Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan terhadap anak bisa terjadi di mana saja tak terkecuali di lingkungan pendidikan termasuk pesantren.
Hal ini melatarbelakangi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam menandatangani deklarasi pesantren ramah anak di Ponorogo, Jawa Timur pada Sabtu 5 November 2022.
Baca Juga
Deklarasi ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menteri PPPA Bintang Puspayoga ke Kabupaten Ponorogo pada September lalu.
Advertisement
Menteri PPPA menekankan, deklarasi pesantren ramah anak ini dilakukan sebagai bentuk komitmen awal untuk melakukan pencegahan dan penanganan kasus anak. Serta mendorong pembentukan tim penanganan kasus yang ramah anak di pondok pesantren.
“Pembentukan tim penanganan kasus yang ramah anak di pondok pesantren ini akan ditindaklanjuti dengan beberapa kegiatan lanjutan seperti bimbingan teknis dan pelatihan konvensi hak anak yang akan terus didampingi oleh tim dari KemenPPPA,” kata Bintang mengutip keterangan pers, Selasa (8/11/2022).
“Pembentukan tim ini juga diharapkan memberikan dampak berkepanjangan dan menghasilkan outcome untuk menghapus mata rantai kekerasan di pondok pesantren. Baik kekerasan antar santri atau pengelola pondok pesantren dengan santrinya,” tambah Bintang.
Model pendidikan berbasis pesantren keagamaan Islam menjadi salah satu ikon pendidikan di Indonesia. Hampir di setiap pelosok di Indonesia memiliki pondok pesantren sebagai tempat untuk anak-anak menempa pendidikan formal juga rohani.
Perkembangan pondok pesantren pun semakin terlihat dengan pengembangan dan pembaharuan pondok pesantren yang semakin modern, terpadu, serta berbagai macam istilah lainnya. Pengembangan tersebut tak lantas melupakan jati diri dari pondok pesantren itu sendiri, yaitu tetap mempertahankan pembelajaran agama sebagai pokok kurikulum pondok pesantren.
Kekerasan Coreng Nama Baik Pesantren
Seiring perkembangan pondok pesantren yang kian pesat, turut bermunculan kasus-kasus kekerasan yang begitu memprihatinkan. Hal ini mencoreng nama baik pondok pesantren yang telah berdiri selama berpuluh-puluh tahun dengan sepak terjang sejarah yang mendarah daging di Tanah Air.
Mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual terjadi di pondok pesantren yang dilakukan oleh sesama santri maupun pengelola pondok pesantren.
Berkaca dari laporan yang masuk ke pihak KemenPPPA dalam kurun waktu 2019 hingga 2021, terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan yang terjadi pada anak mayoritas merupakan kekerasan seksual di berbagai macam latar tempat, termasuk di dalamnya adalah di pondok pesantren.
Sementara itu, merujuk data kekerasan seksual yang dihimpun oleh Komnas Perempuan sepanjang 2015 hingga 2021, diketahui bahwa kasus kekerasan di pondok pesantren menempati posisi kedua setelah perguruan tinggi.
KemenPPPA juga mencatat ada 7.691 kasus kekerasan terhadap anak yang terlaporkan dengan 8.420 anak menjadi korban selama periode Januari hingga Juli 2022.
Advertisement
Kasus Darurat
Besarnya angka tersebut menunjukkan betapa daruratnya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Apalagi tidak sedikit kasus-kasus tersebut terjadi di tempat-tempat yang sepatutnya menjadi lokasi teraman bagi anak. Baik untuk mengenyam pendidikan maupun untuk tumbuh dan berkembang.
Kasus kekerasan di lingkungan pesantren dikhawatirkan akan meruntuhkan reputasi pondok pesantren. Untuk itu, KemenPPPA dan Kementerian Agama (Kemenag) berkomitmen menghadirkan pondok pesantren yang aman dan nyaman bagi setiap santrinya.
Hal ini diwujudkan dengan Pondok Pesantren Ramah Anak yang didukung Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
“Bentuk dukungan dari Kemenag dengan melahirkan peraturan menteri tersebut merupakan salah satu langkah konkret dari pemerintah untuk terus hadir melindungi setiap individu, khususnya anak-anak juga santri,” jelas Menteri PPPA.
Tanggung Jawab Semua Pihak
Lebih lanjut, Bintang menegaskan, kontrol dan evaluasi terkait perlindungan anak tak lagi hanya sekadar menjadi kewajiban lembaga pendidikan. Namun, menjadi penting bagi seluruh pihak yang terlibat.
Pihak-pihak ini termasuk lembaga, organisasi, orangtua, dan masyarakat. Semua pihak berperan aktif memantau seberapa efektif upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.
Sebagai kementerian yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, KemenPPPA dimandatkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak.
Dengan demikian, kementerian ini memiliki peran untuk melakukan koordinasi lintas sektor dengan lembaga terkait. Serta memastikan implementasi dan kerja sama berbagai sektor dalam menyediakan layanan bagi anak telah dilakukan secara ramah anak dan berbasis hak anak.
“Kami berharap, dengan penandatanganan bersama deklarasi pesantren ramah anak ini menjadi sebuah titik balik untuk transformasi menyeluruh badan lembaga pondok pesantren dalam menghadirkan dan mewujudkan pondok pesantren yang ramah anak dan berbasis hak anak.”
“Agar kedepannya, tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan yang terjadi di dalam pondok pesantren dan anak-anak dapat mengenyam pendidikan dengan nyaman dan aman sehingga melahirkan santri-santri yang berdaya menjaga martabat kemanusiaan,” pangkas Bintang.
Advertisement