Liputan6.com, Jakarta Peredaran obat impor marak terjadi di e-commerce. Pada akhirnya, banyak orang mencari obat impor melalui e-commerce dengan harga murah ketimbang harus beli aslinya.
Meski begitu, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Inge Sanitasia Kusuma mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dalam membeli obat impor di e-commerce.
Baca Juga
Utamanya, perlu diperhatikan, apakah obat yang akan dibeli sudah memeroleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Para pelaku usaha obat-obat dan makanan di Indonesia juga wajib mendaftarkan produknya ke BPOM untuk mendapatkan izin edar,
Advertisement
"Jadi, harus ada izin edar di Indonesia. Apalagi obat-obat mahal seperti obat kanker yang sangat mahal. Satu botol harganya bisa Rp40 sampai Rp45 juta dan banyak ditawarkan di e-commerce," terang Inge saat ditemui Health Liputan6.com usai acara 'Turbocharging Indonesia’s Medical Biotech Education' di Ayana MidPlaza Jakarta pada Jumat, 14 Oktober 2022.
"Kalau di e-commerce bisa cuma Rp10 juta. Tapi kan kita enggak tahu ya bagaimana keamanannya karena itu impor. Ini yang harus diwaspadai. Kalau sudah punya izin edar resmi di Indonesia melalui jalur distribusi yang resmi (BPOM RI) ya harusnya obatnya aman."
Izin edar BPOM adalah bentuk persetujuan obat dan suplemen untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tujuannya, demi memastikan produk obat yang diedarkan, baik obat produksi dalam negeri maupun luar negeri legal dan layak digunakan di Indonesia.
Jangan Hanya Pertimbangkan Harga
Walau harga obat impor yang ditawarkan di e-commerce murah, sebaiknya masyarakat membeli obat di jalur distribusi yang legal dan mempunyai izin dari BPOM RI. Dalam hal ini, tak hanya melihat dari harga obat saja.
"Ya kalau beli obat baiknya di jalur distribusi yang resmi dan juga punya izin edar yang resmi (dari BPOM RI). Jadi, harga bukan satu-satunya pertimbangan untuk menentukan beli obat dari mana," Inge Sanitasia Kusuma melanjutkan.
Inge menegaskan, izin edar obat di tiap negara harus diperhatikan. Kemudian perlu dipahami bagaimana distribusi obat, terutama obat-obatan yang memerlukan rantai dingin (cold chain). Sebab, cara distribusi juga akan memengaruhi kualitas obat sendiri.
"Kita harus memastikan kalau obat itu sudah punya izin edar di negara masing-masing dan itu sudah harus diperiksa (izin edarnya). Lalu, bagaimana channel (saluran) pembeliannya," tuturnya.
"Sekarang kan banyak e-commerce yang lebih murah daripada di apotek. Itu juga harus hati-hati. Karena banyak sekali obat yang memerlukan distribusi cold chain dengan temperatur yang dijaga. Kalau obat itu murah dibawa dari India pakai tas, misalnya, ya juga harus dipertanyakan efektifitasnya."
Advertisement
Izin Edar dan Efek Samping Obat
Di sisi lain, Inge Sanitasia Kusuma memahami setiap obat pasti ada efek samping tertentu. Hal ini pun perlu dikonsultasikan ke dokter agar obat yang digunakan tidak merugikan pasien atau bahkan menimbulkan kematian.
Apabila obat yang diproduksi malah mengakibatkan kematian, otoritas obat di suatu negara bisa saja tidak akan mengeluarkan izin edar obat.
"Walaupun obat selalu ada efek sampingnya dan tertulis di product information (informasi produk) di leaflet (selebaran), itu selalu dikasih tahu sama dokter. Kadang-kadang dokter suka bilang, Hati-hati ya Bu/Pak, mungkin obatnya nanti bikin gatal-gatal (alergi)," jelas Inge.
"Ya tapi itu (efek samping obat) biasanya sudah bisa diprediksi. Enggak sampai dokter itu enggak tahu. Nah, kalau sampai obat bikin efek samping pasien meninggal, itu jelas di mana-mana tidak akan diberikan izin edar."
Di Indonesia, BPOM berwenang menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. BPOM juga bisa melakukan penyidikan dan memberikan sanksi administratif kepada pihak yang melanggar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas utama BPOM adalah mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan yang ada. Obat dan makanan yang dimaksud mencakup obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik hingga pangan olahan.
Cek Izin Edar Lewat BPOM Mobile
Seiring dengan kemajuan teknologi, BPOM RI mengembangkan inovasi aplikasi BPOM Mobile. BPOM Mobile mampu memverifikasi produk, hanya dengan melakukan pemindaian 2D Barcode yang ada pada kemasan.
“Hal tersebut yang memicu kami untuk mencari solusi yaitu membekali masyarakat dengan aplikasi yang mudah diakses dan cepat sehingga nanti informasi yang bisa didapatkan masyarakat bisa menjadikan feedback kepada kami,” ujar Sekretaris Utama BPOM Elin Herlina saat 'Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) tahun 2021.
Kemudahan akses informasi dan pengaduan juga menjadi kunci keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu, BPOM Mobile dilengkapi dengan fitur pengaduan dan notifikasi berita klarifikasi Badan POM.
Inovasi BPOM Mobile sudah didukung dengan dasar hukum peraturan Badan POM Nomor 33/2018 tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan Makanan, yang diterbitkan pada 7 Desember 2018. Sehingga dan implementasinya awal tahun 2019.
Lebih jauh dikatakan, bahwa 2D Barcode tersebut memiliki dua jenis yang pertama 2D Barcode Otentifikasi diberlakukan untuk obat keras, psikotropika, dan narkotika. Kedua, 2D Barcode Identifikasi yang diperuntukan obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan.
Advertisement