Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 disebut-sebut akan segera berakhir. Salah satu yang mengatakan demikian adalah Organisasi Kesehatan Duni (WHO) pada 14 September lalu.
Terkait hal ini, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr. CSP Wekadigunawan, Phd memberi tanggapan.
Baca Juga
Menurutnya, endemi sendiri adalah situasi di mana keadaan penyakit sudah dapat diprediksi dan kasus-kasus yang terjadi tidak menimbulkan kematian atau masalah yang berarti.
Advertisement
“Jadi bukan berarti kasus COVID-19 tidak ada lagi, kasusnya masih ada tapi berada dalam situasi yang dapat dikontrol,” kata wanita yang akrab disapa Weka dalam workshop virtual bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Danone, Rabu (21/9/2022).
Menurut data COVID-19 pada 20 September 2022, kasus-kasus di Indonesia sudah menurun termasuk kasus barunya.
“InshaAllah kita sedang berada dalam transisi pandemi COVID-19 ini untuk menjadi endemi.”
Untuk menjadi endemi, ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi terlebih dahulu terkait kasus COVID-19. Syarat-syaratnya termasuk:
- Tingkat penularan menurun menjadi kurang dari satu per 100.000 penduduk.
- Angka positivity rate kurang dari 5 persen.
- Tingkat perawatan di rumah sakit juga kurang dari 5 persen.
- Case fatality rate kurang dari 3 persen.
- Penularan sudah bersifat lokal, tidak lagi antar daerah apalagi lintas negara, level siaga juga di level satu.
Sebelum COVID-19, ada penyakit lain yang menyerang dunia dan kini sudah dinyatakan sebagai endemi. Contoh penyakit-penyakit tersebut adalah malaria, poliomyelitis, tifus, kolera, dan campak.
Tantangan yang Akan Dihadapi
Jika pandemi COVID-19 benar-benar berakhir, maka bukan berarti tak ada tantangan di masa depan. Menurut Weka, beberapa tantangan di masa depan yang perlu dihadapi adalah:
- Double burden atau beban ganda, bahkan triple burden.
- New emerging diseases atau penyakit menular baru.
- Re-emerging diseases atau penyakit menular lama yang muncul kembali.
- Penyakit tidak menular atau non-communicable disease.
“Kita lihat SARS-Cov2 atau COVID-19 adalah new emerging diseases. Kalau contoh re-emerging diseases itu monkeypox. Penyakit tidak menular itu contohnya penyakit jantung, ginjal, stroke, kanker.”
“Kita tidak akan benar-benar bebas, kenapa? Kita hidup di dunia yang melibatkan interaksi antara manusia, binatang, dan lingkungan. Di masa depan kita bisa menghadapi penyakit-penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan.”
COVID-19 sendiri ditularkan oleh hewan. Dengan demikian, interaksi manusia dan hewan memang memiliki ancaman tersendiri. Baik hewan peliharaan, hewan ternak, maupun hewan liar.
“Kita tahu dulu ada chickenpox, ayam terkena cacar kemudian menular pada manusia. Nyaris 90 persen penyakit menular di dunia adalah zoonosis.”
Advertisement
Tetap Perlu PPKM
Terlepas dari berbagai tantangan yang akan dihadapi di masa depan, saat ini penurunan kasus COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia memicu timbulnya usulan untuk mengakhiri Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Terkait usulan ini, epidemiolog Dicky Budiman menyampaikan bahwa PPKM terbukti sangat efektif dalam turut mengendalikan COVID-19.
PPKM juga menjadi payung dalam intervensi test, tracing, treatment (3T) serta 5M yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
“Status PPKM ini sangat erat kaitannya dengan status emergensi dan kedaruratan ini sendiri. Situasi saat ini membaik? Iya. Indonesia on the track? Iya, progres sudah baik,” ujar Dicky melalui video singkat kepada Health Liputan6.com, Kamis malam (22/9/2022).
“Pesan penting dari Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah jelas, bahwa jangan sampai ini membuat euforia. Jangan sampai kita menghentikan upaya-upaya yang baik ini padahal belum mencapai finish,” tambahnya.
Situasi Masih Rawan
Dicky juga mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya sudah mengingatkan bahwa situasi masih rawan.
“Jadi saya tidak dalam posisi merekomendasikan PPKM dicabut. PPKM berlaku bukan berarti menghalangi upaya pemulihan kita, tetap bisa kita lakukan PPKM ini dalam level terendah.”
PPKM juga berguna untuk mengingatkan masyarakat bahkan pemerintah sendiri bahwa situasi masih rawan dan bisa menjadi lebih parah jika abai.
“Jadi, PPKM saya rekomendasikan tetap ada dengan level terendah, sembari kita manfaatkan ini momentum transisi mengarah pada upaya perilaku hidup bersih sehat. Serta upaya-upaya yang lebih adaptif untuk mencegah adanya wabah.”
Usulan pencabutan PPKM ini juga mendapat tanggapan dari Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.
Menurutnya, pemerintah saat ini belum ada rencana untuk menghentikan PPKM meski sekarang seluruh daerah di Indonesia masuk kategori Level 1.
"PPKM merupakan kebijakan yang menjaga kita sebagai masyarakat, apabila ke depannya terjadi kembali lonjakan kasus COVID-19," tegas Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Kamis, 22 September 2022.
Advertisement