Sukses

3 Cara Kemenkes Tingkatkan Jumlah Dokter Spesialis

Kemenkes bekerjasama dengan Kemendikbud akan kejar pemenuhan tenaga kesehatan dengan menambah jumlah prodi Kedokteran supaya makin banyak menghasilkan dokter dan dokter spesialis.

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah dokter spesialis yang dimiliki Indonesai masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dokter umum. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun tengah berupaya meningkatkan ketersediaan dokter spesialis, seperti dijelaskan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Budi Gunadi mengungkap pihaknya telah melakukan tiga upaya untuk meningkatkan kapasitas serta kualitas dokter spesialis khususnya untuk pelayanan jantung.

Upaya pertama yakni meningkatkan jumlah program studi (prodi). Dikatakan Menkes jumlah prodi yang tersedia saat ini masih jauh dari harapan. Dari 92 Fakutas Kedokteran di Indonesia, hanya Ada 20 Fakultas Kesehatan yang memiliki prodi pelayanan jantung, sementara yang bisa melakukan spesialis BTKV hanya 2 prodi.

Untuk itu, Kemenkes bekerjasama dengan Kemendikbud akan kejar pemenuhan tenaga kesehatan dengan menambah jumlah prodi Kedokteran supaya makin banyak menghasilkan dokter dan dokter spesialis.

“Kita ada hitung-hitungannya, dari 188 spesialis yang praktik hanya 42 orang. Jumlah ini tentu tidak cukup untuk melayani 270 juta masyarakat Indonesia,” tegas Menkes Budi Gunadi saat menghadiri acara Inaugurasi Konsultan, Fellow, Spesialis 1 BKTV dan Rakernas HBTKVI 2022 pada Sabtu (29/10).

Kedua, membuka fellowship. Menkes menjelaskan Kemenkes juga akan bekerja sama dengan kolegium dan organisasi profesi untuk membuka fellowship yang seluas-luasnya untuk melatih mereka supaya bisa memasang ring maupun pelayanan jantung lainnya.

“Saat ini tenaga kesehatan kita masih kurang, kita mesti butuh puluhan tahun. Supaya cepat, salah satunya melalui fellowship. Semua rumah sakit harus membuka fellowship dan itu perlu bantuan dari kolegium dan organisasi profesi. Supaya ini bisa segera dibuka,” terang Budi Gunadi.

Guna mendukung program ini, Kemenkes telah berkomitmen untuk menambah kuota beasiswa untuk dokter dan dokter spesialis baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebelumnya, beasiswa yang tersedia hanya 200-300 beasiswa. Di tahun 2022, ditambah menjadi 1500 beasiswa per tahun. 

 

2 dari 4 halaman

Harapkan Dukungan Semua Pihak

Ketiga, mendorong pendidikan dokter berbasis rumah sakit (hospital based). Upaya ini dilakukan dengan menambah sistem pendidikan dokter spesialis yang semula University Based ditambah Hospital Based.

University based tetap ada, namun kita tambah dengan hospital based. Dua-duanya kita dorong demi mempercepat peningkatan dokter spesialis. Begitu nanti jadi Hospital Based, dokter spesialis yang ambil PPDS kita bayar,” ungkap Budi Gunadi.

Melalui tiga upaya ini, Budi Gunadi mengharapkan dukungan dan bantuan dari seluruh pihak terkait agar produksi tenaga kesehatan semakin meningkat, sehingga pelayanan kesehatan khususnya penyakit jantung semakin baik, berkualitas dan merata di seluruh Indonesia.

“Tiga hal ini tolong dibantu. Bukan untuk organisasi ataupun diri kita sendiri, tetapi untuk masyarakat, untuk menyelamatkan lebih banyak lagi nyawa masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

 

 

3 dari 4 halaman

Prioritaskan Layanan Jantung

Budi Gunadi mengungkap, layanan kesehatan jantung merupakan prioritas pemerintah yang harus ditransformasi.

Layanan jantung yang ada saat ini dinilai belum mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat Indonesia. Kapasitasnya masih sangat terbatas serta jumlahnya belum merata di seluruh Indonesia.

“1 dari 1000 masyarakat Indonesia punya potensi serangan jantung, yang bisa dilayani hanya sekitar 25% atau sekitar 25 ribu orang, yang lainnya berpotensi meninggal,” kata Budi.

4 dari 4 halaman

Layanan Jantung Dinilai Masih Kurang

Budi menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan untuk penyakit jantung masih sangat kurang. Belum semua mampu memberikan layanan jantung bahkan untuk tindakan yang sederhana seperti pemasangan ring.

“Di seluruh Indonesia, kurang dari 200 kab/kota yang (rumah sakitnya) bisa pasang ring. Yang lainnya belum bisa karena tidak memiliki alat yang namanya Cathlab. Saya tahu alat-alatnya kurang, karenanya Kemenkes sudah menyiapkan anggaran sekitar 30 triliun sampai tahun 2027 untuk mengatasi penyakit katastropik di Indonesia termasuk Jantung,” ujar Menkes.

Pihaknya menambahkan, selain untuk penanganan penyakit jantung, nantinya anggaran tersebut juga akan digunakan untuk mengatasi penyakit katastropik lainnya seperti Stroke, Kanker dan ginjal.