Sukses

Kemenkes Tegaskan Penyebab Ginjal Akut karena EG Bukan Asumsi Semata

Penyebab gagal ginjal akut karena cemaran Etilen Glikol (EG) bukan asumsi semata.

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Mohammad Syahril menegaskan, penyebab gagal ginjal akut karena cemaran Etilen Glikol (EG) bukanlah asumsi semata. Hal ini menanggapi sejumlah pendapat yang masih meragukan kaitan cemaran EG yang terkandung pada obat sirup terhadap kejadian gagal ginjal akut.

Pada perkembangan terkini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengeluarkan peringatan soal risiko cemaran Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG). Bahwa senyawa tersebut bila masuk ke dalam tubuh dalam kadar melebihi ambang batas akan merusak ginjal dan bisa berakibat fatal.

Apalagi kasus gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia, lebih banyak dialami anak di bawah usia 5 tahun. Pemberian obat Fomepizole yang termasuk antidot atau penawar bereaksi efektif.

"WHO sudah mengindikasikan penyebab gagal ginjal karena EG, DEG dan Fomepizole menjadi opsi antidot. Jadi, bukan berdasarkan asumsi semata," tegas Syahril melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 3 November 2022.

Sebagai tindak lanjut adanya cemaran EG dan DEG, Kemenkes sudah mengeluarkan larangan sementara penggunaan dan pemberian resep obat sirup. Sejak dikeluarkan larangan, kasus baru gagal ginjal akut yang masuk rumah sakit menurun.

"Kita bisa lihat kasus (gagal ginjal akut) sejak 18 Oktober 2022 sudah turun (sejak dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan yang meminta tenaga kesehatan dan apotek untuk tidak memberikan obat dalam bentuk sirup kepada masyarakat)," lanjut Syahril.

"Kenaikan jumlah kasus -- yang sekarang ini -- itu karena telatnya pelaporan (sebagian besar kasus bulan Agustus dan September 2022)."

2 dari 4 halaman

WHO Rilis Peringatan Obat

Pada 2 November 2022, WHO merilis peringatan berjudul, Medical Product Alert N°7/2022: Substandard (contaminated) paediatric liquid dosage medicines. Peringatan ini mengacu pada delapan produk obat sirup di bawah standar, yang diidentifikasi di Wilayah WHO Asia Tenggara.

Produk-produk yang dimaksud diidentifikasi di Indonesia dan dilaporkan secara publik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada tanggal 20 Oktober dan 30 Oktober 2022.

Produk medis di bawah standar adalah produk yang gagal memenuhi standar kualitas atau spesifikasinya dan oleh karena itu 'di luar spesifikasi' -- tidak memenuhi kadar aman pembuatan produk obat. Ke delapan produk obat sirup yang dilaporkan BPOM RI, antara lain:

  1. Termorex syrup (hanya batch AUG22A06)
  2. Flurin DMP syrup
  3. Unibebi Cough Syrup
  4. Unibebi Demam Paracetamol Drops
  5. Unibebi Demam Paracetamol Syrup
  6. Paracetamol Drops (diproduksi oleh PT Afi Farma)
  7. Paracetamol Syrup (mint) (diproduksi oleh PT Afi Farma)
  8. Sirup Vipcol

Produk-produk di atas mengandung etilen glikol dan/atau dietilen glikol dalam jumlah yang tidak dapat diterima sebagai kontaminan: hal ini telah dikonfirmasi oleh analisis laboratorium terhadap sampel oleh pihak berwenang di Indonesia.

Hingga saat ini, produk-produk tersebut telah teridentifikasi di Indonesia. Namun, mereka (industri farmasi) mungkin memiliki izin pemasaran di negara lain. Produk-produk ini mungkin telah didistribusikan, melalui pasar informal, ke negara atau wilayah lain, demikian pernyataan WHO.
3 dari 4 halaman

Dampak Fatal EG dan DEG

Dalamm Alert Summary, WHO menekankan, senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) beracun bagi manusia bila dikonsumsi dan dapat berakibat fatal.

Produk di bawah standar dengan sejumlah obat sirup yang terkandung cemaran EG dan DEG dinilai tidak aman dan penggunaannya, terutama pada anak-anak dapat menimbulkan cedera parah atau kematian.

Efek toksik dapat mencakup sakit perut, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental, dan cedera ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian, tulis WHO.

WHO pun menyarankan pentingnya untuk mendeteksi dan menghentikan peredaran produk obat sirup yang di bawah standar. Upaya ini demi mencegah keparahan bagi pasien.

WHO juga meminta peningkatan pengawasan dan pengetatan dalam rantai pasokan negara dan wilayah yang kemungkinan akan terpengaruh oleh produk obat sirup. Peningkatan pengawasan pasar informal/tidak diatur juga disarankan.

Otoritas regulasi/kesehatan nasional disarankan untuk segera memberi tahu WHO jika produk di bawah standar ini ditemukan di negara masing-masing.

4 dari 4 halaman

Lakukan Pengujian Cemaran

Produsen sediaan cair terutama sirup yang mengandung eksipien antara lain Propilen Glikol, Polietilen Glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol diimbau untuk dilakukan pengujian terhadap adanya kontaminan (cemaran) seperti Etilen Glikol dan Dietilen Glikol sebelum digunakan dalam obat.

Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi. Propilen Glikol, Polietilen Glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol termasuk bahan tambahan atau pelarut yang digunakan dalam obat sirup maupun pangan.

Semua produk medis harus disetujui dan diperoleh dari pemasok resmi/lisensi. Keaslian dan kondisi fisik produk harus diperiksa dengan cermat. Carilah saran dari profesional kesehatan jika ragu.

Jika Anda memiliki produk obat sirup di bawah standar khususnya delapan obat sirup yang dilaporkan BPOM RI, WHO menyatakan jangan menggunakannya.

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal telah menggunakannya atau mengalami reaksi/kejadian yang merugikan setelah digunakan, Anda disarankan untuk segera mencari nasihat medis dari profesional kesehatan yang berkualifikasi dan melaporkan kejadian tersebut ke National Regulatory Authority atau National Pharmacovigilance Centre, tutup WHO.