Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 6 November 2022, tercatat ada 324 anak yang mengalami gagal ginjal akut. Dari data itu, 102 pasien diantaranya telah dinyatakan sembuh dan 195 lainnya meninggal dunia.
Salah satu pertanyaan yang mungkin muncul dari benak Anda selanjutnya terkait gagal ginjal akut adalah fungsi ginjal itu sendiri. Pada pasien yang sembuh, bagaimana sebenarnya fungsi ginjal mereka setelahnya?
Baca Juga
Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal akut yang telah dinyatakan sembuh total atau 100 persen dapat kembali berjalan dengan normal.
Advertisement
Hal tersebut lantaran gagal ginjal akut kali ini berbeda dengan gagal ginjal kronis yang sebelumnya sudah pernah terjadi. Pada gagal ginjal kronis, kondisi ginjal pasien tidak dapat pulih 100 persen.
"Gagal ginjal akut ini berbeda dengan gagal ginjal kronis. Kalau gagal ginjal kronis, sudah terjadi kerusakan-kerusakan ginjal yang lama. Sehingga tidak bisa pulih 100 persen," ujar Syahril dalam konferensi pers Update Perkembangan Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (AKI) di Indonesia, Senin (7/11/2022).
"Tapi kalau gagal ginjal yang karena akut ini, apalagi karena intoksikasi, begitu racunnya hilang, insya Allah bisa sembuh total," tambahnya.
Syahril mengungkapkan bahwa penyebab gagal ginjal akut sendiri sudah dicari dari kajian yang dilakukan antara pihak Kemenkes, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), rumah sakit, ahli epidemiologi, apoteker, dan ahli toksikologi.
Kemenkes Pastikan Penyebab Gagal Ginjal Akut
Lebih lanjut Syahril menjelaskan, upaya pencarian penyebab gagal ginjal akut dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan gagal ginjal akut.
Mulai dari infeksi bakteri, virus, atau jamur. Serta, hal lain seperti dehidrasi, pendarahan, dan kemungkinan penyakit penyerta.
"Setelah melalui serangkaian penelitian itu dan menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain, maka kita dengan hasil penelitian pemeriksaan darah pada pasien. Kemudian urine, maka didapatkan suatu zat yang menjadikan sebab terjadinya keracunan atau intoksikasi pada ginjal anak," ujar Syahril.
"Kemudian kita lanjutkan dengan pemeriksaan biopsi ginjal dan di sana kita temukan juga kelainan ginjal yang diakibatkan karena gangguan atau intoksikasi zat dietlien glikol maupun etilen glikol," tambahnya.
Sehingga dugaan terkuat dan terbanyak yang mengarah pada penyebab gagal ginjal akut adalah masalah intoksikasi obat. Begitupun bila berkaca pada kasus gagal ginjal yang terjadi pada anak-anak di Gambia.
Advertisement
Tidak Ada Penambahan Kasus Lagi
Lebih lanjut Syahril menjelaskan, upaya pencarian penyebab gagal ginjal akut dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan gagal ginjal akut.
Mulai dari infeksi bakteri, virus, atau jamur. Serta, hal lain seperti dehidrasi, pendarahan, dan kemungkinan penyakit penyerta.
"Setelah melalui serangkaian penelitian itu dan menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain, maka kita dengan hasil penelitian pemeriksaan darah pada pasien. Kemudian urine, maka didapatkan suatu zat yang menjadikan sebab terjadinya keracunan atau intoksikasi pada ginjal anak," ujar Syahril.
"Kemudian kita lanjutkan dengan pemeriksaan biopsi ginjal dan di sana kita temukan juga kelainan ginjal yang diakibatkan karena gangguan atau intoksikasi zat dietlien glikol maupun etilen glikol," tambahnya.
Sehingga dugaan terkuat dan terbanyak yang mengarah pada penyebab gagal ginjal akut adalah masalah intoksikasi obat. Begitupun bila berkaca pada kasus gagal ginjal yang terjadi pada anak-anak di Gambia.
Tidak Ada Penambahan Kasus Lagi
Sebelumnya, Syahril mengungkapkan bahwa dari 324 pasien gagal ginjal akut yang ada, 27 anak diantaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.
"Jumlah kasus 324, yang dirawat 27 di rumah sakit di seluruh Indonesia. Meninggal 195 dan yang sudah sembuh 102," ujar Syahril.
Syahril menjelaskan, terdapat tiga stadium pada kasus gagal ginjal akut. Angka kematian tertinggi sendiri disebabkan oleh pasien yang memang sudah berada pada stadium 3.
Dari data Kemenkes, setidaknya terdapat 58 persen pasien yang berada pada stadium 3 dan terdapat 59 persen pasien yang meninggal.
"Memang bisa stadium 3 itu kita obati jika belum jadi stadium yang sangat berat. Kalau stadium 1 dan 2 insya Allah bisa diselamatkan," kata Syahril.
Sebelumnya Syahril mengungkapkan bahwa pihak Kemenkes RI sangat bersyukur karena tidak ada lagi penambahan kasus pada 6 November 2022 dari kasus baru maupun kasus lama yang baru dilaporkan.
Advertisement