Badan kesehatan dunia (WHO) menyerukan agar sunat perempuan dihentikan karena dianggap bisa berbahaya bagi kesehatan reproduksi wanita.
Pelarangan sunat perempuan menjadi polemik terutama di banyak negara seperti Afrika dan Timur Tengah, bagaimana dengan praktik sunat perempuan di Indonesia?
Sunat biasanya dilakukan pada anak laki-laki tapi di beberapa wilayah di tanah air praktik sunat juga dilakukan terhadap perempuan. Berbagai alasan dan tata cara yang berbeda dilakukan sesuai adat istiadat dan kebiasaan ataupun perintah agama.
Setidaknya dalam 7 tahun terakhir sunat perempuan menjadi polemik di dunia kesehatan karena dianggap bisa membahayakan bahkan menelan korban jiwa. Khususnya sunat berbentuk mutilasi kelamin perempuan seperti yang terjadi di negara-negara Afrika dan Timur Tengah dengan tujuan mengendalikan libido.
Kementerian kesehatan sendiri sudah mengatur tentang tata cara sunat perempuan dalam Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan.
Dalam PMK yang ditandatangani mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pada 15 November 2010, disebutkan definisi sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris.
Sunat perempuan juga hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan, dokter spesialis, bidan, perawat atau mantri yang memiliki keterampilan dan kewengangan untuk melakukan upaya kesehatan dan telah memiliki surat izin praktik sesuai dengan perundang-undangan. Tenaga kesehatan itu pun diutamakan yang berjenis kelamin perempuan.
Kenyataannya di lapangan praktik sunat perempuan tetap banyak dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan yang berwengang. Masyarakat banyak yang menggunakan jasa dukun sunat tradisional.
Menurut Sekjen Komnas Anak Indonesia Samsul Ridwan bila orangtua berkeras melakukan sunat terhadap anak perempuannya maka itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan betul-betul mempertimbangkan kepentingan sang anak.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Amidhan, pada tahun 2008 pernah MUI mengeluarkan fatwa makrumah atau ibadah yang dianjurkan artinya dalam agama Islam sunat perempuan belum bersifat wajib.
"Berabad-abad di kalangan umat Islam tidak ada yang kasus yang merugikan dan membahayakan khitan perempuan itu. karena anjuran kita sesuai hadist Nabi karena menyayat pada bagian permukaan dan jangan berlebihan. Kalau secara medis membuka selaput yang menutupi klitoris," ujar KH Amidhan.
Pada akhirnya orangtualah yang harus bijak memutuskan pilihan yang terbaik bagi kesehatan dan masa depan sang buah hati.
Seperti dikutip dari Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat, Senin (11/2/2013) ketemtuan sunat perempuan diantaranya adalah:
1. Setiap pelaksanaan sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang disunat, orangtua dan atau walinya.
2. Pelaksanaan sunat perempuann dilakukan dengan syarat:
- di ruangan yang bersih
- tempat tidur atau meja tindakan yang bersih
- alat yang steril
- pencahayaan yang cukup
- ada air bersih yang mengalir.
3. Sunat perempuan tidak dapat dilakukan pada perempuan yang sedang menderita infeksi genitalia eksterna dan atau infeksi umum.
4. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan dengan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20 G - 22 G dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris.
5. Sunat perempuan dilarang dilakukan dengan cara:
- mengkauterisasi klitoris
-Â memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya
- memotong atau merusak labia minora, labia majora, hymen atau selaput dara dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. (Igw)
Pelarangan sunat perempuan menjadi polemik terutama di banyak negara seperti Afrika dan Timur Tengah, bagaimana dengan praktik sunat perempuan di Indonesia?
Sunat biasanya dilakukan pada anak laki-laki tapi di beberapa wilayah di tanah air praktik sunat juga dilakukan terhadap perempuan. Berbagai alasan dan tata cara yang berbeda dilakukan sesuai adat istiadat dan kebiasaan ataupun perintah agama.
Setidaknya dalam 7 tahun terakhir sunat perempuan menjadi polemik di dunia kesehatan karena dianggap bisa membahayakan bahkan menelan korban jiwa. Khususnya sunat berbentuk mutilasi kelamin perempuan seperti yang terjadi di negara-negara Afrika dan Timur Tengah dengan tujuan mengendalikan libido.
Kementerian kesehatan sendiri sudah mengatur tentang tata cara sunat perempuan dalam Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan.
Dalam PMK yang ditandatangani mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pada 15 November 2010, disebutkan definisi sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris.
Sunat perempuan juga hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan, dokter spesialis, bidan, perawat atau mantri yang memiliki keterampilan dan kewengangan untuk melakukan upaya kesehatan dan telah memiliki surat izin praktik sesuai dengan perundang-undangan. Tenaga kesehatan itu pun diutamakan yang berjenis kelamin perempuan.
Kenyataannya di lapangan praktik sunat perempuan tetap banyak dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan yang berwengang. Masyarakat banyak yang menggunakan jasa dukun sunat tradisional.
Menurut Sekjen Komnas Anak Indonesia Samsul Ridwan bila orangtua berkeras melakukan sunat terhadap anak perempuannya maka itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan betul-betul mempertimbangkan kepentingan sang anak.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Amidhan, pada tahun 2008 pernah MUI mengeluarkan fatwa makrumah atau ibadah yang dianjurkan artinya dalam agama Islam sunat perempuan belum bersifat wajib.
"Berabad-abad di kalangan umat Islam tidak ada yang kasus yang merugikan dan membahayakan khitan perempuan itu. karena anjuran kita sesuai hadist Nabi karena menyayat pada bagian permukaan dan jangan berlebihan. Kalau secara medis membuka selaput yang menutupi klitoris," ujar KH Amidhan.
Pada akhirnya orangtualah yang harus bijak memutuskan pilihan yang terbaik bagi kesehatan dan masa depan sang buah hati.
Seperti dikutip dari Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat, Senin (11/2/2013) ketemtuan sunat perempuan diantaranya adalah:
1. Setiap pelaksanaan sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang disunat, orangtua dan atau walinya.
2. Pelaksanaan sunat perempuann dilakukan dengan syarat:
- di ruangan yang bersih
- tempat tidur atau meja tindakan yang bersih
- alat yang steril
- pencahayaan yang cukup
- ada air bersih yang mengalir.
3. Sunat perempuan tidak dapat dilakukan pada perempuan yang sedang menderita infeksi genitalia eksterna dan atau infeksi umum.
4. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan dengan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20 G - 22 G dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris.
5. Sunat perempuan dilarang dilakukan dengan cara:
- mengkauterisasi klitoris
-Â memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya
- memotong atau merusak labia minora, labia majora, hymen atau selaput dara dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. (Igw)