Sukses

Kasus Meninggal Saat Lari Cukup Bikin Gregetan Dokter Olahraga

Dokter olahraga selalu gregetan tiap mendengar ada kasus meninggal saat lari

Liputan6.com, Jakarta - Mendengar ada pelari yang meninggal dunia saat mengikuti lomba lari diakui dr Antonius Andi Kurniawan SpKO cukup membuat dokter dari spesialis kedokteran olahraga gregetan.

Andi bilang bagi dokter yang berfokus menangani dunia olahraga, satu kasus itu 'banyak banget' apalagi sampai ada yang meninggal dunia.

Sebenarnya, kata Andi, kasus-kasus seperti itu seharusnya menjadi cerminan bagi siapa saja yang mau terjun ke dunia lari. Ada hal-hal yang sebaiknya diperhatikan sebelum ikut lomba lari.

"Saya sendiri finish Tokyo Marathon itu di 2018, tapi saya lari dari 2012. Saya background-nya adalah basket, lalu saya coba lari," kata pria yang berpraktik di Sport Medicine, Injury, and Recovery Center (SMIRC) Rumah Sakit Pondok Indah.

Sebelum sampai di tahap Tokyo Marathon, Andi terlebih dahulu mengikuti race jarak dekat,"5K beberapa kali, baru 10K beberapa kali, baru 21K. Itu dari 2012 sampai 2018. Baru setelah itu 42K (jarak lari maraton)."

Namun, akhir-akhir ini, banyak pelari 'amatiran' yang baru terjun beberapa bulan tapi sudah nekat ikut lari jarak jauh. Banyak yang baru lari sejak pandemi COVID-19, tapi sudah finish maraton sekarang. 

Hal itu yang membuat Andi bertanya-tanya, kapan orang-orang itu latihan? Bagaimana latihannya? Pernah kena COVID-19 berapa kali? 

"Kan ada yang kena dua kali, tiga kali, bahkan empat kali," kata Andi dalam diskusi Kenali Cedera yang Biasa Dialami Pegiat Lari di Jakarta pada Rabu, 7 September 2022.

"Kita juga enggak tahu D-dimer-nya seperti apa dan segala macamnya," Andi menambahkan.

 

 

2 dari 4 halaman

Batal Ikut Maraton di Chicago

Dilanjutkan Andi bahwa sebenarnya dia akan mengikuti maraton di Chicago (Chicago Marathon) pada 2020 tapi batal karena pandemi COVID-19. 

Meski di 2021 dan 2022 hal tersebut bisa dilakukan tapi Andi merasa belum siap lantaran selama pandemi berat badannya naik lima sampai delapan kilogram. 

"Kalau saya bukan dokter olahraga mungkin saya akan berangkat, saya akan memaksakan diri," ujarnya.

"Euforia setelah (pandemi) COVID-19 yang enggak ada race sama sekali membuat orang jadi memaksakan diri sekarang," Andi menambahkan.

Bedanya Atlet Rekreasi (Recreational Athlete) dengan Pelari Rekreasi (Recreational Runners)

Dalam kesempatan tersebut, Andi menjelaskan bedanya recreational athlete dengan recreational runners. 

Recreational athlete, kata Andi, adalah seseorang yang aktif secara fisik tetapi tidak berlatih untuk kompetisi di tingkat intensitas dan fokus yang sama dengan atlet profesional.

"Sebenarnya, yang membedakan teman-teman pelari di luar sana itu. Mereka itu pekerjaannya bukan atlet. Kalau kita bicara atlet lari, ya, latihan - tidur - makan - latihan - tidur - makan. Mereka berfokus pada itu," katanya.

"Sementara yang di luar itu, mereka kerja, punya anak, mereka ada yang ibu rumah tangga, ada yang meeting, dan segala macam, kadang-kadang pulangnya malam tapi mereka bergaya seolah-olah seorang atlet," Andi menambahkan.

Memang ada dari segelintir kelompok itu yang berlatih di bawah bimbingan seorang pelatih. Mereka memeroleh rencana latihan (training plan) harus lari berapa kilo dalam seminggu, dan akhirnya yang terjadi seperti itu.

"Perlu diingat bahwa secara fisik tidak dilatih untuk kompetitif, tentu saja berbeda," katanya.

"Selain itu, recreational runners, larinya minimum satu sampai tiga kali seminggu setidaknya sudah enam bulan. Beda banget antara pelari rekreasi dengan atlet profesional," Andi menekankan.

 

3 dari 4 halaman

Tentang Olahraga Lari

Andi kemudian mengatakan bahwa berdasarkan jurnal internasional Public Health 2020 menyebut olahraga lari sebagai salah satu kegiatan olahraga paling populer di dunia dalam hal partisipasi. 

Saat menjelaskan hal tersebut, Andi memerlihatkan dua gambar yang merupakan situasi dari New York City Marathon pada 1970 dan 2019 yang terlihat sekali perbedaannya. 

"Buktinya, di 1970 pesertanya sedikit dan 2019 ramai banget, sudah berubah, kayak cendol," katanya.

Andi juga mengatakan bahwa telah terjadi pergesaran makna ajang lari maraton dari tahun ke tahun. Yang semula disebut Eliter Sport Event beruah menjadi Mass Recreational Leisure Event. 

"Tadinya disebut elite sports event karena yang ikut hanya yang elite, yang benar-benar berlari untuk latihan maraton," katanya. 

"Kemudian berubah menjadi mass recreational leisure event, jadi, mereka itu winning (menang) enggak penting, yang penting bisa finish. Fenomena lari saat ini benar-benar mengalami pergeseran," Andi menambahkan.

Dia tidak memungkiri bahwa salah satu dari pandemi COVID-19 membuat seseorang menjadi rajin minum vitamin, berjemur, dan mencoba untuk berolahraga, salah satunya lari, dengan tujuan meningkatkan imunitas tubuh. 

Namun, kata Andi, permasalahan yang terjadi adalah orang tersebut tidak mengetahui tentang kondisi tubuhnya sendiri. 

"Bagaimana dia harus memulai lari untuk benar-benar finish maraton, itu mereka enggak tahu," katanya.

"Baru mencoba 2K, besok sudah 5K, besok maunya 10K," Andi menekankan.

 

4 dari 4 halaman

Persiapan Sebelum Kompetisi Lari

Andi lalu mengatakan ketika ada yang bertanya kepadanya bagaimana persiapan sebelum ikut lomba lari, jawaban yang akan dilontarkan Andi hanya satu:

"Tanyakan kepada diri kamu sendiri sebelum lari, sebelum latihan, sebelum interval, sebelum long run, apapun itu adalah Are you fit enough?," katanya.

Memang seorang pelatih akan menyusun jadwal untuk kliennya dengan sebaik mungkin. Hari ini jadwal dari pelatih mungkin 10K, dengan kecepatan sekian, untuk maraton yang akan berlangsung satu bulan lagi. 

Namun, ada satu hal yang kerap dilupakan, mereka tidak pernah menanyakan ke diri sendiri bagaimana kondisinya saat itu. 

"Tanya ke diri sendiri 'Gue lagi fit enggak sih? Gue kemarin meeting sampai jam 11, sampai rumah jam 12, dan kurang tidur. Jadi, ini yang sering tidak ditanyakan," kata Andi.

Andi pun menyiapkan satu quote untuk pelari dalam mengambil keputusan yang sangat pemberani dan keren saat dia memutuskan tidak belari ketika dirinya sedang tidak sehat.

One of the Bravest Decisions any runners has to make is : 

"Ini sebenarnya keputusan yang sulit juga buat pelari, Not to run if they have been unwell," katanya.