Liputan6.com, Montreal Sertifikat Vaksinasi COVID-19 lintas negara membuat pelaku perjalanan bisa bepergian dengan mudah dan nyaman. Verifikasi sertifikat ini diusung melalui Presidensi G20 Indonesia dalam Health Working Group (HWG).
Staf Ahli Menteri bidang Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Setiaji mengungkapkan tercapainya kesepakatan penerapan 'Federated Public Trust Directory' sebagai validasi Sertifikat Vaksinasi COVID-19 lintas negara, khususnya di negara-negara G20.
Baca Juga
'Federated Public Trust Directory' merupakan sebuah kerangka kerja global yang menyatukan infrastruktur untuk verifikasi otentisitas di seluruh jaringan global tepercaya.
Advertisement
Kerangka kerja global ini dikembangkan oleh Indonesia bersama dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), World Health Organization (WHO), Global Digital Health Partnership (GDHP). Kerangka kerja ini turut didukung oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
“Targetnya inisiatif ini diterapkan di tiap gerbang (pintu masuk) kedatangan negara-negara untuk mempermudah verifikasi Sertifikat Vaksinasi COVID-19. Sehingga perjalanan luar negeri antar negara jadi lebih aman dan nyaman,” ungkap Setiaji saat menghadiri forum global 'Seventeenth Symposium and Exhibition on International Civil Aviation Organization Traveller Identification Programme (ICAO TRIP) di Montreal, Kanada baru-baru ini.
Pada forum global di Montreal, Indonesia diwakilkan oleh Setiaji memenuhi undangan sebagai instansi pemerintah. Kemenkes diundang pada forum internasional itu yang dihadiri oleh 197 negara.
Undangan tersebut dikarenakan berbagai inisiatif dan terobosan yang telah didorong Indonesia dalam gelaran G20 Health Working Group 2022. Salah satunya, kesepakatan integrasi Sertifikat Vaksinasi COVID-19 lintas negara.
Harmonisasi Verifikasi Sertifikat Vaksinasi
Sebelum adanya validasi Sertifikat Vaksinasi COVID-19 yang diusung Indonesia dalam Presidensi G20, setiap negara di dunia mempunyai sistem verifikasi yang berbeda-beda. Akibatnya, kondisi ini membuat pelaku perjalanan bingung untuk bepergian dari satu negara ke negara lain.
“Selama ini, negara-negara G20 global masih menghadapi tantangan jaringan global tepercaya dengan sistem yang berbeda-beda,” terang Setiaji melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
Jaringan global tepercaya yang dimaksud, di antaranya ada International Air Transport Association (IATA), ICAO, EU Green Certificates, Common Trust Network, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri, terutama dalam mengenali kode sertifikat vaksinasi pada orang yang melakukan perjalanan antar negara dengan sistem yang berbeda.
Seperti diketahui, dalam Presidensi G20 Indonesia, G20 Health Working Group memiliki tiga agenda prioritas yaitu Harmonizing Global Health Protocol Standards, Building Global Health Resilience, dan Expanding Global Manufacturing and Research Hub.
Pada agenda 1st Health Working Group, diupayakan untuk tercapai kesepakatan interoperabilitas global untuk Sertifikat Vaksinasi COVID-19.
"Untuk itulah, inisiatif 'Federated Public Trust Directory diusulkan sehingga jaringan-jaringan dapat saling terharmonisasi untuk memverifikasi sertifikat vaksinasi atau dokumen kesehatan lainnya, yang difasilitasi oleh WHO dan organisasi internasional lainnya termasuk Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Global Digital Health Partnership (GDHP), dan ICAO,” papar Setiaji.
Advertisement
Saling Pengakuan Sertifikat Vaksinasi
Masyarakat Indonesia telah merasakan manfaat dan kemudahan dengan penerbitan Sertifikat Vaksinasi COVID-19 format WHO dan Uni Eropa (European Union/EU) melalui aplikasi PeduliLindungi. Hal itu dilakukan dengan menerapkan integrasi, interoperabilitas, dan saling pengakuan atas Sertifikat Vaksinasi melalui WHO DIVOC dan EU Hub Standards.
Jika melalui WHO DIVOC, verifikasi dilakukan menggunakan skema public key yang disimpan pada format JavaScript Object Notation (JSON). Dikembangkan menggunakan arsitektur layanan mikro dengan API yang bisa diakses oleh publik (Open API) yang dapat diimplementasikan secara on-premise maupun melalui komputasi awan.
Mekanisme verifikasi yang sama juga diterapkan pada sertifikat terstandar Uni Eropa (EU Hub Standards) dan dapat diverifikasi di seluruh negara Uni Eropa maupun 68 negara lainnya.
“Kami harap yang kami sampaikan di 'ICAO TRIP Symposium and Exhibition' ini terkait hasil dari G20 1st Health Working Group tahun 2022 serta pengimplementasian WHO DIVOC dan EU Hub Standards di Indonesia dapat menjadi pembelajaran untuk diterapkan lebih luas lagi di masa depan,” tutup Setiaji yang juga Chief of Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes RI.
Mirip dengan Data Paspor
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menjamin keamanan data pada Sertifikat Vaksinasi COVID-19 untuk lintas negara, khususnya negara-negara G20. Sertifikat Vaksinasi COVID-19 digunakan sebagai standar protokol kesehatan global.
"Keamanan data Sertifikat Vaksinasi ini sangat mirip dengan data paspor. kami membuat dalam barcode atau QR Code. Keamanannya ya pada dasarnya sama. Kami hanya mengubah barcode menjadi QR Code," terang Budi Gunadi saat Press Conference The 3rd G20 Health Working Group di Hilton Resort, Nusa Dua Bali pada Senin, 22 Agustus 2022.
"Soal bagaimana keamanan data di barcode Anda atau QR Code Anda itu ya sama. Informasi yang dicatat dalam barcode adalah informasi yang dicatat juga dalam QR Code. Keamanannya dijamin dengan protokol keamanan tertentu dan dijamin oleh masing-masing negara."
Adanya Sertifikat Vaksinasi COVID-19 juga bertujuan menstandardisasi atau menyelaraskan standar protokol kesehatan global. Hal ini belajar dari pandemi COVID-19, bahwa ketika lockdown di berbagai negara terjadi, terjadi pembatasan mobilitas bahkan mobilitas dalam pasokan makanan dan obat-obatan terhenti.
"Kita menyadari selama pandemi biasanya lockdown yang berdampak terhadap pergerakan orang dan pergerakan makanan. Karena pergerakan orang akan membawa virus ke bagian lain dari dunia. Jadi, ketika kita lockdown itu menghentikan pergerakan ekonomi dan itu juga berbahaya," lanjut Budi Gunadi.
Advertisement