Sukses

Alur Penanganan Gangguan Ginjal Akut Misterius di Rumah Sakit

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eka Laksmi Hidayati menjelaskan soal penanganan gangguan ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO) di rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eka Laksmi Hidayati menjelaskan soal penanganan gangguan ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO) di rumah sakit.

Menurutnya, dokter berharap pasien sedini mungkin datang ke rumah sakit bila mengalami penurunan jumlah urine dalam 6 jam.

“Nanti di rumah sakit yang akan kita lakukan adalah memeriksa parameter fungsi ginjal. Jadi karena ginjal itu fungsinya untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, maka kalau ginjal terganggu fungsinya maka yang akan terlihat meningkat adalah parameter ureum dan kreatinin,” ujar Eka dalam konferensi pers virtual Selasa, 18 Oktober 2022.

Dari peningkatan ureum dan kreatinin ini, dokter bisa menghitung secara kasar seberapa besar fungsi ginjal yang terganggu. Peningkatan ureum dan kreatinin yang sangat tinggi bisa memicu gangguan ginjal stadium tiga. Sampah-sampah dalam tubuh tidak bisa dibuang karena ginjalnya berhenti berfungsi.

“Maka kita harus melakukan cuci darah atau dialisis. Kesulitannya, dialisis ini kan kita lakukan pada anak-anak yang masih kecil. Dialisis itu cara kerjanya mengalirkan darah dari tubuh pasien ke mesin dialisis untuk kemudian melakukan proses sebagaimana proses yang dilakukan ginjal yang sehat.”

Proses ini akan mengeluarkan ureum dan kreatinin yang tinggi. Anak-anak yang tidak bisa buang air kecil dapat mengalami bengkak karena cairannya menumpuk di tubuh. Cairan berlebih ini juga bisa dikeluarkan dengan mesin dialisis.

“Mesin itu juga akan di-setting untuk mengeluarkan sejumlah cairan tertentu sehingga nanti akan tercapai kembali keseimbangan cairan dan penurunan ureum kreatinin.”

2 dari 4 halaman

Tidak Semua Faskes Bisa Mengerjakan

Seperti disebutkan Eka sebelumnya, proses cuci darah pada anak ini tidak mudah dilakukan karena tidak semua fasilitas kesehatan (faskes) bisa mengerjakan layanan ini untuk anak.

“Kesulitannya memang karena yang perlu dialisis ini anak kecil, tidak semua tempat bisa mengerjakan. Sebetulnya mesin-mesin ini banyak sekali tersedia di seluruh Indonesia, tapi umumnya memang kasus yang banyak itu kasus orang tua.”

“Memang secara epidemiologi, secara angka di dunia pun, kondisi anak yang memerlukan dialisis itu jauh lebih sedikit angkanya sehingga memang tidak praktis, tidak efisien untuk menyediakan layanan itu di banyak tempat,” katanya.

Namun, ketika terjadi lonjakan maka pihak Eka akan menemukan pusat-pusat yang bisa mengerjakan dialisis anak. Untuk di wilayah Jakarta, pusat layanan dialisis anak adalah di RSCM dan RS Harapan Kita.

“Jadi silakan, boleh datang langsung kalau memang ada gangguan seperti ini sehingga tidak melalui proses yang mungkin lebih panjang misalnya merujuk ke rumah sakit lain dan sebagainya.”

Jika penyakit bisa disadari sejak dini, Eka berharap respons pengobatan yang diberikan pun menjadi lebih baik.

3 dari 4 halaman

Pantau Fungsi Ginjal

Eka menambahkan, secara umum anak yang pernah mengalami gangguan ginjal akut memang harus dipantau fungsi ginjalnya.

Pemantauan bisa dilakukan selama lima tahun. Namun, pemantauan lima tahun ini bukan berarti setiap bulan perlu dikontrol.

“Dipantau lima tahun itu bukan setiap bulan harus kontrol, tapi minimal setahun sekali kita harus memeriksa fungsi ginjal anak. Kemudian kita memeriksa urinenya. Urine itu bisa menjadi parameter yang baik untuk mengetahui fungsi ginjal kita.”

Urine harus bisa mengeluarkan sampah tubuh tapi tidak boleh mengeluarkan zat-zat yang masih dibutuhkan tubuh seperti sel darah merah, sel darah putih, protein di pembuluh darah dan sebagainya.

“Jadi kalau kita lihat pemeriksaan urine ada yang enggak normal, itu bisa menjadi parameter awal dan menjadi skrining yang baik untuk melihat fungsi ginjal.”

4 dari 4 halaman

Kasus Gangguan Ginjal Akut di Indonesia: 206 per 18 Oktober 2022

Sudah ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal atau gangguan ginjal akut misterius dari Januari hingga 18 Oktober 2022 berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Angka kematian pada penyakit ini nyaris setengahnya yakni 48 persen.

"Tingkat kematian terjadi pada 99 anak atau 48 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam jumpa pers daring, pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2022 sudah terdapat 1-2 kasus gangguan ginjal akut misterius per bulan. Namun, pada Agustus jumlahnya melonjak hingga puluhan.

Kebanyakan yang terkena gangguan ginjal akut adalah anak di bawah lima tahun. Namun, ada juga yang berusia belasan.