Sukses

Selain Droplet dan Kontak Kulit, Cacar Monyet Juga Bisa Menular Lewat Pakaian Pasien

Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Hanny Nilasari, SpKK menjelaskan cara penularan cacar monyet.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Hanny Nilasari, SpKK menjelaskan cara penularan cacar monyet. Ada beberapa cara penularan virus monkeypox. Pertama, melalui droplet atau percikan ludah dari orang yang terkonfirmasi cacar monyet.

“Dropletnya itu tidak begitu mudah bertransmisi seperti virus yang menyerang organ respiratori bagian atas. Jadi, memang dinyatakan di beberapa kepustakaan bahwa harus kontak yang sangat erat dan intens. Penularan terjadi jika kontaknya sangat erat dan intens dalam waktu lama,” ujar Hanny dalam bincang virtual di Instagram Ikatan Dokter Indonesia belum lama ini.

Kedua, melalui kontak erat dengan kulit. Jika ada kontak yang sangat erat dari kulit orang yang terkonfirmasi maka hal ini juga berpotensi menularkan virus pada orang lain.

“Kemudian ternyata dari beberapa laporan disebutkan bahwa transmisi juga dimungkinkan dari kain yang dikenakan pasien. Misalnya dari baju, dari sprei walaupun transmisi ini sangat rendah.”

“Memang penting bagi tenaga kesehatan terutama dokter untuk mengetahui transmisinya,” tambah Hanny.

Soal gejala pada cacar monyet, Hanny mengatakan hampir mirip dengan manifestasi dengan infeksi virus yang lain. Gejala yang paling utama adalah demam. Berdasarkan data, sekitar 62 persen dari semua kasus mengalami demam.

“Tapi hati-hati, ini berarti 38 persennya tidak menunjukkan gejala demam. Ini diikuti gejala lainnya seperti lemas, nyeri otot, dan sakit kepala.”

2 dari 4 halaman

Manifestasi Kulit

Gejala-gejala cacar monyet di atas kemudian diikuti juga dengan manifestasi kulit. Umumnya dimulai dengan ruam kemerahan, kemudian ada lentingnya dan seperti berisi nanah.

Gejala yang juga biasa disebut lesi bisa terasa nyeri ketika diberi tekanan ringan. Penyebaran lesi ini sentrifugal, awalnya ada di wajah kemudian menyebar ke arah lengan, telapak tangan, telapak kaki. Bisa juga ditemukan di mukosa selain di kulit. Bisa di mukosa mata, mulut, oral, dan mukosa genital.

Gejala ini juga ditemukan pada kasus pertama cacar monyet di Indonesia yang diumumkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada Sabtu 20 Agustus 2022.

Kasus pertama terjadi pada pria usia 27 asal DKI Jakarta. Pria tersebut memiliki riwayat bepergian ke luar negeri diantaranya ke Belanda, Prancis, Swiss, Belgia.

Ia tiba di Jakarta pada 8 Agustus 2022. Lalu, gejala baru muncul pada 14 Agustus yakni demam. Kemudian, 16 Agustus mulai muncul ruam atau lesi di telapak tangan, kaki, dan di sekitar alat genitalia.

“Gejalanya demam, ruam di telapak tangan, kaki dan di sekitar alat genital. Gejalanya ringan dan pasien tidak perlu rawat inap,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril saat itu.

3 dari 4 halaman

Isolasi Cacar Monyet

Pasien tersebut mengalami gejala ringan sehingga hanya menjalani isolasi mandiri di tempat tinggalnya. Menurut Syahril, pasien cacar monyet tidak memerlukan ruang isolasi layaknya pasien COVID-19.

“Memang sama-sama ruang isolasi tapi kalau COVID-19 kan harus bertekanan negatif, nah kalau cacar monyet tidak perlu bertekanan negatif ruang isolasinya.”

Hal ini kemudian mendapat tanggapan dari ahli epidemiologi Dicky Budiman. Menurutnya, isolasi pada kasus-kasus pertama sebaiknya tidak dilakukan secara mandiri di rumah.

 “Kalau dalam pandangan saya, mumpung kasusnya belum banyak jadi isolasi atau karantinanya jangan mandiri karena terlalu berisiko,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara ditulis Sabtu (27/8/2022).

“Satu, kita belum tahu literasi pasien, keluarga, atau orang terdekatnya untuk mencegah potensi penularan seperti apa. Ketaatan terhadap isolasi yang hingga tiga minggu juga menjadi tantangan tersendiri selain bicara soal memantau kesehatan mereka,” tambahnya.

Jadi, lanjut Dicky, mumpung kasusnya belum banyak, maka sebaiknya tempat isolasi pasien cacar monyet difasilitasi oleh pemerintah.

4 dari 4 halaman

Pengamatan Lebih Dalam

Dengan isolasi yang difasilitasi, setidaknya di bulan pertama para ahli bisa mengamati strain atau varian virus yang ada di Indonesia. Serta mengetahui bagaimana memberikan edukasi pada kasus selanjutnya dalam konteks Indonesia untuk meminimalisasi penularan.

 “Jadi satu bulan ke depan ini menjadi masa yang krusial untuk kita pantau dan juga menjadi pembelajaran untuk kasus monkeypox berikutnya, apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dalam konteks Indonesia,” ujar ahli dari Griffith University Australia itu.

Berbagai literasi terkait penanganan cacar monyet perlu diketahui dalam konteks Indonesia lantaran sejauh ini masyarakat dan pemerintah baru mengetahui penanganannya dalam konteks negara lain.

“Kita kan tahunya sekarang ini dalam konteks text book, dalam kasus di negara lain. Walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan, tapi kita harus punya data yang kuat dalam bentuk studi dan pengamatan yang dilakukan di Indonesia.”

Isolasi atau karantina pasien monkeypox tak perlu dilakukan dalam waktu lama seperti COVID-19, lanjut Dicky. Ini bisa dilakukan di satu bulan pertama atau pada kasus pertama hingga kasus 10 saja.

“Sesuai kesanggupan pemerintah. Ini akan sangat bermanfaat karena dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa pasien monkeypox memang bisa sembuh, bahkan bisa sembuh sendiri dan hanya sebagian kecil yang berisiko gejala berat khususnya pada orang dengan imunokompromais.”

Indonesia juga perlu menemukan strategi terapi yang tepat. Dengan isolasi yang difasilitasi pemerintah maka ahli dapat menemukan strategi terapi monkeypox yang lebih kuat dalam konteks Indonesia.