Liputan6.com, Jakarta Kasus pneumonia berat di Argentina sempat membuat geger beberapa waktu lalu. Dari 11 kasus ada empat diantaranya yang meninggal dunia.
Berawal dari 2 September 2022, kantor WHO regional Amerika menerima pemberitahuan bahwa pada 30 Agustus 2022 ditemukan klaster terdiri dari 6 orang dengan radang paru yang sebabnya tidak diketahui di Argentina.
Baca Juga
Radang paru ini kemudian disebut “pneumonia of unknown etiology” yang dilaporkan dari Tucuman Argentina. Hal ini mengingatkan pada dua tahun silam sebelum muncul COVID-19 seperti disampaikan mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama.
Advertisement
“Kita jadi ingat bahwa pada 31 Desember 2019 kantor WHO di Tiongkok mendapat informasi ada kasus radang paru yang sebabnya tidak diketahui (pneumonia of unknown etiology) di kota Wuhan yang kemudian berkembang menjadi pandemi COVID-19,” kata Tjandra melalui keterangan tertulis, Selasa (6/9/2022).
Berita baiknya, lanjut Tjandra, pada 3 September 2022 WHO mendapat informasi dari Kementerian Kesehatan Argentina bahwa mereka sudah mengonfirmasi penyebab pneumonia misterius itu.
“Legionella lah yang menjadi penyebab klaster pneumonia ini,” kata Tjandra.
Ia pun membahas lima fakta soal Legionella sebagai berikut:
- Bukan virus tapi bakteri
Bakteri tersebut memiliki nama lengkap Legionella pneumophila. Jadi bukan virus.
- Asal mula penamaan
Bakteri tersebut diberi nama Legionella karena pertama terjadi di tahun 1976 yang menyerang para peserta pertemuan Legiun Veteran Amerika di Philadelphia.
- Kasus penyelidikan bakteri Legionella di RI pada 2011
Tjandra mengatakan saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan maka pada 2011 pernah memimpin penyelidikan epidemiologi mendalam di Bali. Penyelidikan tersebut dilakukan usai ada laporan warga Australia yang positif Legionella sesudah pulang dari Bali.
Saat itu, Kemenkes bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) turun ke lapangan dan mengecek kemungkinan kontak.
Pengecekan dilakukan juga di beberapa lingkungan, hotel, dan tempat yang dikunjungi warga Australia tersebut, dan semuanya negatif Legionella.
Penularan Legionella
- Cara penularan
Cara penularan yang utama adalah melalui inhalasi aerosol yang terkontaminasi bakteri. Di mana aerosolnya terbentuk karena adanya semprotan uap air atau juga semacam air mancur buatan dan lain-lain.
Penularan juga dapat terjadi melalui aspirasi air atau es yang terkontaminasi, khususnya pada pasien rentan atau risiko tinggi di rumah sakit.
“Tentu perlu analisis kenapa petugas kesehatan yang relatif baik kesehatannya juga tertular.”
- Pengobatan antibiotik
Pengobatan adalah dengan antibiotik dan patut di analisa juga kenapa kasus-kasus di Tucuman sampai meninggal dunia padahal tentunya sudah mendapat penanganan optimal.
“Khususnya karena mereka adalah petugas kesehatan di klinik atau rumah sakit setempat. Kita tentu tetap harus waspada dengan adanya outbreak berbagai penyakit menular ini.”
Advertisement
Lebih Mematikan Ketimbang COVID-19?
Sebelumnya, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan, ada beberapa gejala pneumonia akibat Legionella yang mirip dengan COVID-19.
“Secara gejala ada kemiripan dengan COVID-19, tapi ini bukan COVID, sudah diperiksa hasilnya negatif. Hanya saja gejalanya ada yang mirip COVID ada juga yang tidak,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara (3/9/2022).
Gejala yang mirip dengan COVID-19 adalah pneumoni atau kesulitan bernapas, lanjut Dicky.
Gejala lainnya meliputi:
- Gejala seperti sakit flu.
- Demam.
- Gejala yang menyerupai demam berdarah.
“Intinya dengan kerawanan dunia saat ini ya pola perilaku hidup kita harus lebih bersih dan sehat.”
Dicky juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mengabaikan 5M yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
“Kita juga harus memperbaiki kualitas udara, air, tanah, jaga keseimbangan dan keharmonisan dengan lingkungan, alam, hewan, dan manusia-manusianya.”
Jika dibandingkan dengan COVID-19, pneumonia di Argentina yang dikaitkan dengan penyakit legionnaire jauh lebih tinggi potensi kematiannya, lanjut Dicky.
“Dari 10 (kasus) saja sudah tiga (yang meninggal). Tampaknya juga lebih cepat menular (dibanding COVID). Tenaga kesehatan tertular dan ini artinya ada penularan dari manusia ke manusia,” katanya pada 3 September 2022.
Untuk sementara, pneumonia ini juga dinilai cenderung lebih efektif ketimbang COVID-19, kata Dicky.
Pernah Ada di Indonesia
Kasus Legionnaire yang disebabkan bakteri Legionella juga pernah ada di Indonesia. Penyakit ini di antaranya dilaporkan terjadi di Bali, Tangerang, dan beberapa kota lain.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan bahwa temuan kasus Legionnaire di Indonesia terjadi rentang tahun 1990-an.
Setelah kejadian itu, diterbitkan pula Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1538/MENKES/SK/XI/2003.
"Indonesia sudah pernah ada kasus pertama (Legionnaire) di Bali tahun 1996 dan Tangerang 1999 serta kota lainnya," kata Maxi dalam keterangannya melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 5 September 2022.
"Sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan-nya soal penyakit itu yang termasuk new emerging (penyakit emerging baru)," Maxi menambahkan.
Kategori penyakit infeksi emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya, tapi meningkat dengan sangat cepat.
Baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi ataupun penyebarannya ke daerah geografis yang baru (re-emerging infectious disease).
Legionnaire (Legionnaires disease) adalah penyakit infeksi bakteri akut yang bersifat new emerging diseases. Secara keseluruhan baru dikenal 20 spesies dan penyebab Legionnaire adalah Legionella pneumophila.
Advertisement