Sukses

Menkes Budi Harap Semua Negara Bisa Akses Dana Darurat Pandemi

Dana darurat pandemi telah berjalan diharapkan dapat diakses semua negara di dunia.

Liputan6.com, Bali Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF), salah satu yang didorong dalam Presidensi G20 Indonesia bidang kesehatan telah terbentuk. Kini, pendanaan tersebut terkumpul USD1,4 miliar yang dikumpulkan dari negara-negara G20 dan berbagai institusi/lembaga.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menuturkan, dana FIF diperuntukkan sebagai  dana darurat bila sewaktu-waktu terjadi pandemi di masa depan. Penggalangan dana ini demi mendukung tata kelola kesehatan global.

"Salah satu prestasi di G20 ini yang pertama adalah kita ingin membangun dana untuk (persiapan) masa depan bila ada pandemi. Dan kami telah berhasil melakukannya (mengumpulkan dana) pada bulan Juni dan Juli 2022," tutur Budi Gunadi saat memberikan keterangan pers 'G20 2nd Health Ministers Meeting' di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali pada Kamis, 27 Oktober 2022.

"Sekarang di 18 negara dan institusi telah berjanji sekitar USD1,4 miliar. Ini penting untuk ketahanan kita dalam waktu yang lama."

Hasil nyata pembentukan FIF sebagai upaya Pencegahan Pandemi, Kesiapsiagaan, dan Respon (PPR FIF) rupanya diprakarsai oleh Presidensi G20 Arab Saudi dan Italia, lalu dilanjutkan dalam Kepresidenan G20 Indonesia.

"Selanjutnya, kami ingin membangun mekanisme formal, bagaimana kita dapat menggunakan dana ini untuk memberikan akses ke tindakan medis darurat, yaitu terapeutik, obat-obatan dan alat diagnostik secara adil," imbuh Budi Gunadi.

"Jadi semua negara, terlepas dari kondisi ekonominya, dapat memiliki akses ke tindakan medis darurat ini menggunakan dana yang tersedia."

2 dari 4 halaman

Siap Hadapi Pandemi Lain

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pandemi COVID-19 yang dihadapi oleh semua negara di dunia sangat merugikan. Tidak hanya mengancam kesehatan, melainkan juga berimplikasi pada ekonomi dan sosial.

Oleh karena itu, Presidensi G20 Indonesia berupaya memperkuat Arsitektur Kesehatan Global untuk mempersiapkan kemungkinan terjadinya pandemi lainnya ke depan.

“Kita tahu bahwa dunia belum siap menghadapi pandemi semacam ini. Itulah sebabnya sejak tahun 2020, G20 meminta panel independen untuk benar-benar meninjau apakah dunia bisa lebih mempersiapkan diri," ungkap Sri Mulyani saat menjadi pembicara utama sesi 'Keynote Dialogue' rangkaian kegiatan 'Special Event Toward G20' di Washington DC, Amerika Serikat (AS) pada Senin, 10 Oktober 2022.

"Karena pandemi semacam ini tidak akan menjadi yang pertama dan terakhir, dan mungkin frekuensi pandemi berikutnya akan lebih banyak lagi."

Pembahasan kesiapsiagaan merespon pandemi ini mulai diangkat dalam Presidensi G20 di Roma, Italia. Salah satunya dengan membentuk Financial Intermediary Fund (FIF) dalam rangka mendukung tata kelola kesehatan global.

3 dari 4 halaman

Perkuat Kesiapsiagaan Pandemi

Menurut Sri Mulyani, sebagian besar negara anggota G20 memberikan dukungan kuat bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu diperkuat dalam hal efektivitas, kredibilitas, serta sumber daya yang lebih memadai.

Terlebih, jika terkait dengan pandemi atau juga perubahan iklim, dunia dihadapkan pada kesenjangan antara isu yang perlu ditangani disandingkan dengan ketidakseimbangan tata kelola atau sumber daya masing-masing negara yang menciptakan respons berbeda.

“Khususnya dalam pandemi, kita melihat WHO sebagai tata kelola atau otoritas kesehatan global perlu dibenahi dan kemudian G20 sebagai forum utama ekonomi global memutuskan bahwa kita perlu mendukung melalui pembentukan dari FIF ini,” jelas Menkeu.

FIF telah didirikan di bawah World Bank sebagai wali amanat. Hingga per 11 Oktober 2022, FIF telah memiliki 15 kontributor, yakni 12 kontributor berasal dari anggota G20 dan 3 filantropi internasional dengan dana yang terkumpul mencapai USD1,373 miliar.

“Kami sekarang tidak membahas apakah kami membutuhkan FIF, tetapi kami berbicara tentang apa yang akan menjadi tata kelola agar kami dapat menggunakan dana USD1,373 miliar dalam hal bagaimana kami akan memperkuat respons kesiapsiagaan pandemi terutama di negara berkembang,” pungkas Sri Mulyani.

4 dari 4 halaman

Penyediaan Pembiayaan Internasional

Pada pertemuan 19 Oktober 2022, WHO mencatat rekomendasi oleh beberapa kelompok kerja dan badan peninjau di dunia tanggapan terhadap COVID-19 -- termasuk  Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response and the G20 High Level Independent Panel on Financing the Global Commons for Pandemic Preparedness and Response -- telah mengarah pada pembentukan Dana Perantara untuk mengurangi kerentanan dunia terhadap pandemi di masa depan dan meningkatkan kesiapsiagaan dan respons pandemi.

Dana akan membangun arsitektur kesehatan global yang ada untuk pandemi kesiapsiagaan dan tanggapan, dalam konteks International Health Regulations (IHR) 2005 dan pemantauan terkait dan mekanisme pengembangan kapasitas.

Fungsi utama FIF untuk melengkapi pekerjaan lembaga-lembaga yang ada dengan menyediakan pembiayaan internasional untuk kesiapsiagaan dan respons pandemi. Hal ini dengan memanfaatkan keunggulan komparatif dan mengkatalisasi pendanaan dari swasta, filantropi dan bilateral sumber.

Dalam sesi WHO Executive Board pada Januari 2022, Director-General berkomitmen untuk mengembangkan proposal dengan berkonsultasi dengan Negara Anggota tentang memperkuat arsitektur untuk kesiapsiagaan, respons, dan ketahanan darurat kesehatan (Health Emergency Preparedness, Response and Resilience/HEPR), dan mempresentasikannya di Seventy-fifth World Health Assembly.

Kesepuluh proposal Director-General akan ditempatkan di bawah naungan baru kesepakatan pandemi menyeluruh yang saat ini sedang dinegosiasikan oleh Negara-negara Anggota WHO. Proposal berasal dari lebih dari 300 rekomendasi terkonsolidasi dari komite peninjau dan lainnya badan yang terlibat dalam evaluasi respons global terhadap COVID-19 serta keadaan darurat dan wabah sebelumnya.

Selanjutnya, proposal dikelompokkan dalam tiga pilar – tata kelola, sistem dan pembiayaan – dan didukung oleh tiga prinsip utama, yaitu kesetaraan, inklusivitas, dan koherensi. Proposal dirancang untuk mendukung dan berkontribusi untuk pengambilan keputusan di dalam dan di luar WHO.

Sekretariat menerima komentar dari Negara Anggota dan mitra melalui konsultasi informal dan umpan balik secara tertulis.