Sukses

Kemenkes Ungkap Tes Genetik BGSi di Indonesia Tak Cuma untuk Deteksi Penyakit

Melalui BGSi, metode Whole Genome Sequencing akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.

Liputan6.com, Jakarta Sejak pandemi COVID-19, teknologi pengumpulan informasi genetik (Whole Genome Sequensing/WGS) telah diperkenalkan untuk mengetahui sejumlah varian yang menginfeksi manusia seperti Delta, Omicron dan sebagainya.

Teknologi inilah yang kini semakin dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi).

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Dr. Dra. Lucia Rizka Andalucia, Apt. M.Pharm., MARS mengatakan, agenda transformasi kesehatan saat ini memang terus ditingkatkan di Indonesia, khususnya bidang teknologi kesehatan melalui bioteknologi genome sequencing (pengurutan gen) ini.

"Pada manusia, gen itu yang paling nyata. Seseorang nanti bisa melihat, misalnya, apakah janin yang berkembang saat hamil membawa gen bagus atau tidak. Adakah gen membawa potensi kecacatan atau penyakit atau justru gen positif. Di sini perkembangan berbasis genome dikembangkan menjadi suatu teknologi yang menjanjikan baik untuk diagnosis atau pengobatan maupun adanya potensi penyakit atau maslaah lain di masa depan," kata Lucia dalam wawancara bertajuk Revolusi Genomik di Indonesia, ditulis Minggu (16/10/2022).

Menurut Lucia, setiap individu mempunyai genetik yang berbeda. Ia menyontohkan, ada dua orang yang mendapat pengobatan kanker diberi obat X dan pengobatan yang sama. Padahal secara genetik ia berbeda. Ke depan, pengobatannya mungkin akan berbeda pada dua orang tersebut.

"Sekarang itu era Precision medicine. Jadi, belum tentu seseorang menerima pengobatan atau dosis yang sama. Sebab kadang ada menerima efek samping lebih buruk atau tidak diharapkan. Dengan genome sequence itu, setiap orang bisa mendapat pengobatan yang tepat," jelasnya.

Melalui BGSi, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.

 

 

 

 

 

2 dari 4 halaman

BGSi Akan Dilaksanakan di 7 Rumah Sakit

Sejak Desember 2022, kata Lucia, Indonesia telah memiliki 19 mesin dan 12 laboratorium untuk genome sequencing. Lalu pada Agustus 2022 bertambah menjadi 41 mesin dan 31 laboratorium. Dan pada Desember 2022 diharapkan bisa 57 mesin dan 43 laboratorium di kawasan regional seperti Sumatera 4, Jawa 28, Kalimantan 3, Sulawesi 3, Bali dan Nusa Tenggara 2, Maluku dan Papua 3.

Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal. Untuk diagnosis penyakit seperti penyakit menular, kanker, diabetes dan penyakit langka yaitu:

- RSUPN Cipto Mangunkusumo,

- RSUP Persahabatan

- RS Kanker Dharmais

- RSPI Sulianto Saroso

- RSUP Sardjito

Sedangkan untuk penyakit otak dan neurogeneratif di RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono dan beauty and wellnes di RS Prof I.G.N.G. Ngoerah.

Untuk beauty and wellnes ini juga dinilai penting, kata Lucia. Ia menyontohkan, dengan tes genome akan terlihat nutrisi apa yang cocok sehingga tidak gemuk.

"Tentunya dengan hal ini akan menekan pengobatan dan membantu BPJS Kesehatan karena tepat dan sesuai hasil diagnosisnya."

"Sebetulnya juga enggak hanya beauty and wellnes, lebih pada mencegah penyakit dan menjaga kesehatan. Seperti bagaimana membuat pola hidup lebih sehat sesuai genetik kita. Mungkin saja misalnya, seseorang tidak makan senyawa tertentu, seperti dalam nutrigenomic (respons gen terhadap makanan)," lanjut Lucia.

Sebenarnya, saat ini sudah dijalankan, kata dia. Namun sampelnya dikirim ke luar negeri. "Kalau nanti, data genomic akan disimpan langsung di Indonesia."

 

 

 

3 dari 4 halaman

National Health Biobank

Lucia mengatakan, pemerintah menargetkan 10 ribu genome sequences manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genome dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.

 Data ini kemudian akan dijadikan riset di perguruan tinggi di Indonesia untuk meningkatkan efesiensi pengobatan.

"Kita tahu selama ini obat yang beredar menggunakan basis data Kaukasian (orang kulit putih) atau orang di Eropa dan Amerika. Sehingga mungkin nanti obat dan vaksin bisa berbasis data orang Indonesia," kata Lucia.

Menurut Lucia, beberapa negara telah mengembangkan inisiatif genome di negaranyanya seperti Thailand, Jepang, Malaysia, Australia, India, Arab, Singapura.

"Bagaimana Indonesia? nanti kita punya reference gen dari orang indonesia--bukan lagi kaukasian, bukan populasi di India atau negara lain yang menjadi sampel melainkan referensi genome profilenya di indonesia." 

Pemerintah juga saat ini tengah membangun National Health Biobank untuk menyimpan sampel. "Bisa berupa darah, jaringan (kanker), dahak dan lainnya. Disimpan aman di freezer minus 80 Celsius dengan liquid nitrogen. Sampel itu akan dikelola pemerintah dan digunakan sebaik mungkin."

Namun, lanjut Lucia, punya profil genomic saja belum cukup. Untuk itu pemerintah membangun integrated registry system untuk mendapatkan data epidemiologi. Manfaatnya untuk pengembangan obat yang lebih presisi.

"Bioteknologi ini sudah ke arah--orang yang akan mendapat terapi akan dicek dulu gennya, cocok nggak obatnya. Referensi inilah yang harus kita punya."

 

 

 

4 dari 4 halaman

Peran dan Dukungan Donatur

Berdirinya BGSi ini juga tidak lepas dari peran dan dukungan para donatur, seperti The Global Fund, Panin Bank, Biofarma, dan East Ventures, serta melibatkan kolaborator yang terdiri dari Illumina, BGI, Oxford Nanopore Technologies, dan Yayasan Satria Budi Dharma Setia.

Bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation, Illumina mengarahkan reagen senilai lebih dari $500.000 kepada Kementerian Kesehatan di Indonesia untuk mendukung kegiatan pengawasan genomik Covid-19.

Senior Director Sales Asia Pacific and Japan Illumina Rob McBride di acara yang sama menyampaikan, donasi tersebut merupakan bagian dari Pathogen Genomic Initiative (PGI) global yang diluncurkan pada tahun 2021 sebagai upaya bersama filantropis antara entitas publik dan swasta, untuk membangun kemampuan kesehatan masyarakat yang penting di bidang yang membutuhkan. Kami juga dianugerahi proyek United Nations Development Program Phase 1 untuk meningkatkan kemampuan genomik dan surveilans penyakit menular di Indonesia.

"Pengajuan pertama dari Indonesia ke GSAID pada awal 2021 (inisiatif untuk mempromosikan berbagi data virus secara cepat) untuk SARS-CoV-2 dilakukan menggunakan rangkaian Illumina dan kami terus menyediakan teknologi untuk yang pertama ini ke GSAID, seperti yang terlihat baru-baru ini dengan virus cacar monyet," pungkasnya.