Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyampaikan hasil penindakan pada industri farmasi yang memproduksi obat sirup dengan tidak memenuhi standar (TMS). Sejauh ini, terdapat dua perusahaan yang akan dipidanakan.
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengungkapkan bahwa perusahaan diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan barang, dan pemusnahan. Setelah itu, sertifikat keamanan dan izin edarnya pun dicabut.
Baca Juga
"Dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut propylene glycol yang mengandung EG-DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama yang beralamat di Serang, Banten dan Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Medan, Sumatera Utara," ujar Penny dalam konferensi pers, Senin (31/10/2022).
Advertisement
Penny menjelaskan, barang bukti dari PT Yarindo Farmatama yang disita adalah bahan baku, produk jadi, bahan pengemas, dan dokumen penyerta.
Sedangkan dari Universal Pharmaceutical Industries yang disita adalah Unibebi Demam Sirup, Unibebi Demam Drop, Unibebi Cough Syrup, dan bahan baku propylene glycol produksi Thailand.
Berdasarkan aturan yang berlaku, dua produsen tersebut akan dikenakan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan dalam UU keamanan konsumen, produsen dapat dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp2 miliar.
"Kalau nanti terbukti ada kaitannya dengan kematian, tentunya akan ada ancaman lain. Ada lain lagi kalau sudah terbukti," kata Penny.
Proses investigasi pada dua produsen tersebut akan tetap dilanjutkan dan dicari tahu kaitannya dengan kematian akibat gagal ginjal akut yang terjadi pada ratusan anak di Indonesia.
Kesalahan yang Dilakukan PT Yarindo Farmatama
Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh dua produsen tersebut berkaitan dengan pelanggaran ketentuan lantaran memproduksi obat dengan bahan tambahan yang tidak memiliki bahan persyaratan bahan baku obat.
"Kesalahan pelanggaran PT Yarindo Farmatama dalam hal ini adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat dengan cemaran EG di atas batas aman, sehingga produk tidak memenuhi persyaratan," kata Penny.
Penny menjelaskan, PT Yarindo Farmatama tidak melaporkan apabila dilakukan perubahan bahan baku obat, tidak melakukan kualifikasi pemasok supplier BBO (bahan baku obat), dan tidak melakukan pengujian sendiri pada bahan baku yang digunakan.
"Produk PT Yarindo yaitu Flurin DMP Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml," ujar Penny.
Selain itu, Penny pun menegaskan bahwa BPOM memiliki catatan industri farmasi mana saja yang tingkat kepatuhannya tidak baik. Seperti PT Yarindo Farmatama yang akhirnya ketahuan tidak memenuhi ketentuan.
Advertisement
Distributor Akan Ikut Diperiksa
Penny mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan penelusuran pada distributor bahan baku kimia yang memasuk propylene glycol pada Universal Pharmaceutical Industries.
"BPOM betul-betul mempunyai komitmen untuk menyelesaikan perkara ini. Berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan stakeholder terkait," kata Penny.
Penny mengungkapkan bahwa dari hasil sampling yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), awalnya cemaran ditemukan dari produk yang diproduksi PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma.
"Namun, dengan pengembangan sampling kemudian ditemukan lagi PT Yarindo. Untuk produk Afi Pharma ini adalah produk parasetamol. Jadi ini akan dikembangkan lebih jauh lagi," ujar Penny.
Menurut Penny, temuan adanya cemaran pada produk merupakan tindak kejahatan kemanusiaan dan pihaknya akan mencermati langkah dengan lebih tegas lagi. Termasuk dengan menjamin adanya sistem keamanan mutu dari obat.
Kasus Gagal Ginjal Akut di Indonesia
Adanya cemaran dalam obat sirup diduga menjadi penyebab dari terjadinya gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia. Data himpunan Kemenkes RI mencatat total kasus gagal ginjal akut sudah mencapai 269 anak per 26 Oktober.
Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa dari 269 kasus gagal ginjal akut, terdapat 73 anak yang masih dalam proses perawatan. Serta, 157 anak meninggal dunia dan 39 anak dinyatakan sembuh.
"Pada tanggal 24 Oktober, ada 241 kasus, sehingga ada kenaikan 18 kasus. Namun kami ingin sampaikan, dari 18 kasus ini yang betul-betul baru setelah tanggal 24 atau setelah edaran dari Kementerian Kesehatan untuk melarang obat sirup itu hanya 3 kasus," ujar Syahril dalam konferensi pers, Kamis 27 Oktober 2022.
"Sementara yang 15 adalah kasus yang baru dilaporkan, yang terjadi pada akhir September sampai pertengahan Oktober. Jadi yang betul-betul penambahan 3 kasus."
Syahril menjelaskan, 269 kasus gagal ginjal akut tersebut dilaporkan dari 27 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus gagal ginjal akut tertinggi yakni sebanyak 57 anak, disusul dengan Jawa Barat sebanyak 36 kasus, dan Aceh dengan 30 kasus.
Advertisement