Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengapresiasi kinerja pengujian obat sirup oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI terkait kasus gagal atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA).
Pengujian obat sirup untuk mengecek kandungan, apakah ada cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebih ambang batas aman. Kinerja BPOM melakukan pengujian obat-obat sirup yang bermasalah dilakukan 24 jam nonstop.
Baca Juga
"Kerja BPOM sudah bagus. Mereka bekerja 24 jam nonstop," ungkap Muhadjir saat menyambangi Kantor BPOM RI Jakarta beberapa hari lalu.
Advertisement
Dalam kunjungannya, Menko PMK Muhadjir didampingi Kepala BPOM Penny Lukito, Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional Muhammad Kashoeri, dan beberapa pejabat BPOM.
"Saya tadi melihat langsung proses pengujian di laboratorium BPOM terhadap beberapa obat terutama sirup yang diduga kuat mengandung EG dan DEG,” katanya.
Pada rilis resmi tanggal 1 November 2022, BPOM terus melakukan perluasan sampling dan pengujian terhadap produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Hasilnya, terdapat tiga produk yang melebihi ambang batas aman, yaitu Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint, dan Vipcol Sirup produksi PT Afifarma.
Penelusuran BPOM RI lebih lanjut ditemukan bahan baku yang digunakan tidak memenuhi persyaratan. Untuk itu, terhadap semua produk sirup cair PT Afifarma yg menggunakan empat pelarut, yakni Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol akan dilakukan penghentian proses produksi dan distribusi.
Pastikan Siapa yang Salah dan Terimbas
Muhadjir Effendy menyebut, kasus obat sirup terkait gagal ginjal akut yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti, apakah merupakan cemaran atau ada kesengajaan.
“Karena sejak dari sananya bahan penolong ini cukup tinggi dosisnya. Secara detail tadi dapat informasi dari lab, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya," ucapnya melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
Hal ini, menurutnya bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan siapa yang bisa dikenakan tindak pidana.
“Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini,” tutur Menko Muhadjir.
Menko PMK berharap kasus cemaran EG dan DEG segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk terutama yang sudah baik dan patuh, bisa segera dipulihkan kembali.
Advertisement
Teliti Obat Sirup
Sebelumnya, BPOM RI telah resmi melarang penggunaan obat sirup dengan zat pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol sehingga, obat sirup yang memakai pelarut di luar keempat zat tersebut diperbolehkan dikonsumsi.
Hal ini sekaligus merespons temuan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia yang dicurigai akibat keracunan kandungan dalam obat sirup.
"Sesuai dengan tugasnya, BPOM sudah menyesuaikan pengujian dengan jumlah obat yang diberikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mana yang aman dan mana yang tidak aman sudah kita teliti," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito.
"Dan nanti akan kita telusuri dari hulu ke hilir sistem jaminan keamanan dan mutu obat, termasuk nanti ada instruksi cara produksi obat yg baik, izin edar dan lainnya."
BPOM melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia secara terus-menerus mengawal proses penarikan dari peredaran terhadap sirup obat yang mengandung cemaran EG/DEG melebihi ambang batas aman.
Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.
Pengawasan Daring hingga Patroli Siber
Selain melakukan pemeriksaan ke sarana produksi, BPOM RI juga melakukan pengawasan secara daring atau online berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 8 tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020.
BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri penjualan produk yang dinyatakan tidak aman.
Sampai dengan 26 Oktober 2022, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (takedown) konten terhadap 6001 link yang teridentifikasi melakukan penjualan sirup obat yang dinyatakan tidak aman.
BPOM menegaskan agar pelaku usaha konsisten dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pelaku usaha juga harus memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan serta obat yang diproduksi aman sesuai standar dan mutu.
Para pelaku usaha, terutama industri farmas juga harus mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan oleh regulator, baik secara nasional maupun internasional.
Advertisement