Sukses

Kasus Gagal Ginjal Akut RI Turun, Obat Fomepizole Tetap Didatangkan

Obat Fomepizole tetap didatangkan walau kasus gagal ginjal akut di Indonesia turun.

Liputan6.com, Jakarta Tren kasus gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia dinilai semakin menurun. Situasi ini terjadi sejak adanya pelarangan obat sirup yang diduga terkandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) diperjualbelikan dan diresepkan.

Meski kasus ginjal akut turun, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan tetap mendatangkan obat Fomepizole. Obat jenis antidotum (antidote) ini sebagai penawar untuk menangani gangguan ginjal akut.

"Tetap akan kita terus datangkan (Fomepizole)," kata Dante saat ditemui Health Liputan6.com usai acara 'Launching Ventricle Building Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta' di Lobby Utama Ventricle Building RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta pada Rabu, 9 November 2022.

Kemenkes telah menerima sebanyak 246 vial Fomepizole yang didatangkan dari Singapura hingga donasi Jepang. Sebanyak 87 persen obat Fomepizole yang didatangkan ke Indonesia adalah produk donasi alias hibah dari negara lain.

Berdasarkan data Kemenkes per 6 November 2022, kasus gagal ginjal akut di Indonesia mencapai 324 kasus yang tersebar di 28 provinsi. Sebanyak 195 di antaranya, dinyatakan meninggal dunia.

Sebagai informasi, sejak 18 Oktober 2022, Kemenkes telah mengeluarkan larangan untuk konsumsi obat sirup. Hal tersebut demi menekan tambahan kasus gagal ginjal akut yang terjadi di Indonesia.

Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengungkapkan, bahwa sejak diterbitkannya larangan penggunaan obat sirup, kasus gagal ginjal akut kian mengalami penurunan.

"Sejak tanggal 18 Oktober itu, kita lihat pasien sudah mulai turun terus dan Alhamdulillah pada bulan November awal, pasien sudah hanya 1 atau pada hari ini sudah tidak ada pasien lagi yang bertambah maupun meninggal," kata Syahril dalam konferensi pers 'Update Perkembangan Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (AKI) di Indonesia' pada Senin, 7 November 2022.

"Dugaan ini menjadi kuat bahwa inilah (intoksikasi obat) yang menjadi penyebab terbanyak, penyebab tersering dari kasus gagal ginjal yang kita teliti."

2 dari 4 halaman

Perbaikan Kondisi Tubuh

Selain itu, menurunnya kasus gagal ginjal akut sendiri, lanjut Mohammad Syahril terjadi karena penggunaan obat Fomepizole yang didatangkan dari Singapura, Australia maupun Jepang. Pasien yang dirawat mengalami perbaikan kondisi tubuh usai diberikan obat antidotum Fomepizole.

Sejauh ini, Indonesia telah menerima hibah obat untuk gagal ginjal akut dari ketiga negara tersebut yang datang secara bertahap. Obat antidotum Fomepizole sendiri sudah tersebar pada rumah sakit di berbagai provinsi di Tanah Air.

"Kedua hal inilah yang menjadi kebanggaan kita semua bahwa reaksi cepat kita, Alhamdulillah semoga seterusnya tidak ada pasien gagal ginjal akut yang bertambah maupun yang meninggal," ujar Syahril.

Syahril mengungkapkan, bahwa penyebab gagal ginjal akut sudah dicari dari kajian yang dilakukan antara pihak Kemenkes, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), rumah sakit, ahli epidemiologi, apoteker, dan ahli toksikologi.

Upaya dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan gagal ginjal akut. Mulai dari infeksi bakteri, virus atau jamur. Serta, hal lain seperti dehidrasi, pendarahan, dan kemungkinan penyakit penyerta.

"Setelah melalui serangkaian penelitian itu dan menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain, maka kita dengan hasil penelitian pemeriksaan darah pada pasien. Kemudian urine, maka didapatkan suatu zat yang menjadikan sebab terjadinya keracunan atau intoksikasi pada ginjal anak," jelas Syahril.

"Kemudian kita lanjutkan dengan pemeriksaan biopsi ginjal dan di sana kita temukan juga kelainan ginjal yang diakibatkan karena gangguan atau intoksikasi zat dietlien glikol maupun etilen glikol."

3 dari 4 halaman

Tak Ada Penambahan Kasus

Ditambahkan Mohammad Syahril, bahwa dari 324 pasien gagal ginjal akut yang ada, 27 anak diantaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.

"Jumlah kasus 324, yang dirawat 27 di rumah sakit di seluruh Indonesia. Meninggal 195 dan yang sudah sembuh 102," tambahnya.

Syahril menjelaskan, terdapat tiga stadium pada kasus gagal ginjal akut. Angka kematian tertinggi sendiri disebabkan oleh pasien yang memang sudah berada pada stadium 3.

Dari data Kemenkes per 6 November 2022, setidaknya terdapat 58 persen pasien yang berada pada stadium 3 dan terdapat 59 persen pasien yang meninggal.

"Memang bisa stadium 3 itu kita obati jika belum jadi stadium yang sangat berat. Kalau stadium 1 dan 2 insya Allah bisa diselamatkan," sambung Syahril.

Syahril juga mengungkapkan Kemenkes RI sangat bersyukur karena tidak ada lagi penambahan kasus gangguan ginjal akut pada 6 November 2022, baik dari kasus baru maupun kasus lama yang baru dilaporkan.

Berdasarkan data Kemenkes, setidaknya terdapat 11 provinsi yang masih memiliki pasien gagal ginjal akut di Tanah Air. Pasien terbanyak yang dirawat di rumah sakit ada di provinsi DKI Jakarta dengan total pasien mencapai 10 anak.

Sisanya, berada pada provinsi Jawa Barat (2), Aceh (2), Jawa Timur (1), Banten (4), Sumatera Barat (3), Bali (1), Sumatera Utara (1), Nusa Tenggara Timur (1), Kepulauan Riau (1), dan Kalimantan Utara (1).

4 dari 4 halaman

Turnkan Angka Kematian

Efektivitas Fomepizole juga disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Bahwa setelah pemberian Fomepizole, kondisi pasien gagal ginjal akut yang didominasi balita membaik.

Dalam upaya pencarian obat Fomepizole, Kemenkes sebelumnya melihat faktor risiko penyebab kasus gagal ginjal akut. Kemungkinan faktor risiko terbesar kematian anak-anak disebabkan oleh obat-obatan -- terutama obat sirup -- yang mengandung senyawa kimia melebihi ambang batas, yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

Pembahasan faktor risiko penyebab ginjal akut dari senyawa kimia dalam obat sirup dilakukan tanggal 17 Oktober 2022. Diskusi dilakukan bersama para pakar dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), epidemolog, farmakolog, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Kita segera mencari obatnya. Karena kita sudah tahu penyebabnya kira-kira apa, faktor risiko terbesar untuk penyakit ini ya kita cari obatnya obatnya, kita temui, kita terapkan dan sekali lagi mendukung hipotesa kami," jelas Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 2 November 2022.

"Ternyata obat (Fomepizole) ini yang merupakan antidot dari faktor risiko tadi, begitu diberikan langsung, menurunkan level kematiannya (gagal ginjal akut). Ini juga mendukung faktor risiko terbesar, penyebabnya berasal dari senyawa kimia yang ada di obat-obatan dan sesuai dengan penemuan WHO pada tanggal 5 Oktober 2022."