Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy meminta pelacakan bahan baku obat berkaitan dengan kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA). Dalam hal ini bahan baku obat untuk jenis sirup.
Apalagi jumlah kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia per 21 Oktober 2022 pukul 15.10 WIB berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI diangka 241. Angka ini kemungkinan dapat bertambah.
Baca Juga
"Oleh sebab itu, perlu diadakan pelacakan mulai dari asal muasal bahan baku, masuknya ke Indonesia hingga proses produksi obat-obat yang mengandung kedua zat berbahaya tersebut," ungkap Muhadjir saat rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga di Jakarta baru-baru ini.
Advertisement
Tak hanya itu, Muhadjir meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk ikut mengusut kasus gagal ginjal akut.
"Pengusutan ini penting untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus tersebut. Permintaan disampaikan mengingat kejadian gangguan ginjal kronis ini sudah mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak," jelasnya.
Permintaan kepada Kapolri disampaikan oleh Menko PMK setelah mengadakan rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, yaitu Kemenkes, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara virtual.
Rapat koordinasi terkait gangguan ginjal atau gagal ginjal akut dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan jajaran pejabat eselon 1 Kemenkes, Kepala BPOM Penny Lukito, Menteri Perindustrian diwakili PLT Dirjen IKFT, Ignatius Warsito, dan Menteri Perdagangan diwakili Direktur Impor Sihar Pohan.
Bahan Baku Obat Masih Impor
Dari informasi yang diperoleh Menko Muhadir Effendy, bahan baku obat jenis sirup yang digunakan industri farmasi masih impor. Terlebih, ditemukan adanya cemaran dari senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) yang menjadi penyebab melonjaknya kasus gangguan ginjal akut pada anak.
"Penyebabnya diduga kuat berasal dari cemaran zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) pada obat jenis sirup. Di mana bahan baku obat tersebut semuanya masih impor," terangnya dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Minggu, 23 Oktober 2022.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberikan perintah ke seluruh BUMN farmasi serta rumah sakit jaringan BUMN untuk memeriksa ulang ketentuan obat-obatan.
Langkah ini dilakukan setelah muncul kasus gagal ginjal akut misterius yang banyak terjadi pada anak-anak. Ditegaskan Erick, BUMN farmasi seperti PT Kimia Farma (Persero) dan PT Indofarma Tbk harus memprioritaskan keamanan dan keselamatan masyarakat dalam memberikan pelayanan.
"Saya sudah meminta Kimia Farma sejak awal untuk mengecek obat-obatan, tidak hanya obat batuk, tapi obat-obatan yang lain yang memang harus aman dan sesuai," tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (21/10/2022).
Advertisement
Sortir Jenis Obat-obatan
BUMN harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.
"Kita harus berbicara tentang keselamatan karena itu saya minta Kimia Farma benar-benar menjaga supaya jangan sampai ketika masyarakat yang hari ini lagi susah ditambah lagi terbenani dengan isu-isu obat yang bahkan merenggut nyawa masa depan anak-anak Indonesia," Erick Thohir melanjutkan.
Lebih lanjut, Erick mengatakan upaya pencegahan secara maksimal adalah bentuk konkret dari rasa keprihatinan yang terjadi akibat meninggalnya sejumlah anak-anak Indonesia. Oleh karena itu, ia mendorong Kimia Farma, Indofarma, RS BUMN, dan apotek-apotek Kimia Farma untuk mensortir jenis-jenis obat yang belum ada pernyataan aman.
"Itu harus kita siapkan secara menyeluruh," jelas Menteri BUMN.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok menegaskan, meski Pemerintah telah melarang peredaran obat sirup yang mengandung cemaran Etilen glikol dan Dietilen Glikol (DEG), pihaknya juga memerhatikan secara serius terkait tanggung jawab pelaku usaha selaku produsen dan distributor.
Menurutnya, kerugian masyarakat yang telah membeli dan mengkonsumsi apalagi yang menjadi korban harus tetap mendapatkan pertanggungjawaban.
"Baik dari pihak terkait mulai dari produksi hingga ketika obat tersebut diizinkan untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat baik yang termasuk obat bebas maupun yang harus melalui resep dokter," jelas Mufti dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/10/2022).
Ketatkan Pengawasan Peredaran Obat
M Mufti Mubarok menambahkan agar Kemenkes dan BPOM ke depannya harus lebih ketat lakukan pengawasan peredaran obat.
Selain itu, perlu penyebarluasan imbauan kepada masyarakat berhenti membeli dan mengonsumsi obat sirup untuk sementara waktu. Pemerintah juga harus memastikan seluruh apotek untuk benar-benar menyetop penjualan obat sirup kepada masyarakat.
"Pembiayaan bagi korban yang saat ini dirawat maupun yang meninggal agar menjadi tanggungjawab Pemerintah atau jika telah dapat diidentifikasi secara pasti, maka pihak pelaku usaha juga harus bertanggungjawab," tutup Mufti.
Dalam hal pengawasan, Polri turut andil dalam rangka melakukan pemantauan peredaran obat sirup di berbagai daerah di Indonesia. Sejauh ini, sejumlah produk telah ditarik peredarannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Para Kasatwil sudah diinfokan untuk membantu melakukan pemantauan. Polri siap membantu Kementrian terkait di pusat dan daerah," tutur Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Jumat (21/10/2022).
Advertisement