Sukses

Gangguan Ginjal Akut pada Anak Bikin Orangtua Ketar-Ketir, Ini Saran Psikolog

Psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Annelia Sari Sani mengatakan bahwa dalam menghadapi gangguan ginjal akut misterius pada anak, orangtua harus saling menguatkan.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan kasus gangguan ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO). Hingga 18 Oktober 2022, angka kasusnya mencapai 206 dan tingkat kematiannya 48 persen.

Penyakit ini kebanyakan menimpa anak usia bawah lima tahun (balita) dan memicu kekhawatiran orangtua. Jika penyakit ini menimpa buah hati, tentu ibu dan ayah pun sedih.

Terkait hal ini, psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Annelia Sari Sani mengatakan bahwa dalam menghadapi masalah ini, orangtua harus saling menguatkan.

“Ibu itu enggak perlu menjadi supermom, bapak tidak perlu menjadi superdad. Justru kita perlu berkolaborasi, bergandengan tangan, bersama-sama dengan sesama orangtua, sesama bapak, sesama ibu,” ujar Annelia ketika ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022).

Ia juga mengimbau para orangtua untuk tak takut mencari bantuan dan jangan menanggung semua beban sendirian.

“Minta pertolongan ke kakek, nenek, om, tante. Itu tidak menunjukkan bahwa kita itu lemah atau kita orangtua yang gagal, tidak. Jadi, jangan hadapi semua kesulitan ini sendirian.”

Annelia menambahkan, jika kesulitan menemukan akses pada tenaga profesional maka orangtua dapat menggunakan akses-akses atau dukungan sosial terdekat terlebih dahulu. Ini termasuk keluarga, teman, dan tetangga.

“Mungkin ada yang tidak bisa membantu tapi saya cukup yakin yang bisa membantu di lingkungan kita itu sangat banyak. Jangan gengsi, jangan merasa gagal kalau minta bantuan, cari bantuan.”

2 dari 4 halaman

Kasus hingga 18 Oktober

Dari Januari hingga 18 Oktober 2022, sudah ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal. Ini disampaikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Angka kematian pada penyakit ini nyaris setengahnya yakni 48 persen.

"Tingkat kematian terjadi pada 99 anak atau 48 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam jumpa pers daring, pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2022 sudah terdapat 1-2 kasus gangguan ginjal akut misterius per bulan. Namun, pada Agustus jumlahnya melonjak hingga puluhan.

Kebanyakan yang terkena gangguan ginjal akut adalah anak di bawah lima tahun. Namun, ada juga yang berusia belasan.

3 dari 4 halaman

Belum Ditemukan Penyebabnya

Sementara, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa penyebab gangguan ginjal akut masih belum ditemukan.

“Kalau bicara masalah penyebab, ini kan masih ada beberapa teori ya. Ada yang MISC, ada juga kecurigaan terhadap obat-obatan yang mengandung etilen glikol ini juga sedang kita periksa,” katanya dalam konferensi pers Selasa 18 Oktober 2022.

Artinya, hingga kini belum konklusif atau belum dapat disimpulkan penyebab tunggal dari gangguan ginjal akut. Belum bisa disebut pula bahwa penyebabnya adalah obat batuk paracetamol sirup, katanya.

“Kita belum berani menyimpulkan ke satu penyebab tunggal, masih investigasi.”

“Akan tetapi memang belajar dari adanya kasus Gambia belajar juga dari kecurigaan etilen glikol yang salah satunya dilaporkan paracetamol sirup, maka sebagai kewaspadaan dini IDAI mengeluarkan rekomendasi tidak menggunakan dulu paracetamol sirup.”

4 dari 4 halaman

Gejala Gangguan Ginjal Akut

Terkait gejalanya, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan bahwa anak-anak yang terkena AKIUO menampilkan gejala yang cenderung seragam. Diawali infeksi lalu anak tersebut mengalami penurunan volume dan frekuensi buang air kecil bahkan tidak bisa pipis sama sekali.

“Kurang lebih seragam gejalanya, diawali gejala infeksi seperti batuk pilek atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat, maksudnya bukan tipikal infeksi yang kemudian bisa menyebabkan AKI secara teori.”

Anak hanya mengalami batuk, pilek, muntah, dan dalam beberapa hari. Kemudian dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urinenya.

“Tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali urinenya. Anak-anak ini hampir semuanya datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit.”

“Jadi perlu waspada jika ada penurunan volume buang air kecil pada anak maka harus segera dibawa ke rumah sakit.”

Umumnya, anak-anak yang terkena adalah kelompok usia balita. Namun, ada pula yang berusia 8 tahun khususnya bagi kasus di Jakarta.

“Kalau data Indonesia, kurang lebih sama yaitu balita, tapi di luar Jakarta ada yang belasan tahun. Di Jakarta kami belum menemukan kasus yang di atas 8-9 tahun,” pungkasnya.