Liputan6.com, Jakarta Kasus baru dan kematian akibat kanker di Indonesia meningkat sekitar 8,8 persen. Data ini diungkap oleh Global Burden of Cancer Study (Globocan) pada tahun 2018 dan 2020.
Bahkan, beban kanker global diperkirakan menjadi 28,4 juta kasus pada tahun 2040 atau naik 47 persen dari tahun 2020.
Baca Juga
Seiring dengan peningkatan kasus kanker baru, beban finansial juga memberikan dampak pada pasien, keluarga dan pemerintah.
Advertisement
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan pengobatan kanker sepanjang tahun 2018 mendekati Rp 3 triliun. Angka tersebut naik 30,43 persen dibandingkan dengan tahun 2016.
Tatalaksana kanker yang semakin kompleks membutuhkan kolaborasi berbagai bidang keilmuan untuk mencapai tujuan pengobatan kanker itu sendiri.
Sesuai panduan European Society for Medical Oncology (ESMO) dan American Society for Clinical Oncology (ASCO) yang merupakan pengampu pengobatan kanker dunia, pengobatan kanker saat ini meliputi:
- Pembedahan
- Kemoterapi
- Radioterapi hingga terapi paliatif
Pengobatan-pengobatan kanker yang disebutkan di atas bertujuan mempertahankan kualitas hidup pasien.
Keseluruhan pengobatan kanker ini membutuhkan tim multidisiplin dalam penatalaksanaannya. Anggota tim multidisiplin yang menjadi kunci dalam suksesnya pengobatan kanker terdiri dari tenaga kesehatan profesional dari berbagai disiplin ilmu. Mereka melakukan pertemuan rutin untuk membahas perkembangan pasien.
Sedangkan, pemerintah dalam menentukan kebijakan juga memiliki peran yang krusial. Penting untuk mensosialisasikan deteksi dini pada kanker agar pengobatan dapat dilakukan dengan tepat, lebih mudah, dan hemat biaya.
Upaya Kerja Sama dan Edukasi
Terkait kasus kanker yang meningkat di Indonesia, Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia Provinsi DKI Jakarta (PERHOMPEDIN Jaya) ikut turun tangan menanganinya.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggelar acara The Role of Internist in Cancer Management (ROICAM) sejak tahun 2012. Dalam ROICAM ke-9 tahun ini, perhimpunan tersebut mengusung tema Collaborative Cancer Management: From Primary to Tertiary Health Service.
Dalam kesempatan ini, para ahli Hematologi-Onkologi Medik yang tergabung dalam PERHOMPEDIN berkumpul. Mereka berkomitmen untuk membangun jembatan yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu dalam penatalaksanaan kanker di Indonesia melalui pendekatan multidisiplin.
Menurut ketua pelaksana acara, Dr. dr. Hilman Tadjoedin, SpPD, KHOM, ini adalah ajang untuk berbagi ilmu, memperluas jejaring. Serta memberikan gambaran akan pentingnya tim multidisiplin dalam tatalaksana kanker.
“Selain memperkuat kerja sama antar tenaga kesehatan, pada acara ini juga kami berharap ada berkolaborasi dengan segenap pemangku kepentingan terkait masalah kesehatan, termasuk pemerintah dan pihak swasta,” kata Hilman mengutip keterangan pers, Senin (3/10/2022).
Advertisement
Terkait Kanker Payudara
Selain menyampaikan edukasi kanker dalam seminar, perhimpunan ini juga sempat membagikan edukasi kanker. Salah satunya terkait kanker payudara.
Menurut PERHOMPEDIN, kanker payudara adalah:
- Kanker yang berasal dari sel-sel payudara yang tumbuh secara abnormal dan bertambah banyak membentuk benjolan atau tumor.
- Stadium paling dini kanker payudara adalah penyakit non-invasif (stadium 0) yang terbatas dalam saluran atau lobulus payudara dan belum menyebar ke jaringan payudara sehat (disebut karsinoma in situ). Kanker payudara invasif telah menyebar melewati saluran dan lobulus ke jaringan payudara normal, atau melampaui payudara ke kelenjar getah bening atau organ jauh (Stadium I-IV).
- Kanker payudara adalah penyebab kematian terkait kanker paling umum pada wanita dan terjadi paling sering pada wanita pascamenopause berusia lebih dari 50 tahun. Kanker payudara juga terjadi pada pria tetapi sangat jarang, meliputi sekitar 1 persen dari semua kasus kanker payudara.
Gejala dan Pilihan Terapi
Gejala kanker payudara meliputi:
- Gejala paling umum adalah perubahan payudara seperti adanya benjolan, perubahan pada puting, cairan dari puting, atau perubahan pada kulit payudara.
- Pemeriksaan awal kanker payudara dimulai dengan pemeriksaan fisik, mamografis, dan ultasonografi. Pada sebagian kasus, magnetic resonance imaging (MRI) payudara juga akan dilakukan. Bila ditemukan tumor, akan dilakukan biopsi untuk mengevaluasi kanker sebelum terapi direncanakan.
Sedangkan, pilihan terapinya tergantung pada hal-hal berikut:
- Tata laksana kanker payudara bergantung pada seberapa lanjut stadium kanker (Stadium 0-IV) dan jenis kanker yang ada.
- Operasi, radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, dan terapi target digunakan dalam tata laksana kanker payudara.
- Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening dan apakah tumor telah menyebar ke luar payudara dan kelenjar getah bening ke bagian tubuh lain. Informasi ini digunakan untuk menentukan tata laksana terbaik.
- Keberadaan penanda biologis termasuk reseptor hormon juga membantu menentukan terapi yang akan diberikan.
Advertisement