Sukses

COVID-19 RI Kian Melandai, Mungkinkah Vaksinasi Tak Lagi Wajib?

Kasus COVID-19 di Indonesia terus melandai, kewajiban vaksinasi akan lanjut atau tidak?

Liputan6.com, Jakarta Perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia kian melandai. Sebagaimana data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, tren kasus konfirmasi positif sampai kasus aktif nasional terus menurun dalam tiga bulan ini.

Melihat kondisi tersebut, mungkinkah vaksinasi COVID-19 tak lagi wajib nantinya? Menurut Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril, vaksinasi termasuk salah satu cara mengendalikan pandemi COVID-19 di Tanah Air.

Berkat vaksinasi, kekebalan atau imunitas masyarakat terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dapat terbentuk. Upaya ini memberikan perlindungan tatkala virus Corona masuk ke dalam tubuh, sehingga bila terinfeksi COVID-19, gejala yang ditimbulkan ringan.

"Kalau COVID-19 sudah melandai, vaksinasi diteruskan atau tidak? Sekarang, prinsipnya adalah vaksinasi itu upaya untuk mencegah infeksi pada penyakit-penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan vaksinasi atau imunisasi, termasuk COVID-19," ujar Syahril saat Press Conference: Perkembangan Kasus COVID-19, Hepatitis Akut dan Cacar Monyet yang disiarkan dari Gedung Kemenkes RI Jakarta, ditulis Selasa (20/9/2022).

"Tentu saja, untuk program Pemerintah saat ini adalah (pemberian) vaksin dosis pertama, vaksin dosis kedua, dan vaksin dosis ketiga atau booster pertama untuk masyarakat. Tapi memang booster kita naiknya tidak cepat seperti pada awal-awal bulan Maret 2022."

Berdasarkan data Vaksinasi COVID-19 Kemenkes per 20 September 2022 pukul 11.31 WIB, cakupan vaksinasi dosis 1 di angka 87,09 persen, dosis 2 di angka 72,86 persen, dosis 3 atau booster pertama di angka 26,75 persen, serta dosis 4 atau booster kedua tenaga kesehatan di angka 38,09 persen.

 

2 dari 4 halaman

Lihat Perkembangan Vaksinasi

Mohammad Syahril melanjutkan, prioritas Pemerintah, dalam hal ini juga Kemenkes, yakni mengejar cakupan vaksinasi booster. Persoalan apakah keberlanjutan vaksinasi masih berlanjut atau tidak, hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan melihat perkembangan COVID-19 dan vaksinasi.

"Tentu saja, ini menjadi prioritas kita saat ini, Pemerintah buat mengejar vaksin dosis 1, dosis 2, dan booster. Untuk selanjutnya, kita akan melihat perkembangan ya," katanya.

"Kalau memang (kasus COVID-19) sudah menandai betul ya apa masih perlu vaksinasi? Ya, kita lihat nanti. Mudah-mudahan, kita akan mengambil jalan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. Jangan sampai prioritas yang kita buat malah belum tercapai target (target vaksinasi) dan menjadi beban bagi kita nanti."

Pemerintah menargetkan cakupan vaksinasi booster nasional tercapai 30 persen dalam waktu dekat. Target ini diharapkan dapat didongkrak dengan adanya kewajiban vaksin booster sebagai syarat perjalanan dan beraktivitas di fasilitas publik.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito pada konferensi pers beberapa waktu lalu. Bagi masyarakat yang belum mendapatkan vaksin booster dapat mendatangi sentra vaksinasi COVID-19 terdekat.

"Masyarakat perlu mendukung target Pemerintah, yaitu mencapai cakupan minimal setidaknya 30 persen (vaksinasi booster) dalam waktu dekat," ujar Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Sabtu (16/7/2022).

3 dari 4 halaman

Kombinasi Lindungi dari COVID-19

Situasi pandemi global, ancaman yang berasal dari sifat alamiah virus masih dapat terus terjadi. Oleh karena itu, sudah saatnya perilaku adaptif dengan menanamkan protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasi digencarkan.

“Maka dari itu vaksinasi harus segera dilengkapi mulai dari vaksin dosis pertama, kedua dan booster serta protokol kesehatan seperti memakai masker harus diterapkan," terang Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia, Iris Rengganis pada talkshow di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada 15 Agustus 2022.

"Kemudian, segera lengkapi vaksin COVID-19. Sebab, vaksinasi masih menjadi upaya untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan di rumah sakit.”

Iris juga menegaskan, bahwa memakai masker masih tetap relevan dan tak bisa di tawar-tawar. Karena masker masih menjadi pelindung nomor satu, selain vaksinasi.

"Apalagi saat ini, kita masih dalam masa transisi dan belum memasuki fase endemi. Siapapun masih berpotensi ter-reinfeksi kembali, sehingga jangan pernah mengendorkan protokol kesehatan," tegasnya.

“Tetapi COVID-19 ini jangan cepat-cepat dianggap endemi, kita masih di masa pandemi. Memang kita menuju endemi, sementara kita memenuhi standar protokol kesehatan harus dipakai, vaksin dan masker itu kombinasi yang harus dijalankan.”

4 dari 4 halaman

Rencana Vaksin Berbayar

Terkait vaksinasi, Pemerintah juga berencana adanya vaksin COVID-19 berbayar. Rencana ini sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin.

Mantan Wakil Menteri BUMN ini sedang mempertimbangkan vaksin COVID-19 berbayar pada tahun 2023.

Vaksin COVID-19 berbayar yang direncanakan ini akan dibuka melalui mekanisme pasar dengan menyasar kelompok non Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Sementara itu pada kelompok PBI, ada pertimbangan vaksin COVID-19 pada tahun 2023 akan disokong melalui mekanisme BPJS Kesehatan. Dalam hal ini, vaksin COVID-19 untuk kelompok PBI bersifat gratis dan ditanggung BPJS Kesehatan.

"Kami sudah menghitung bahwa anggaran kesehatan nanti akan kembali ke rutin. Jadi, begitu tahun depan, kami rasa vaksinasinya ya, rencana kita yang PBI nanti akan disupport (didukung) oleh pemerintah, bisa melalui mekanisme BPJS Kesehatan," ungkap Budi Gunadi saat Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023 beberapa hari lalu.

"Yang non-PBI, kita buka ke mekanisme pasar (berbayar) karena jumlah vaksin yang tersedia juga sudah banyak."