Sukses

Tak Semua Pasien Cacar Monyet Butuh Antivirus Seperti Cidofovir

Kurang dari 5 persen pasien cacar monyet yang butuh obat antivirus seperti Cidofovir.

Liputan6.com, Jakarta Tidak semua pasien terkonfirmasi cacar monyet (monkeypox) rupanya membutuhkan obat antivirus seperti Cidofovir. Cidofovir telah terbukti efektif melawan orthopoxviruses, termasuk virus Monkeypox dalam penelitian in vitro dan hewan.

Dokter spesialis penyakit dalam Robert Sinto menjelaskan, kurang dari 5 persen pasien monkeypox yang membutuhkan antivirus sebagai obat cacar monyet. Data ini dari sejumlah penelitian di luar negeri.

"Tidak semua pasien yang terdiagnosis (cacar monyet) sebetulnya membutuhkan antivirus. Kalau data penelitian di luar negeri, dari data-data yang dikumpulkan, itu hanya kurang dari 5 persen pasien yang terdiagnosis yang akhirnya membutuhkan antivirus," jelas Robert menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Press Conference: Perkembangan Kasus COVID-19, Hepatitis Akut dan Cacar Monyet, ditulis Rabu (21/9/2022).

"Mereka yang butuh antivirus, pertama, kelompok yang berisiko tinggi untuk menjadi berat gejalanya. Contohnya, pasien immunocompromised (gangguan imun)."

Pada banyak kasus monkeypox di luar negeri yang berasal dari penderita HIV, Robert juga menegaskan, tidak semuanya pasien membutuhkan antivirus. Hanya pasien HIV yang terinfeksi monkeypox dengan CD4 rendah dapat menerima antivirus.

CD4 adalah sel bagian dari sistem imun. Pada pasien HIV, kadar CD4 dalam sistem imun dapat menurun.

"Sekali lagi, saya tegaskan, tidak semua pasien HIV itu immunocompromised. Jadi pasien HIV yang CD4-nya rendah (butuh antivirus monkeypox)," beber Robert dalam konferensi yang disiarkan dari Gedung Kemenkes Jakarta.

2 dari 4 halaman

Perburukan Lesi dan Populasi Rentan

Kelompok kedua sasaran antivirus, menurut Robert Sinto, ditujukan kepada pasien cacar monyet dengan area lesi (bintil-bintil cacar) yang dapat berakibat fatal. Risiko yang ditimbulkan pun dapat menjadi berat.

"Lokasi-lokasi lesinya sangat signifikan yang bisa menimbulkan kecacatan. Misalnya, pada area mata, kemudian perianal yang dapat mengakibatkan nyeri pada anus yang berlebihan gitu ya, sehingga risiko (muncul lesi) menjadi berat," terangnya.

Pada kelompok ketiga adalah pasien cacar monyet dengan lesi yang sudah tampak perburukan sejak awal. Selanjutnya, kelompok keempat adalah populasi rentan seperti lansia, anak-anak, dan wanita hamil.

"Untuk yang lesi perburukan, misalnya perdarahan. Jadi, lesi-lesi hemoragik (perdarahan akibat pecahnya lesi) pada cacar monyet. Kemudian yang populasi rentan, kalau nanti memang ditemukan obat yang aman buat wanita hamil bisa digunakan," lanjut Robert.

"Jadi, hanya kelompok restriksi kecil saja yang butuh antivirus sehingga tidak adanya antivirus sebenarnya tidak menjadi satu halangan untuk kita bisa mendapatkan kesembuhan pasien monkeypox."

3 dari 4 halaman

Cegah Kematian Akibat Monkeypox

Adanya obat antivirus untuk cacar monyet dapat mencegah kematian. Gejala cacar monyet dapat berkurang.

"Dengan adanya pilihan antivirus, mudah-mudahan secara bijak kita gunakan untuk kelompok risiko tinggi perburukan sehingga dapat mencegah fatalitas (kematian) kasus," Robert Sinto menegaskan.

Berdasarkan penelitian berjudul, Clinical characteristics of ambulatory and hospitalised patients with monkeypox virus infection: an observational cohort study yang terbit pada 23 Agustus 2022, pemberian antibiotik menyasar pada pasien positif cacar monyet. Cidofovir diberikan secara injeksi.

Cidofovir -- yang juga dikenal sebagai Vistide -- adalah obat antivirus yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS untuk pengobatan retinitis sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Retinitis sitomegalovirus adalah peradangan yang terjadi pada retina mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Penggunaan Cidofovir untuk cacar monyet telah diperluas (expanded access) oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat.

4 dari 4 halaman

Gejala dan Komplikasi Cacar Monyet

Disebutkan pula pada jurnal yang terbit di Clinical Microbiology and Infection, kejadian kasus cacar monyet disebabkan adanya penularan virus Monkeypox melalui kontak seksual. Gejala lesi paling sering memengaruhi daerah anal dan perineum.

Perineum adalah area di antara otot vagina dan anus yang menghubungkan otot dasar panggul (pelvic floor). Studi juga menunjukkan, komplikasi parah meliputi paronychia, lesi dermatologis superinfeksi, gangguan pencernaan dan anal, selulitis, lesi okular, angina (jenis nyeri dada), dan disfagia.

Paronychia adalah infeksi jaringan yang berdekatan dengan kuku, paling sering kuku tangan. Disfagia adalah kondisi yang menyebabkan penderitanya sulit menelan. 

Ditegaskan oleh peneliti, studi di atas membutuhkan penelitian lebih lanjut, termasuk uji coba multisentris dan tindak lanjut yang lebih lama diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko komplikasi cacar monyet yang parah dan mengembangkan pendekatan manajemen, yakni dukungan spesialis dari berbagai disiplin ilmu kedokteran.