Sukses

BPOM: Produsen Obat Punya Tanggung Jawab Lakukan Studi Cemaran seperti Etilen Glikol

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan sesuai ketentuan tata cara pembuatan obat.

Liputan6.com, Jakarta Gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) yang terjadi pada ratusan anak di Indonesia diduga disebabkan oleh etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup anak.

Hal ini pun menimbulkan tanya, mengapa obat-obat sirup yang terbilang tidak aman bisa beredar di pasaran?

Terkait hal ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan sesuai ketentuan tata cara pembuatan obat.

Dalam ketentuan ini ditetapkan kadar dan cara pengawasannya. Sedangkan, EG dan DEG sendiri belum memiliki standar untuk menjadi referensi BPOM untuk melakukan pengawasan.

“Karena memang ini (EG dan DEG) dilarang dari awal sebagai bahan baku,” ujar Penny dalam konferensi pers Senin (24/10/2022).

Penny juga menekankan bahwa pelaku usaha atau produsen obat memiliki tanggung jawab untuk betul-betul melakukan studi atau kajian analisa cemaran atau impurities terhadap bahan baku yang mereka beli.

Pasalnya, perubahan bahan baku, perubahan kadar, atau hal lainnya bisa saja menyebabkan perubahan kadar cemaran yang ada dalam obat.

“Itu tanggung jawab mereka (produsen) untuk melakukan pengujian. Dan saya kira adanya perubahan kadar atau hal lain yang saya tidak tahu tentunya ini perlu pendalaman lebih jauh sehingga berubahlah kadar cemaran tersebut.”

Perubahan kadar cemaran juga bisa muncul kembali di masa depan karena proses terbentuknya EG dan DEG ini bisa terus berjalan seiring proses produksi.

“Intinya Badan POM sudah melakukan pengawasan sesuai aturan yang ada, tapi dengan melihat kondisi sekarang memang ada beberapa titik standar yang harus diperkuat lagi.”

2 dari 4 halaman

Belum Ada Standar Pengujian EG dan DEG

Penny juga menjelaskan bahwa pengawasan premarket adalah ketika merek atau jenis obat ingin mendapat izin edar. Dalam premarket ada uraian bahan baku, ini harus dilaporkan pada saat registrasi.

“Tapi ada juga kewajiban bagi pelaku usahanya untuk melakukan pengujian sendiri. Kita melakukan evaluasi saat premarket tapi kita juga melakukan pengawasan setelah postmarket atau setelah peredaran.”

Khusus untuk cemaran EG dan DEG ini, secara internasional belum ada standar yang mengatakan untuk diuji.

“Nah itulah kenapa kita tidak pernah menguji karena dunia internasional pun belum. Inilah standar yang harus kita kembangkan sekarang sehingga menjadi sampling rutin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.”

3 dari 4 halaman

Cemaran Boleh Ada dalam Batas Tertentu

Perubahan kadar cemaran seperti yang disebutkan Penny memang berpengaruh pada obat. Pasalnya, menurut Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati, cemaran seperti EG dan DEG memang boleh ada dalam obat. Dengan catatan, tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan.

Zullies menambahkan, salah satu contoh agen pembantu pelarut obat yang bisa memicu munculnya EG dan DEG adalah propilen glikol.

“Bahan ini enggak bisa pure atau murni karena dalam proses pembuatan selalu ada cemaran, jadi EG dan DEG ini adalah sisa-sisa dalam proses pembuatan. Adanya kandungan EG dan DEG ini wajar jika dalam batas tertentu.”

Propilen glikol sebagai bahan baku masih boleh memiliki cemaran seperti EG dan DEG asalkan masih dalam ambang batas wajar yakni 0,1 persen. Jika melewati batas ini, maka bahan baku tersebut tidak memenuhi syarat dan tak bisa diformulasi. Ketika sudah memenuhi syarat baru bisa diformulasi.

Ketika obat sudah jadi, maka masih wajar jika terkandung EG dan DEG selama masih dalam ambang batas yang ditentukan.

4 dari 4 halaman

Hati-Hati Beli Obat Online

Penny juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli obat. Karena ada obat yang tidak memenuhi syarat yang dijual secara online.

“Kami sudah melakukan kerja sama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika dan menemukan sekitar 1.400 tautan yang akan segera kami tindak lanjut sebagai bagian dari cyber patrol BPOM.”

Hati-hati juga dalam mengonsumsi obat, lanjutnya, karena bisa saja ada cemaran di dalamnya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Yang penting adalah selalu mencatat obat yang dikonsumsi, apakah itu swamedika di rumah atau di fasilitas kesehatan. Sehingga jika ada kejadian seperti ini dengan mudah juga nanti Badan POM bisa menelusuri,” katanya.