Liputan6.com, Jakarta Kekhawatiran banyak orangtua memuncak usai keluarnya imbauan harus menghentikan konsumsi obat sirup untuk anak. Biasanya, obat sirup dijadikan andalan oleh beberapa orangtua saat kondisi anak sudah menurun.
Hal tersebut menyusul adanya investigasi terkait gagal ginjal akut yang masih dalam proses. Ada dugaan bahwa terdapat cemaran pada obat sirup yang dikonsumsi anak, sehingga berujung menimbulkan penghentian sementara penggunaannya.
Baca Juga
Orangtua pun kebingungan, harus bagaimana jika anak sakit dan tidak boleh mengonsumsi obat sirup? Upaya apakah yang bisa dilakukan?
Advertisement
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Fahreza Aditya Neldy mengungkapkan bahwa saat anak sedang sakit seperti batuk atau pilek, sebaiknya orangtua tidak menambah paparan iritan yang berpotensi memicu keparahan.
"Kalau anak lagi batuk pilek, saluran pernapasannya lagi meradang, jangan ditambah paparan iritan. Contoh paparan iritan adalah asap masakan, asap bakar sampah, debu jalanan, dan satu lagi yang akrab itu rokok," ujar Reza dalam talkshow bertema Menjawab Kepanikan Etilen Glikol, Parasetamol Sirup, dan Gagal Ginjal Akut Anak pada Sabtu, (22/10/2022).
"Kalau memang mau berkorban sedikit, kalau ternyata bapak ibu masih merokok, itu mungkin bisa dihentikan sama sekali. Jadi penggunaan obat-obatan ini tidak terlalu perlu dan bisa dihindarkan," tambahnya.
Selain itu, menurut Reza, sebenarnya normal bagi anak berusia dibawah 5 tahun untuk mengalami batuk, pilek, demam hingga delapan kali dalam setahun. Terlebih, masih ada tatalaksana lainnya saat anak sakit yang non-obat.
Tatalaksana Anak Sakit yang Non-Obat
Menurut Reza, saat anak sakit terutama ketika demam, orangtua bisa mencoba lebih dulu menggunakan kompres. Upaya satu ini bisa membantu menurunkan suhu tubuh lewat adanya transfer panas dari kain hangat yang digunakan.
"Sebelum obat-obatan, memang ada tatalaksana non-obat yang bisa dicoba di rumah. Bisa dengan kompres, bisa dilakukan dengan memberikan air hangat. Serta memberikan cukup hidrasi," kata Reza.
"Terkait dengan larangan sementara sampai kita bisa memetakan bahaya yang ada di mungkin obat-obat yang beredar, kita mendapatkan imbauan untuk tidak meresepkan obat sirup. Dalam imbauannya, kita bisa beralih ke beberapa bentuk obat seperti puyer. Kalau memang obat itu perlu diberikan."
Reza menjelaskan, memang dalam kondisi saat ini, dokter harus berkorban lebih dulu untuk tidak memberikan obat sirup. Meskipun biasanya obat sirup lebih mudah diberikan.
Para orangtua pun bisa berkonsultasi dengan dokter anak masing-masing soal upaya terbaik apa yang bisa diberikan pada anak yang sakit. Namun umumnya dapat dimulai dengan memberikan hidrasi yang cukup.
Advertisement
Kompres dan Cukupkan Hidrasi Anak
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Profesor Farmasi Klinis Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI), Dr Apt Retnosari Andrajati, MS. Menurut Retno, sama seperti pendapat Reza, orangtua sebenarnya tetap bisa melakukan intervensi tanpa menggunakan obat saat menghadapi demam, pilek, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompres.
"Barangkali kalau putranya panas atau demam, kita bisa kompres dengan air hangat. Supaya ada pemindahan panas dari tubuh ke kompresnya. Bisa kemudian diberi minum air yang sering. Lebih sering diberi air minum seperti kompres dari dalam," kata Retno.
Di sisi lain, Retno menjelaskan soal pentingnya mengikuti aturan penggunaan obat dengan baik. Obat apapun itu, termasuk paracetamol sirup ataupun tablet. Biasanya aturan pakai selalu tertera dalam kemasan obat atau lembaran yang ada di dalam produk obat.
"Kalau misalnya tidak diberikan oleh apotek, minta. Jadi di brosur tadi, di situ ada penjelasan tentang aturan penggunaan. Maksimum dia boleh digunakan, dosis untuk orang dewasa, dosis untuk anak, dosis untuk bayi. Itu semua tertera," ujar Retno.
Baca Petunjuk Obat dan Gunakan Sesuai Aturan
Ketika membeli obat tanpa resep dokter dan bisa secara mandiri menggunakannya, penting untuk selalu membaca aturan yang berlaku untuk obat yang hendak digunakan.
"Meskipun itu obat bebas, tetap itu adalah obat yang punya dosis. Jadi tidak bisa seenaknya dimakan semaunya berapa saja, karena dia tetap saja punya batasan maksimum boleh dipakai," kata Retno.
"Itu juga punya batasan minimum. Kalau dia tidak mencapai dosis, dia tidak punya efek. Tapi kalau melebihi dosis, dia punya efek toksik juga."
Hingga saat ini, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, setidaknya sudah terdapat 241 anak yang terkena gagal ginjal akut. Proses investigasi masih terus berlangsung termasuk soal obat-obatan yang diduga tercemar bahan berbahaya.
Advertisement