Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan bahwa kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) di Tanah Air hingga 10 Oktober ada sebanyak 131.
Ini berdasarkan laporan yang diterima IDAI dan tidak merepresentasikan jumlah total sebenarnya yang ada di Indonesia.
Kasus gangguan ginjal akut yang masih misterius ini dikait-kaitkan pula dengan kasus kematian 69 anak di Gambia. Anak-anak tersebut meninggal dunia akibat cedera ginjal akut usai meminum obat batuk buatan India.
Advertisement
Terkait hal ini, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan bahwa pihaknya menyadari adanya kasus di Gambia.
“Kami juga menyadari ada data mengenai kejadian yang mirip di Gambia, kami juga sudah menginvestigasi berbagai obat-obat,” ujar Eka dalam konferensi pers virtual, Selasa (11/10/2022).
Hasil investigasi IDAI menyatakan, tidak ada obat-obatan yang serupa dengan obat batuk buatan India yang diduga menyebabkan kematian anak-anak Gambia.
“Mungkin ini akan ada rilis juga dari Kementerian Kesehatan bahwa tidak ada obat-obatan yang serupa dengan yang di Gambia.”
Ia menambahkan, obat batuk yang diproduksi di India itu tidak beredar di Indonesia.
“Obat-obat yang diproduksi di India itu tidak beredar di Indonesia, bahan baku obat di Indonesia juga tidak ada yang berasal dari India,” jelas Eka.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pasien hemodialisa atau cuci darah di Indonesia.
Penyebab Belum Diketahui
Eka menambahkan, penyebab dari gangguan ginjal akut belum diketahui pasti. Hingga kini, penyakit tersebut masih tergolong unknown origin seperti hepatitis akut. Pasalnya, gangguan ginjal akut ini sebelumnya tak pernah menjadi diagnosis tunggal.
“Jadi AKI itu pasti merupakan kondisi yang ada penyebabnya. Pada anak-anak ini kami tidak menemukan penyebab yang biasanya timbul. Yang sering terjadi, AKI itu biasanya efek dari kehilangan cairan atau kekurangan cairan dalam waktu yang singkat.”
Misalnya, kehilangan cairan pada anak yang mengalami diare sehingga dehidrasi hebat. Bisa terjadi pula pada anak yang mengalami perdarahan hebat atau dengue hebat.
“Nah kondisi-kondisi seperti itu, di mana terjadi kekurangan cairan yang masuk ke ginjal maka itu akan menyebabkan AKI. Ada juga yang sering menjadi penyebab adalah infeksi yang berat.”
Namun, pada anak-anak yang menjadi pasien AKI sekarang ini, tidak ada alasan atau penyebab yang jelas yang dikeluhkan sebelum terjadi gangguan ginjal akut.
“Dalam wawancara dengan orangtuanya ini tidak jelas dan cenderung tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine. Jadi kami belum mendapatkan penyebabnya.”
Advertisement
Investigasi Belum Capai Konklusi
Eka menyampaikan, hingga saat ini, berbagai investigasi soal penyebab gangguan ginjal akut belum mencapai konklusi. Padahal, investigasi yang dilakukan sudah menggunakan metode terkini.
Pihaknya juga sudah melakukan swab tenggorok yang bukan hanya untuk mendeteksi virus penyebab COVID-19 tapi juga berbagai virus lainnya yang bisa menyebabkan infeksi saluran napas.
“Itu juga kami belum mendapatkan virus yang seragam. Ada beberapa yang virusnya A, ada yang B, ada yang C sehingga tidak bisa disimpulkan bahwa penyebabnya adalah satu virus di antara virus-virus tersebut."
Pihaknya juga telah melakukan tes swab dari anus untuk mencari infeksi-infeksi yang biasa menyebabkan diare atau gangguan pencernaan.
“Itu juga kami tidak mendapatkan virus yang konsisten sehingga belum bisa menyimpulkan bahwa ini mengarah ke infeksi tertentu. Kami masih mencari.”
Gejala yang Harus Diwaspadai
Terkait gejalanya, Eka mengatakan bahwa anak-anak yang terkena AKI menampilkan gejala yang cenderung seragam.
“Kurang lebih seragam gejalanya, diawali gejala infeksi seperti batuk pilek atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat, maksudnya bukan tipikal infeksi yang kemudian bisa menyebabkan AKI secara teori.”
Anak hanya mengalami batuk, pilek, muntah, dan dalam beberapa hari. Kemudian dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urinenya.
“Tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali urinenya. Anak-anak ini hampir semuanya datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit.”
“Jadi perlu waspada jika ada penurunan volume buang air kecil pada anak maka harus segera dibawa ke rumah sakit.”
Umumnya, anak-anak yang terkena adalah kelompok usia bawah lima tahun (balita). Namun, ada pula yang berusia 8 tahun khususnya bagi kasus di Jakarta.
“Kalau data Indonesia, kurang lebih sama yaitu balita, tapi di luar Jakarta ada yang belasan tahun. Di Jakarta kami belum menemukan kasus yang di atas 8 tahun,” pungkasnya.
Advertisement