Liputan6.com, Jakarta Menilik data himpunan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 18 Oktober 2022, total kasus gangguan ginjal akut di Indonesia mencapai 206 anak dari 20 provinsi. Dari data itu, 99 diantaranya dilaporkan meninggal dunia usai terinfeksi.
Berkaitan dengan hal tersebut, Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril pun mengungkapkan penyebab dibalik angka kematian dari kasus gangguan ginjal akut yang tinggi. Menurutnya, penyebabnya berkaitan dengan fungsi ginjal itu sendiri yang memainkan peranan sangat penting bagi tubuh.
Baca Juga
"Ginjal itu sebagai pusat metabolisme, organ yang sangat penting. Apabila dia terjadi (gangguan), ini akan mengganggu metabolisme dan gangguan metabolisme ini akan menyebabkan organ lainnya terganggu juga," ujar Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).
Advertisement
"Nah untuk itu, kita boleh sampai terganggu. Tapi jangan sampai gagal. Gagal ginjal itu artinya apa? Ginjal itu tidak bisa lagi melakukan aktivitasnya sebagai alat metabolisme tubuh."
Syahril menjelaskan, kondisi ginjal yang terganggu ditandai dengan frekuensi dan jumlah urine yang menurun. Bahkan jika terjadi kerusakan yang berat, maka produksi urine bisa terhenti sama sekali.
"Untuk yang tadi tingkat kematiannya tinggi, itu dikarenakan dia sudah masuk ke fase itu. Makanya pada saat ini, kita sampaikan imbauan pada masyarakat, tenaga kesehatan untuk lebih waspada dan cepat melakukan tindakan bila ada gejala yang saya sebutkan tadi," kata Syahril.
Serta, gejala seperti menurunnya frekuensi dan jumlah urine bisa disertai dan tidak disertai oleh demam, diare, mual, batuk, maupun pilek.
Penghentian Sementara Konsumsi Obat Sirup
Dalam kesempatan yang sama, Kemenkes RI turut mengimbau masyarakat berhenti sementara waktu untuk menggunakan obat sirup apapun, termasuk parasetamol.
Hal tersebut menjadi bentuk kewaspadaan dini yang dianjurkan lantaran proses investigasi gangguan ginjal akut masih berlangsung. Begitupun dengan pihak apotek dan fasilitas penyedia layanan kesehatan yang diminta untuk berhenti meresepkan obat sirup.
"Kita meminta pada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," ujar Syahril.
"Ini diambil langkah dengan maksud dugaan-dugaan ini sedang kita teliti. Nah, untuk menyelamatkan anak-anak kita, maka diambil kebijakan untuk mengambil pembatasan ini," tambahnya.
Instruksi terkait penghentian sementara obat sirup dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.
Advertisement
Apotek Diminta Setop Jual Obat Sirup
Syahril menambahkan, seluruh apotek sementara juga diminta untuk tidak menjual obat bebas dalam bentuk cair atau sirup ke masyarakat. Sementara masyarakat diminta untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat sirup apapun, kecuali sudah melakukan konsultasi lebih dulu dengan dokter.
"Kementerian Kesehatan mengimbau pada seluruh masyarakat untuk sementara ini tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," kata Syahril.
Sebagai alternatifnya, masyarakat diperbolehkan untuk menggunakan obat dalam bentuk lain seperti tablet, kapsul, atau suppositoria.
Meskipun obat yang dicurigai adalah parasetamol, Syahril mengungkapkan bahwa aturan penghentian sementara untuk menjual dan mengonsumsi obat sirup berlaku untuk semua obat. Bukan hanya parasetamol semata.
"Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirup atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya saja, tapi komponen-komponen lain," kata Syahril.
Hasil Investigasi Penyebab Akan Diungkap Minggu Depan
Menurut data himpunan Kemenkes RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), total pasien per 18 Oktober 2022 mencapai 206 anak dengan kategori usia paling banyak 1-5 tahun.
Sejak merebaknya kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, Kemenkes RI memang telah melakukan penelitian dengan sejumlah ahli epidemiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan Puslabfor.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien, memang ditemukan adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal ini.
Syahril pun mengungkapkan bahwa hasil investigasi termasuk soal senyawa yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut tersebut kemungkinan akan diungkap pada minggu depan.
"Kami belum bisa mem-publish karena sedang dalam penelitian, yang insyaallah minggu depan hasil penelitiannya akan kita publish," pungkasnya.Â
Advertisement