Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah supaya tragedi Kanjuruhan Malang ditetapkan menjadi Hari Berkabung Nasional. Apalagi anak-anak turut menjadi korban meninggal atas kericuhan usai laga Arema FC dan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022).
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengusulkan pada Hari Berkabung Nasional sebagai pengingat tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur dapat dilakukan dengan mengheningkan cipta selama tiga menit.
Baca Juga
"Sebagai Komisioner KPAI, saya menyampaikan, mendorong Pemerintah tetapkan Hari Berkabung Nasional Atas Tragedi Tewasnya Ratusan Supporter di Kanjuruhan, termasuk korban usia anak dan mengheningkan cipta serentak selama 3 menit," ujar Retno melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 3 Oktober 2022.
Advertisement
Selain itu, Retno mendesak Pemerintah untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi yang mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dan korban luka, termasuk anak-anak dengan membentuk tim penyelidik independen.
Berdasarkan data sementara dari Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri sampai siang ini, jumlah korban dalam tragedi Kanjuruhan luka berat 24 orang, korban luka ringan 304 orang. Total korban meninggal dan luka-luka berjumlah 455 orang. Evaluasi juga didorong demi mengusut tuntas kasus.
"Kami mendorong Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa supporter maupun kepolisian," tegas Retno.
Gas Air Mata Sangat Berbahaya
Dari laporan sementara yang dihimpun KPAI, dari total jumlah korban meninggal dan luka-luka tragedi Kanjuruhan Malang, 17 di antaranya, masih usia anak dan 7 anak lainnya masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit.
Retno Listyarti juga menyoroti penggunaan gas air mata saat kericuhan usai laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan. Gas air mata sangat berbahaya, terlebih bagi anak.
"Tragedi kemanusian di dunia sepak bola terbesar pernah terjadi pada tahun 1964 di kota Lima, Peru yang menewaskan 328 jiwa dan penyebabnya sama seperti di Stadion Kanjuruhan, yaitu penggunaan gas air mata oleh aparat,"
"Efek yang dirasakan dari gas air mata memang sangat fatal untuk anak."
Efek gas air mata pada anak disebutkan Retno, antara lain:
- Di kulit: rasa terbakar
- Di mata: rasa perih, keluar air mata
- Di saluran pernapasan: hidung berair, batuk, rasa tercekik
- Di saluran pencernaan: rasa terbakar yang parah di tenggorokan, keluar lendir dari tenggorokan, muntah
- Jika masuk hingga ke paru-paru: menyebabkan napas pendek, sesak napas
Advertisement
Tragedi Mengoyak Marwah Bangsa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir turut prihatin dan menyampaikan duka mendalam atas kematian sangat besar dalam kerusuhan dan tragedi yang terjadi pada pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang tanggal 1 Oktober 2022.
Media massa menyebut jumlah kematian akibat kerusuhan tersebut termasuk deretan yang tertinggi di dunia dari sejumlah kerusuhan yang pernah terjadi. Belum terhitung korban luka-luka akibat kerusuhan.
Publik di berbagai media massa dan media sosial menyesalkan cara dan tindakan dalam menangani kerusuhan tersebut, sehingga terjadi korban meninggal yang besar. Banyak pihak menyesalkan, kenapa kerusuhan sampai terjadi dan korban begitu banyak jatuh.
“Kami menyesalkan peristiwa tragis tersebut, lebih-lebih menyangkut nyawa manusia yang besar jumlahnya, padahal satu jiwa saja sangat berharga yang harus dijaga,” tutur Haedar dalam pernyataan tertulis pada Minggu (2/10/2022).
Haedar menyampaikan, perlu adanya investigasi yang objektif dan tuntas dari berbagai aspek atas kerusuhan dan terjadinya korban jiwa yang besar. Sebab, kasusnya bukan hanya nasional tetapi sudah berskala global.
“Tragedi ini mengoyak marwah bangsa dan negara Indonesia,” tutup Haedar.
Dunia Sepak Bola Indonesia Makin Terpuruk
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mengucapkan duka yang mendalam terhadap korban dan keluarga korban tragedi Arema di Kanjuruhan Malang. Ia mengecam dengan keras atas tragedi tersebut.
"Tragedi ini harus diusut tuntas, dari mulai penyelenggaran, pemilihan tempat, sampai tindakan di lapangan oleh kepolisian. Tragedi ini hanya akan membuat wajah dan dunia sepak bola Indonesia makin terpuruk dan berpotensi dikenai sanksi keras oleh FIFA," jelasnya dalam pernyataan tertulis, Minggu (2/10/2022).
Tulus mendesak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk memberikan sanksi keras pada klub (degradasi) yang supporter-nya melakukan tindakan pelanggaran.
Kepada manajemen penyelenggara, khususnya managemen Arema untuk bertanggung jawab, baik secara perdata dan atau bahkan pidana. Secara perdata, managemen dan penyelenggara harus memberikan kompensasi dan ganti rugi terhadap korban dan keluarga korban (ahli waris).
"Mendesak untuk dibentuk Tim Investigasi Independen, bukan tim yang dibentuk oleh PSSI. Sebab, dalam kasus ini, PSSI adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban," tutup Tulus.
Advertisement