Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kasus gagal ginjal akut misterius pada anak sedang diteliti RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Upaya ini menyusul adanya 131 anak mengalami gagal ginjal akut misterius sepanjang tahun 2022 (data per 10 Oktober 2022).
Penelitian mengenai kasus gagal ginjal akut misterius pada anak oleh RSCM sebenarnya sudah keluar hasilnya. Walau begitu, masih harus menunggu hasil kesimpulan matang sebelum dipublikasikan ke publik.
Baca Juga
"Gagal ginjal anak sedang diteliti dokter-dokter RSCM. Sudah ada hasilnya, tapi harus menunggu kesimpulan sebelum kita rilis ke publik nanti," ujar Budi Gunadi di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Advertisement
Rencananya, pekan ini hasil terkait gagal ginjal akut yang dialami anak-anak dari 14 provinsi di Indonesia itu bakal dirilis.
"Sebentar lagi harusnya, minggu ini kita bisa rilis."
Pada konferensi pers, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Piprim Basarah Yanuarso memperkirakan, puncak kasus gangguan ginjal akut ini sudah terjadi pada September 2022, sementara Oktober ini terjadi penurunan.
Awalnya, ia mengira kasus gangguan ginjal akut berkaitan dengan COVID-19 tapi ternyata tidak.
"Per 10 Oktober (data) yang masuk ke kami, mungkin tidak representatif seluruh Indonesia ya, ada 131 kasus. Tentu saja ini menimbulkan kewaspadaan buat kita semua,” kata Piprim, Selasa (11/10/2022).
“Oleh karena itu, ini masih perlu terus kita dalami, yang jelas angka kematiannya cukup tinggi. Tetap waspada tapi tidak perlu panik berlebihan."
Disebut Penyakit Unknown Origin
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati membeberkan, sejak Agustus 2022, pihaknya melihat ada lonjakan kasus anak-anak yang dibawa ke rumah sakit dengan keluhan gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) Progresif Atipikal atau yang tidak diketahui (unknown origin).
Penyakit ini disebut unknown origin seperti hepatitis akut. Sebab, gangguan ginjal akut ini sebelumnya tak pernah menjadi diagnosis tunggal.
“Jadi AKI itu pasti merupakan kondisi yang ada penyebabnya. Pada anak-anak ini, kami tidak menemukan penyebab yang biasanya timbul. Yang sering terjadi, AKI itu biasanya efek dari kehilangan cairan atau kekurangan cairan dalam waktu yang singkat," tambah Laksmi.
Laksmi memberikan contoh seperti kehilangan cairan pada anak yang mengalami diare sehingga dehidrasi hebat. Kondisi bisa terjadi pula pada anak yang mengalami perdarahan hebat atau dengue hebat.
“Nah, kondisi-kondisi seperti itu, yang mana terjadi kekurangan cairan yang masuk ke ginjal, maka itu akan menyebabkan AKI. Ada juga yang sering menjadi penyebab adalah infeksi yang berat," sambungnya.
Advertisement
Jumlah Urine Mendadak Turun
Pada anak-anak yang menjadi pasien Acute Kidney Injury/AKI Progresif Atipikal sekarang ini, menurut Eka Laksmi Hidayati, tidak ada alasan atau penyebab yang jelas yang dikeluhkan sebelum terjadi gangguan ginjal akut.
“Dalam wawancara dengan orangtua pasien, (penyebabnya) tidak jelas dan cenderung (anak) tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine. Jadi, kami belum mendapatkan penyebabnya," terangnya.
Upaya pencarian atau investigasi penyebab sudah dilakukan. Walau begitu, sejauh ini data-data IDAI yang didapat belum mengarah ke satu titik. Padahal, investigasi dilakukan secara lengkap.
“Sejauh ini kami tidak mendapatkan data yang konsisten yang mengarah pada penyebab anak-anak ini mengalami AKI," lanjut Laksmi.
Hingga 10 Oktober 2022, ada 14 Cabang IDAI yang melaporkan kasus AKI Progresif Atipikal dengan jumlah total 131 kasus. Sebelumnya pada Agustus 2022, ada sebanyak 35 kasus. Satu bulan kemudian, yakni September 2022 terjadi penambahan menjadi 71 kasus.
Sasar Balita hingga Usia Belasan
Secara umum, data IDAI mencatat, anak-anak yang terkena Acute Kidney Injury/AKI Progresif Atipikal adalah kelompok usia bawah 5 tahun (balita). Ada pula yang berusia 8 tahun khususnya bagi kasus yang ditemukan di Jakarta.
“Kalau data di Indonesia, kurang lebih sama yaitu balita, tapi di luar Jakarta ada yang belasan tahun. Di Jakarta, kami belum menemukan kasus yang di atas 8 tahun,” Eka Laksmi Hidayati menambahkan.
Laksmi mengatakan, bahwa anak-anak yang terkena AKI Progresif Atipikal menampilkan gejala yang cenderung sama. Diawali infeksi, lalu anak tersebut mengalami penurunan volume dan frekuensi buang air kecil, bahkan tidak bisa pipis sama sekali.
“Kurang lebih seragam gejalanya, diawali gejala infeksi seperti batuk pilek atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat. Maksudnya, bukan tipikal infeksi yang kemudian bisa menyebabkan AKI," bebernya.
Advertisement