau setidaknya bisa meng-cover beberapa varian. Diharapkan efektivitasnya akan lebih tinggi," jelasnya.

"Sebab, dulu sekitar tahun lalu ya ketika variannya masih berubah-ubah, dari Alfa kemudian ke Delta dan sebagainya itu beberapa studi menunjukkan turunnya (efektivitas vaksin) cukup banyak, sampai sekitar 20 persen. Awal-awal juga sekitar 80 persen bisa turun, sampai 60 persen dan 50 persen."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya memberikan pedoman bahwa selama efektivitas vaksin COVID-19 masih di atas 50 persen, masih dianggap efektif terhadap varian COVID-19.

"Yang penting seseorang itu punya ketebalan, punya antibodi. Nah, itu akan menjadi senjata awal (hadapi varian virus Corona)," Amin melanjutkan.

3 dari 4 halaman

Vaksinasi COVID-19 Tetap Penting

Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia, Iris Rengganis menekankan, antibodi masyarakat yang tinggi belum tentu aman dari COVID-19.

Hal ini lantaran virus Corona terus bermutasi. Mutasi yang terjadi pada virus merupakan upaya agar virus tersebut tetap hidup. 

“Walaupun antibodinya sudah tinggi, sudah meningkat, kita tetap bisa tertular dan menularkan. Jangan pikir tidak bisa tertular, tetap bisa tertular karena sudah terjadi mutasi virus,” tegasnya saat diskusi di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta beberapa waktu lalu.

"Jangan harap virus setop bermutasi, karena sifat virus RNA akan bermutasi terus sepanjang hidupnya."

Meski begitu, antibodi yang terbentuk dari vaksinasi COVID-19 tetap penting. Vaksinasi COVID-19 membantu meringankan gejala bila terpapar COVID-19. Harapannya, saat seseorang terinfeksi virus Corona, gejala ringan dan tidak menimbulkan kematian.

"Vaksin itu tidak 100 persen (melindungi) apalagi ditambah mutasi. Jadi, artinya tetap ada kemungkinan tertular. Tapi vaksin melindungi kita, maka gejalanya akan ringan," imbuh Iris yang juga dokter spesialis penyakit dalam konsultan.

4 dari 4 halaman

Sistem Imun Turut Menentukan

Selain dengan vaksinasi COVID-19, penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker yang tepat harus dilakukan agar tidak tertular COVID-19.

"Balik lagi, protokol kesehatan, jangan longgar. Jadi vaksinasi, plus masker," Iris Regganis melanjutkan.

Selanjutnya, setelah seseorang mendapatkan vaksin booster, maka antibodi tubuh terhadap virus SARS-CoV-2 meningkat. Namun, seberapa tinggi antibodi yang terbentuk tergantung pada beberapa faktor lain, salah satunya adalah sistem imun tubuh seseorang.

"Sistem imun turut menentukan. Walaupun sudah vaksin bisa saja antibodi rendah kerena sistem imun kurang baik," tambah Iris.

"Faktor lingkungan juga memengaruhi dalam pembentukan antibodi. Bila di lingkungan tersebut banyak yang melanggar protokol kesehatan, ya maka penularan masih bisa terjadi."