Sukses

Menkes: Penyebab Gangguan Ginjal Akut Misterius Lebih Pasti Mengarah pada Etilen Glikol

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mulai menemukan titik terang soal penyebab gangguan ginjal akut misterius atau acute kidney injury (AKI).

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mulai menemukan titik terang soal penyebab gangguan ginjal akut misterius atau acute kidney injury (AKI).

Sebelumnya, penyebab gangguan ginjal akut masih belum diketahui tapi kecurigaan menunjuk pada kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat batuk dan demam sirup untuk anak.

Kini, perkiraan itu semakin jelas karena zat yang sama ditemukan pada anak-anak yang mengidap gangguan ginjal akut.

“Apa sudah pasti (penyebabnya EG dan DEG)? Sekarang sudah jauh lebih pasti dibandingkan sebelumnya karena memang terbukti di anak-anak ada, jadi darah anak-anak terbukti mengandung senyawa ini,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Kemudian, pihaknya juga sudah mengambil biopsi dan mendapatkan hasil bahwa rusaknya ginjal memang berkaitan dengan senyawa tersebut.

Sebelumnya, serangkaian tes telah dilakukan oleh Kemenkes dan jajarannya. Dari hasil tes tersebut, salah satu hal yang dicurigai yakni COVID-19 ternyata tidak berkontribusi dalam gangguan ginjal akut. Begitu pula patogen lainnya yang dinyatakan tidak bisa disebut sebagai penyebab AKI.

“Jadi pada September kita bingung juga, ada acute kidney injury, naiknya pesat, menyerang anak-anak, sangat mematikan, tapi bukan disebabkan patogen. Tapi yang membuat kita terbuka adalah kasus di Gambia,” kata Menkes.

Pada 5 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rilis bahwa ada kasus ginjal akut di Gambia yang disebabkan oleh senyawa kimia.

2 dari 3 halaman

Ginjal Rusak Gegara Kalsium Oksalat

Dari rilis tersebut, Kemenkes kemudian melakukan tes pada anak-anak yang terkena gangguan ginjal akut misterius di Indonesia. Tes yang disebut toksikologi menunjukkan bahwa senyawa itu memang ada di anak-anak tersebut.

“Nah kita tes dan ternyata pada anak-anak yang dirawat di RSCM. Dari 11 anak ada 7 anak positif memiliki senyawa kimia tadi.”

Senyawa kimia ini, lanjutnya, jika masuk ke dalam tubuh kemudian melalui proses metabolisme maka akan berubah menjadi asam oksalat.

“Ini berbahaya, asam oksalat itu kalau masuk ke ginjal bisa menjadi kalsium oksalat. Kalsium oksalat ini merupakan kristal-kristal kecil yang tajam-tajam. Sehingga kalau ada kristal kecil di balita kita, ya rusak ginjalnya.”

Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, maka dikonfirmasi bahwa rusaknya ginjal itu diakibatkan kalsium oksalat.

3 dari 3 halaman

Total 241 Kasus

Menkes juga mengatakan bahwa dari data yang dilaporkan sudah ada 241 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia. Angka kematian pada kasus ini lebih dari setengahnya.

"Sampai sekarang sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal progresif atipikal di 22 provinsi," kata Budi.

"Dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada," lanjut Budi.

Budi menerangkan bahwa kasus gangguan ginjal akut pada anak sebenarnya tiap bulan memang ada sekitar 1-2 kasus per bulan. Namun, pada bulan Agustus 2022 menunjukkan tren kenaikan. Di bulan tersebut ada 36 anak yang dilaporkan mengalami gangguan ginjal akut.

Lalu, pada September kasus bertambah 76. Lalu di bulan ini sudah ada 110 lagi tambahan kasus gangguan ginjal akut.

Dari 241 kasus, penyakit ini paling banyak menyerang anak usia 1-5 tahun yakni 153 kasus.

"Kejadian ini paling banyak menyerang balita, di bawah lima tahun," kata Budi lagi.

Berikut rincian jumlah kasus berdasarkan umur:

- Di bawah 1 tahun: 26 kasus

- 1- 5 tahun: 153 kasus

- 6-10 tahun: 37 kasus

- 11-18 tahun: 25 kasus.