Sukses

Sejak Akhir Agustus 2022, IDAI Jawa Barat Deteksi Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Misterius

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Provinsi Jawa Barat menyatakan telah mencermati dan menghimpun data peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak sejak akhir Agustus 2022.

Liputan6.com, Bandung - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Provinsi Jawa Barat menyatakan telah mencermati dan menghimpun data peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak sejak akhir Agustus 2022.

Data tersebut dihimpun dari pasien rujukan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Alasan data dari rumah sakit umum pemerintah itu digunakan karena sebagai rumah sakit rujukan tersier di Jawa Barat yang menangani kasus medis yang sudah berat.

"Jadi penyakitnya kalau dalam Bahasa Indonesia itu gangguan ginjal progresif akut yang atipik. Atipik itu tidak diketahui sebabnya, unknown origin. Dari sisi keilmuan kami di ginjal anak, maka gangguan ginjal akut ini, seharusnya diketahui sebabnya," ujar Ketua Unit Kedokteran Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Barat, Dany Hilmanto, ditulis Rabu, 19 Oktober 2022.

Dany menegaskan ada tiga sebab organ ginjal terganggu, diantaranya adalah prerenal, renal, dan post renal. Pada prerenal, masalah yang terjadi sebelum atau di luar ginjal namun akan memengaruhi organ tersebut; renal yakni masalah pada ginjalnya sendiri; dan post renal yang dapat menghambat urine misalnya disebabkan tumor, batu.

Dany menyebut, rata-rata kasus gangguan ginjal akut di Jawa Barat diderita oleh anak berusia di bawah 6 tahun.

"Data itu baru betul-betul kita deskripsikan mulai akhir Agustus-September. Kami laporkan ke Unit Kerja Ginjal Anak Seluruh Indonesia, kemudian dikompilasi dan dilaporkan ke IDAI," kata Dany.

Dany mengatakan, pasien-pasien yang ditangani awalnya tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Mulanya, hanya keluhan batuk-pilek atau demam, kadang disertai sesak dan diare.

Baru kemudian kondisi itu diikuti gejala lain seperti kurang kencing, bengkak kelopak mata dan tungkai perut.

"Sehingga kalau diperiksa parameter untuk penyakit ginjal menunjukkan ada gangguan pada ginjalnya," jelas Dany.

Informasi senada juga disampaikan Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) pekan lalu. Eka menjelaskan, gejala awal gangguan ginjal akut pada anak diawali dengan gejala infeksi. Kemudian disusul dengan penurunan buang air kecil bahkan tidak bisa pipis sama sekali.

"Kurang lebih seragam gejalanya. Mereka ini diawali dengan gejala infeksi seperti batuk, pilek, atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat," kata Eka dalam konferensi pers bersama IDAI, Selasa (11/10/2022). 

 

2 dari 4 halaman

Masih Dalam Penyelidikan

Dany menegaskan, gangguan ginjal akut progresif yang belum diketahui penyebabnya atau atipikal (unknown origins) ini masih diinvestigasi.

Otoritasnya sedang bekerja keras pemicu penyakit ini terungkap. Dany menyebutkan di laporan jurnal internasional juga belum terpublikasi.

"Jika ada kita akan lakukan pendalaman, dibandingkan dengan center-center lain yang ter-qualified," ucap Dany. 

Diketahui saat ini, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makan serta ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), farmakolog dan Puslabfor melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

"Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, Rabu, 19 Oktober 2022.

 

Saat ini Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.

Syahril mengatakan datanya mengenai hasil penelusuran akan diungkap ke publik minggu depan. 

3 dari 4 halaman

Kemenkes Teliti 3 Virus

Tak hanya pemeriksaan terhadap obat, Kemenkes sedang meneliti tiga jenis virus dan bakteri terkait gagal ginjal akut misterius pada anak. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu menyebut tiga virus dan bakteri yang dimaksud, yakni virus influenza, adenovirus, dan bakteri Leptospira (penyebab Leptospirosis). Penelitian ini menggunakan metode genom sekuensing.

"Sampai saat ini, belum tahu penyebabnya apa. Tapi setiap temuan kasus, kami testing (pemeriksaan) kemungkinan penyebab utama termasuk virus influenza," terang Maxi di sela-sela acara 'Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia 2022' di Hotel Westin Jakarta pada Senin, 17 Oktober 2022.

"Kemudian ada juga adenovirus, lalu bakteri yang dari zoonosis hewan leptosirosis. Jadi itu, (dugaan) penyebab utama yang kita lihat di hasil-hasil metagenomik sequence nanti."

 

 

4 dari 4 halaman

Kemenkes Hentikan Sementara Penggunaan Obat Cair

Sebagai bentuk kewaspadaan dan kehati-hatian, Kemenkes meminta tenaga kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

"Kita meminta pada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," ujar Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).

Syahril menambahkan, seluruh apotek sementara juga diminta untuk tidak menjual obat bebas dalam bentuk cair atau sirup ke masyarakat. Sementara masyarakat diminta untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat sirup apapun, kecuali sudah melakukan konsultasi lebih dulu dengan dokter.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” kata Syahril.

Sebagai alternatif, diperbolehkan untuk menggunakan obat dalam bentuk lain seperti tablet, kapsul, atau suppositoria.