Sukses

BPJS Kesehatan Kini Sediakan Antrean Online, Pangkas Waktu Tunggu dari 6 Jadi 2 Jam

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah mengarah pada digitalisasi. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah menyediakan pendaftaran online.

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengikuti zaman digitalisasi. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah menyediakan antrean online.

Antrean online terintegrasi Mobile JKN dan fasilitas kesehatan untuk memberikan layanan serta mengurangi antrean di fasilitas kesehatan

Menurut Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti antrean online sudah diterapkan di 2.750 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

"Antrean online memangkas waktu tunggu dari 6 jam menjadi 2-3 jam per Mei 2022," kata Ghufron dalam workshop di RSUD Bangli Utara, Bali Rabu (12/10/2022).

Meski begitu, masih ada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengantre lama. Menurut Ghufron, pangkal persoalan untuk lamanya antrean layanan BPJS Kesehatan umumnya dikarenakan rumah sakit masih mencari rekam medis pasien.

Ketika pasien datang, banyak orang lain yang juga perlu dilayani sehingga perlu menunggu giliran.

“Setelah gilirannya itu enggak langsung (pelayanan medis) karena dicari dulu rekam medisnya, setelah ketemu rekam medisnya ternyata datanya belum nyambung (terintegrasi),” kata Ghufron.

Setelah itu, pasien diarahkan ke poliklinik. Ini juga menunggu terlebih dahulu tergantung sedikit banyaknya orang yang mengantre.

“Jadi pokok permasalahannya ini belum menyatunya sistem.”

Setelah pasien diperiksa, maka harus antre obat. Antrean pemberian obat terjadi lantaran obat-obatan tersebut perlu dipersiapkan sesuai kebutuhan pasien. Setiap pasien kebutuhan obatnya berbeda dan perlu pula diberi edukasi singkat soal aturan minumnya. Pasien juga perlu diinformasikan soal tindakan apa yang dapat dilakukan jika terjadi reaksi obat.

2 dari 4 halaman

Faktor Budaya Ngaret, Rusak Antrean

Selain itu, faktor budaya juga mengambil peran. Budaya yang dimaksud adalah kebiasaan terlambat yang bisa merusak sistem antrean.

“Kalau bisa, jika jadwal jam 10.00 sebaiknya datang jam 9.00 atau 9.30. Jangan jadwal jam 10.00 datang jam 11.00 kan menghancurkan sistem juga. Jadi, sisi kultur harus dibina dan diedukasi terus,” kata Ghufron.

Antrean lama juga bisa terjadi lantaran dokter spesialis yang tersedia di fasilitas kesehatan sangat terbatas. Ghufron mengatakan, jumlah dokter spesialis di Indonesia memang sangat kurang.

Dalam acara yang sama, Direktur RS Bali Mandara dr. Ketut Suarjaya mengatakan bahwa faktor pemicu antrean lama memang terkait rekam medis yang perlu dicari terlebih dahulu. Antrean biasanya lebih lama di hari Senin. Di sisi lain, dokter spesialisnya memang terbatas. Misalnya, spesialis urologi yang hanya ada satu di RS tersebut.

“Dokter spesialis kalau buka jam 8 ternyata ada panggilan emergensi, maka harus didahulukan. Jadi beberapa pasien itu harus ditunda, bukan tidak dilayani tapi ditunda,” Ketut menjelaskan.

3 dari 4 halaman

Antrean Online Cukup Membantu

Meski begitu, tak dapat dimungkiri bahwa antrean online membawa perubahan positif. Dengan antrean online, pasien sudah bisa reservasi dari rumah sehingga datanya sudah masuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS).

“Jadi, begitu datang dia (pasien) enggak usah ke loket lagi, langsung ke poliklinik.”

Waktu tunggu layanan pasien rawat jalan saat ini memang sudah semakin pendek, lanjutnya. Hal ini merupakan buah kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit dalam menerapkan digitalisasi.

“Idealnya waktu tunggu pasien rawat jalan mulai dari pendaftaran sampai mendapat layanan adalah kurang dari 60 menit. Sebelum optimalisasi penerapan antrean online baru 66 persen yang berhasil mencapai kurang dari 60 menit, tapi setelah diterapkan, jumlahnya meningkat jadi 96,7 persen,” kata Ketut.

Ia menambahkan, berbagai pelayanan digital terus dilakukan RS Bali Mandara, mulai dari integrasi SIM RS, penerapan antrean online, dashboard ketersediaan tempat tidur yang terintegrasi Mobile JKN hingga verifikasi digital klaim.

4 dari 4 halaman

Sebagian Rumah Sakit Memang Sudah Bagus

Menurut Ghufron, sebagian rumah sakit kini sudah bagus karena telah mengintegrasikan rekam medis. Dengan begitu, pelayanan bisa berlangsung lebih cepat.

Survei maturitas teknologi informasi yang dilakukan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menunjukkan bahwa rumah sakit yang sudah mengintegrasikan rekam medis baru 12 persen.

Menurut Ketua PERSI Bambang Wibowo, survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 500 rumah sakit. Hasilnya, masih ada 8 persen rumah sakit yang belum menerapkan teknologi informasi.

“Masih ada 8 persen RS masih belum menerapkan teknologi informasi. Selain itu baru 12 persen dari sampel 500 RS yang memiliki rekam medik elektronik,” kata Bambang dalam kesempatan yang sama.

Dengan begitu, kondisi rumah sakit di lapangan saat ini masih bervariasi. Ada rumah sakit yang sangat maju ada pula yang masih kurang.