Sukses

Pakar: Etilen Glikol pada Botol Plastik Air Mineral Tidak Berbahaya

Senyawa etilen glikol (EG) yang diduga jadi penyebab gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) dalam sirup obat batuk berbeda peruntukan dengan bahan dasar pembuatan botol polyethylene terephthalate (PET) untuk air mineral.

Liputan6.com, Jakarta - Senyawa etilen glikol (EG) yang diduga jadi penyebab gangguan ginjal akut atipikal progresif atau acute kidney injury (AKI) dalam sirup obat batuk berbeda peruntukan dengan bahan dasar pembuatan botol polyethylene terephthalate (PET) untuk air mineral.

“Pada saat digunakan sebagai kemasan botol atau galon, plastik PET secara saintifik bisa dikategorikan aman,” kata pakar teknologi polimer dari Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknologi Universitas Indonesia (FTUI), Prof. Mochamad Chalid, di Jakarta mengutip keterangan pers Rabu (26/10/2022).

Menurut Chalid, karakteristik utama etilen glikol sudah tidak ada lagi pada saat berganti jadi plastik PET. Katalisnya pun dalam jumlah sangat sedikit dan aman.

“Dari sisi teknologi, plastik PET aman digunakan untuk kemasan makanan dan minuman,” katanya.

Pelaku usaha air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia biasanya memproduksi dua jenis kemasan, tambahnya. Yaitu galon plastik keras polikarbonat (PC) yang mengandung bisphenol-A (BPA) dan juga kemasan botol plastik yang menggunakan plastik PET. 

Kedua jenis plastik tersebut belakangan sering dibahas karena dikait-kaitkan dengan isu kesehatan. Faktanya, keduanya memiliki tingkat keamanan yang berbeda. Plastik PET lebih diterima secara global, berbeda dengan plastik BPA yang banyak kena regulasi dan larangan.

Ada 1 juta botol plastik yang diproduksi setiap menit di dunia, jumlah ini sama dengan 20.000 botol plastik setiap detik. Indonesia sendiri tercatat di posisi ke-4 sebagai negara yang masyarakatnya menjadi konsumen AMDK botol plastik PET terbanyak di dunia. 

2 dari 4 halaman

Perkiraan Semakin Jelas

Berbeda dengan kemasan PET, etilen glikol dalam sirup obat anak semakin dicurigai sebagai biang kerok terjadinya gangguan ginjal akut.

Kini, perkiraan itu semakin jelas karena zat yang sama ditambah zat lainnya yang disebut dietilen glikol (DEG) juga ditemukan pada anak-anak yang mengidap gangguan ginjal akut.

“Apa sudah pasti (penyebabnya EG dan DEG)? Sekarang sudah jauh lebih pasti dibandingkan sebelumnya karena memang terbukti di anak-anak ada, jadi darah anak-anak terbukti mengandung senyawa ini,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Kandungan EG dan DEG awalnya dicurigai karena ada kasus serupa di Gambia. Di mana 70 anak meninggal dunia karena cedera ginjal usai meminum obat sirup yang mengandung senyawa tersebut.

Selain pada obat sirup anak, ternyata ada pihak-pihak yang mencoba mengaitkan kandungan senyawa EG dengan campuran untuk bahan baku pembuat kemasan air mineral berbahan PET (Polietilen Tereftalat).

Diketahui kemasan plastik PET menggunakan senyawa etilen glikol sebagai aditif atau pengikat polimer. Adapun kemasan PET ini banyak digunakan pada kemasan air minum. Dan yang paling banyak beredar masif di pasaran saat ini adalah kemasan botol.

Meski etilen glikol dalam kemasan PET disebut tak berbahaya bagi konsumen, tapi sampah plastiknya semakin menyebar di sungai dan laut.

3 dari 4 halaman

3,2 Juta Ton Sampah Plastik

Mengutip data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun. Sebanyak 5 persennya, atau 3,2 juta ton, merupakan sampah plastik.

Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik.

Selain volume timbulan, setelah dikonsumsi, AMDK botol plastik PET berukuran di bawah 1 liter sangat sulit untuk dikumpulkan. Akibatnya, sampah produk AMDK berukuran mini ini tercecer dan mengotori lingkungan.

“Ukuran yang kecil-kecil itu berpotensi besar menjadi polutan,” kata Kepala Subdirektorat Tata Laksana produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik mengutip keterangan yang sama.

4 dari 4 halaman

Sumber Sampah Ciliwung dan Bali

Botol kemasan PET terbukti menjadi sumber sampah terbesar di Sungai Ciliwung. Pada 2021, Lembaga swadaya masyarakat Sungai Watch, juga mengumumkan hasil brand audit terhadap sampah plastik yang mencemari sungai dan laut di Bali.

Hasilnya, Sungai Watch menemukan 10 besar perusahaan yang produk dan kemasannya yang paling mencemari Bali, utamanya dari posisi paling atas adalah merek air mineral dalam kemasan yang paling terkenal di Indonesia.

Total sampah plastik dari merek paling terkenal itu mencapai 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang dianalisis oleh Sungai Watch dalam laporan mereka.

Menurut laporan Sungai Watch, sampah plastik merek paling terkenal itu bersumber dari sampah plastik AMDK gelas (14.147 item) dan botol PET (12.352 item).

Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol per tahun, perusahaan AMDK terbesar di Indonesia menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol PET (49 persen).