Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020, sebanyak 60 - 70 persen pasien kanker payudara di Indonesia didiagnosis stadium lanjut. Prevalensi ini juga sesuai dengan data Globocan tahun 2020.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Republik Indonesia Eva Susanti menyampaikan, kualitas hidup pasien dengan kanker payudara yang sudah memasuki stadium lanjut dapat terganggu.
Baca Juga
Tak hanya itu saja, pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan terapi juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Para pasien pun harus melakukan kemoterapi secara rutin.
Advertisement
“Sebanyak 60 - 70 persen pasien kanker payudara di Indonesia didiagnosis pada stadium lanjut, yaitu stadium 3 dan 4. Hal ini menyebabkan kualitas hidup dan kesintasan menjadi rendah serta beban pembiayaan yang sangat besar, ” ujar Eva saat acara bincang-bincang Menuju 0 (Nol) Penemuan Stadium Lanjut Kanker Payudara di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022.
Menyikapi prevalensi pasien kanker payudara stadium lanjut, Pemerintah melakukan upaya promotif kesehatan dan penanganan preventif.
"Promosi kesehatan ini kunci utama dalam upaya penurunan insiden kematian dan kasus kanker payudara. Hal itu dikarenakan kanker payudara dapat terdeteksi pada stadium dini," terang Eva.
"Tentunya dengan menghindari faktor risiko dan melakukan deteksi dini Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Ini akan meningkatkan angka harapan hidup dan kualitas hidup penderita."
Deteksi dan Pendampingan Pasien
Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan memeriksa payudara sendiri maupun pemeriksaan payudara oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes). Dengan demikian, butuh upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi sendiri.
"Jangan lupa juga pola hidup sehat. Cegah kanker payudara harus dapat dilakukan. Upaya Pemerintah dalam penanggulangan kanker payudara memerlukan dukungan semua pihak secara masif dan terintegrasi termasuk lembaga swadaya masyarakat, akademisi dan lainnya," Eva Susanti melanjutkan.
Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) Linda Agum Gumelar menambahkan, pihaknya selalu bersiaga melakukan pendampingan bagi pasien kanker payudara. Ia menekankan sebanyak 1,7 persen kasus kanker payudara dicurigai ganas.
"Kami melakukan pendampingan masyarakat. Pendampingan di WhatsApp Group tiap hari. Yang bergabung juga makin banyak," tambahnya.
"Ada 1,7 persen dicurigai ganas. Walaupun yang dicurigai ganas belum tentu kanker payudara ya, karena kan masih perlu ada pemeriksaan lebih lanjut. Dan itu memang memprihatinkan kita ada peningkatan kasus kanker payudara."
Di sisi lain, Linda menyoroti 70 persen kasus kanker payudara sudah masuk stadium lanjut.
"Bedanya sama negara maju bisa banyak (kasus kanker payudara), tapi bukan dalam stadium lanjut. Di Jepang, katanya, kanker payudara tinggi, tapi bukan mematikan," sambungnya.
Advertisement
Biaya Pengobatan Kanker Membengkak
Kanker payudara merupakan kanker dengan penderita terbanyak di dunia termasuk Indonesia. Tercatat, sebanyak 2,3 juta perempuan di dunia didiagnosis kanker payudara dan 685.000 meninggal pada tahun 2020.
Di Indonesia, jumlah kasus baru kanker payudara pada tahun 2020 mencapai 65.858 kasus (16,6 persen) dari total 396.914 kasus kanker, dengan jumlah kematian sebanyak 22.430.
Padahal, sekitar 43 persen kematian akibat kanker bisa dikalahkan manakala pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker.
Selain angka kematian yang cukup tinggi, penanganan pasien kanker payudara yang terlambat menyebabkan beban pembiayaan yang kian membengkak.
Kemenkes mencatat, selama periode 2019 - 2020, pengobatan kanker -- termasuk kanker payudara -- telah menghabiskan pembiayaan BPJS Kesehatan kurang lebih Rp7,6 triliun.
Tingginya angka kanker payudara di Indonesia menjadi prioritas penanganan oleh Pemerintah. Namun, bukan berarti penanganan kanker jenis lainnya diabaikan.
Pada saat yang sama, Kemenkes tetap melakukan upaya penanggulangan terhadap penyakit kanker lainnya sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Kanker 2022 - 2024.
Target Deteksi Dini Kanker Payudara
Strategi Nasional Penanggulangan Kanker Payudara Indonesia mencakup 3 pilar, yaitu promosi kesehatan, deteksi dini, dan tatalaksana kasus.
Secara rinci, ketiga pilar tersebut menargetkan 80 persen perempuan usia 30 - 50 tahun dideteksi dini kanker payudara, 40 persen kasus didiagnosis pada stadium 1 dan 2 serta 90 hari untuk mendapatkan pengobatan.
Demi mencapai target di atas, Kemenkes tidak bekerja sendiri, melainkan turut dibantu oleh berbagai pihak seperti Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI). Salah satu program unggulan mencakup sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara.
Pada konferensi pers sebelumnya, Ketua YKPI Linda Agum Gumelar menuturkan, YKPI telah berhasil menjangkau lebih dari 150.000 peserta baik secara daring dan luring pada 2016 - 2021.
“Sejak tahun 2016 - 2021, YKPI bekerja sama dengan kabupaten/kota melakukan sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara. Sampai saat ini, sudah 150.000 peserta yang kami anggap sebagai tokoh-tokoh masyarakat yang akan meneruskan ke bawah," tutur Linda saat temu Media Hari Kanker Sedunia, Rabu (2/2/2022).
"Bahkan beberapa organisasi perempuan sudah memasukan skrining dan deteksi dini kanker payudara sebagai program kerjanya."
Advertisement