Â
Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan Jawa Barat saat ini terus memantau perkembangan gangguan gagal ginjal akut pada anak. Hingga 20 Oktober 2022, tercatat sebanyak 25 kasus.
Baca Juga
Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jawa Barat Ryan Bayusantika Ristandi, dari 25 kasus tersebut, 15 penderita diantaranya meninggal dunia.
Advertisement
"Data sementara yang kita catat ada 25 kasus di Jabar hingga 20 Oktober, dan 15 di antaranya meninggal dunia. Kita bekerja sama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan terus berkoordinasi dalam penanganan wabah ini," ujar Ryan ditulis Bandung, Sabtu, 22 Oktober 2022.
Adanya hal tersebut, Ryan mengaku telah menjalin komunikasi dengan IDAI dan Dinas Kesehatan di setiap Kabupaten dan Kota. Terutama dalam hal melakukan kewaspadaan dini sesuai dengan prosedur standar.
Tujuannya, agar penanganan di fasilitas kesehatan baik di Puskesmas, maupun rumah sakit dilakukan dengan cepat.
"Jadi kita kembali tegaskan ke seluruh pelayanan kesehatan tentang kebijakan itu, sambil menunggu penelitian yang sedang dilakukan Kemenkes. Intinya, semua obat cair atau sirup diganti dengan tablet yang kandungannya sama dengan obat cair," jelas Ryan.
Pencegahan yang dilakukan, sejauh ini menurut Ryan, otoritasnya hanya meneruskan kebijakan dari Kementerian Kesehatan RI tentang penghentian sementara penggunaan obat cair atau sirup.
Ryan menghimbau masyarakat agar waspada dalam kasus tersebut. Segera ke dokter atau layanan kesehatan jika anak di bawah usia lima tahun mengalami gejala yang mengindikasikan gagal ginjal akut.
"Bila ada gejala demam, sesak napas, penurunan kesadaran, bengkak, buang air kecil sedikit atau sama sekali tidak buang air kecil, segera bawa ke rumah sakit dan penuhi anjuran pemerintah," ucap Ryan.Â
241 Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal
Sebelumnya Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa dari data yang dilaporkan sudah ada 241 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injury (AKI) di Indonesia. Angka kematian pada kasus ini lebih dari setengahnya.
"Sampai sekarang sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal progresif atipikal di 22 provinsi," kata Budi pada konferensi pers pada 21 Oktober 2022 sore hari.
"Dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada," lanjut Budi.
Budi menerangkan bahwa kasus gangguan ginjal akut pada anak sebenarnya tiap bulan memang ada sekitar 1-2 kasus per bulan. Namun, pada bulan Agustus 2022 menunjukkan tren kenaikan. Di bulan tersebut ada 36 anak yang dilaporkan mengalami gangguan ginjal akut.
Lalu, pada September kasus bertambah 76. Lalu di bulan ini sudah ada 110 lagi tambahan kasus gangguan ginjal akut.
Dari 241 kasus, penyakit ini paling banyak menyerang anak usia 1-5 tahun yakni 153 kasus.
"Kejadian ini paling banyak menyerang balita, di bawah lima tahun," kata Budi lagi.
Berikut rincian jumlah kasus berdasarkan umur:
- Di bawah 1 tahun: 26 kasus
- 1- 5 tahun: 153 kasus
- 6-10 tahun: 37 kasus
- 11-18 tahun: 25 kasus
Â
Advertisement
Perburukan Cepat Sekali
Pada 241 kasus, perburukan terjadi cepat sekali. Sebagian dari anak-anak mengalami demam, mual, muntah, infeksi saluran pernapasan atas, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi dan pendarahan. Kemudian anak tersebut mengalami penurunan jumlah urine bahkan hingga tidak bisa pipis sama sekali.
"Di bulan Agustus-September kita lihat yang masuk rumah sakit cepat sekali kondisinya memburuk. Sesudah lima hari (sakit), urine menurun secara drastis. Sehingga 55 persen meninggal dunia," kata Budi lagi.
Â
Penyebab Gagal Ginjal Akut 70 Persen Diketahui karena Senyawa Kimia
Â
Lebih lanjut Menkes menjelaskan senyawa kimia ini bisa menjadi asam oksalat dan membahayakan ginjal. "Kalau masuk ke ginjal itu kayak kristal kecil yang tajem. Sehingga kalau ada senyawa itu, rusak ginjal anak kita."
Untuk mencegah tingginya fatality rate atau tingkat kematian yang tinggi, pemerintah menyatakan mengeluarkan kebijakan konservatif. "Daripada banyak balita masuk rumah sakit. Walaupun kami belum mengetahui penyebabnya 100 persen tapi sekarang kira-kira 70 persen ini sudah diketahui masalahnya."
Selain itu, pemerintah langsung mencari obat penawar ini hingga ke Singapura dan Australia. "Jadi begitu kita tahu ini toksik, kita cari obatnya. Ketemu obat ambil dari Singapura. Pada sebagian membaik, dan sebagian stabil. Jadi kami merasa confident obat ini efektif."
Advertisement