Sukses

Terinfeksi COVID-19 Lebih dari 2 Kali, Potensi Kematian Meningkat

Terinfeksi COVID-19 lebih dari dua kali, ada kemungkinan imunitas tubuh semakin menurun dan masuk kategori berisiko.

Liputan6.com, Jakarta Sejak pandemi COVID-19 dimulai hingga saat ini, tak sedikit masyarakat yang sudah mengalami infeksi lebih dari satu atau bahkan dua kali. Hal tersebut lantaran virus SARS-CoV-2 memang mempunyai kemampuan untuk melakukan reinfeksi.

Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia sekaligus Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa hal itulah yang menjadi kekhawatiran tersendiri baginya.

Menurut Dicky, saaat seseorang terinfeksi COVID-19 lebih dari dua kali, termasuk pada mereka yang berusia lebih muda, maka imunitas tubuh bisa semakin menurun hingga seseorang bisa masuk kategori berisiko.

"Sebagian masyarakat yang saat ini meskipun usia relatif muda, ketika dia sudah lebih dua kali terinfeksi subvarian sebelumnya, itu lebih rawan. Dia posisinya bisa sama seperti posisi lansia dan komorbid," kata Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Kamis (3/11/2022).

"Karena apa? Karena orang yang berkali-kali terinfeksi ini menurun daya tahan tubuhnya. Itu riset menunjukkan itu. Jadi potensi adanya peningkatan kasus kematian menjadi lebih tinggi," tambahnya.

Belum lagi, menurut Dicky, saat ini upaya deteksi dini COVID-19 masih lemah.  Serta, ada pula penurunan kedisiplinan pada protokol kesehatan seperti 5M di masyarakat seiring berjalannya waktu.

"Jadi ini PR besar, tantangan besar meskipun tentu tidak akan menyamai seperti Delta. Tapi sekali lagi, kerawanan ini relatif jauh lebih tinggi ketika kedatangan (varian baru) bahkan daripada Omicron awal, BA.1 dan BA.2," ujar Dicky.

2 dari 4 halaman

Meningkatnya Kasus dan Angka Kematian

Seperti diketahui, sudah dua hari kasus COVID-19 harian di Indonesia melebihi angka empat ribu. Bahkan, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 2 November 2022 menunjukkan penambahan sebanyak 4.873 kasus.

Begitupun pada sehari sebelumnya, COVID-19 harian bertambah sebanyak 4.707 kasus. Diduga, kenaikan kasus terjadi akibat masuknya XBB atau subvarian Omicron baru yang hingga kini sudah terdeteksi pada 8 orang WNI.

Di samping naiknya kasus harian COVID-19, angka kematian akibat virus satu ini ikut mengalami kenaikan. Selama tiga hari berturut-turut, angka kematian COVID-19 selalu melebihi angka 30 per harinya.

Dicky menjelaskan, sebenarnya angka kematian merupakan indikasi keparahan dari sebuah situasi yang tengah terjadi.

"Ini situasi yang semakin mengkhawatirkan, karena dengan modal imunitas yang jauh lebih baik dibandingkan ketika Delta atau bahkan Omicron. Tentu ini harus menjadi kewaspadaan bersama," ujar Dicky.

"Kematian menunjukkan indikasi adanya keparahan dari satu situasi. Kali ini yang kita hadapi ini adalah XBB. Kemungkinan besar dalam dugaan saya, kasus-kasus ini adalah kasus XBB."

3 dari 4 halaman

Kemampuan Tiap Mutasi Virus Baru

Dicky mengungkapkan bahwa varian XBB datang di tengah cakupan vaksinasi booster yang masih terbatas dan jauh lebih rendah daripada Singapura. Terlebih, varian satu ini punya kemampuan menerobos imunitas tubuh manusia (immune escape).

Di sisi lain, angka kematian yang dilaporkan juga kemungkinan jumlahnya lebih kecil daripada apa yang terjadi sebenarnya. Sehingga penting untuk menjadikan kondisi saat ini sebagai bentuk kewaspadaan.

"Jadi bila bicara pada konteks saat ini, satu kematian kalau dulu mewakili beberapa ratus infeksi, sekarang ini bisa mewakili katakanlah seribu atau 500 infeksi yang ada di masyarakat," kata Dicky.

"Artinya ini yang kita temukan atau pemerintah temukan itu jauh lebih kecil. Jadi ini yang harus jadi kewaspadaan," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Laporan Kasus Belum Tentu Mewakili yang Sebenarnya

Dicky menjelaskan, berkaca pada Singapura yang angka kematiannya kecil, sebenarnya kasus infeksi yang terjadi lebih banyak. Hanya saja mungkin kematiannya tidak terdeteksi yang paling aktualnya di masyarakat.

Data di Singapura sendiri menunjukkan bahwa penambahan kasus per 2 November 2022 sebanyak 4.086 jiwa. Sedangkan yang meninggal dunia hanya 2 orang. Tak hanya itu, menurut Dicky, hal ini juga bisa menggambarkan sistem kesehatan yang lemah.

"Kedua bila dalam sistem kita, menggambarkan lemahnya sistem kesehatan kita. Sedikit sekali perbaikannya dari sejak mengawali pandemi ini," ujar Dicky.