Liputan6.com, Jakarta Jumlah orang Indonesia dengan diabetes terus meningkat dari 10,7 juta pada 2019 menjadi 19,5 juta pada tahun 2021.
Artinya, ada kenaikan dari peringkat tujuh ke peringkat lima sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.
Baca Juga
Orang dengan diabetes umumnya juga mengalami neuropati diabetik, yaitu kerusakan saraf tepi yang ditandai dengan gejala seperti kebas, kesemutan, rasa tertusuk-tusuk, hingga sensasi panas atau terbakar.
Advertisement
Ini sejalan dengan data yang menjelaskan bahwa 50 persen orang dengan diabetes atau satu dari dua pasien diabetes menderita Neuropati Perifer yang merupakan salah satu faktor yang mengganggu kualitas hidupnya.
Menurut International Diabetes Federation (IDF) Atlas edisi ke-10, saat ini setidaknya 1 dari 10 orang atau sebanyak 537 juta orang di dunia hidup dengan diabetes.
Apabila tidak ada intervensi, angka ini diproyeksikan akan meningkat, mencapai 643 juta pada tahun 2030 dan 784 juta pada tahun 2045.
Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr. Esti Widiastuti M, MScPH mengatakan, peningkatan angka orang dengan diabetes sangatlah memprihatinkan.
“Untuk itu, Pemerintah mengupayakan pengendalian penyakit diabetes sekaligus penyakit penyertanya, seperti neuropati diabetik. Pada neuropati diabetik, pemerintah bekerja sama dengan organisasi profesi telah menyusun upaya tata laksana mengurangi nyeri karena neuropati diabetic,” kata Esti mengutip keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (10/11/2022).
Nyeri neuropati diabetik kerap menimbulkan keluhan tidak hanya fisik, tapi juga memengaruhi suasana hati dan kualitas hidup penderita diabetes. Nyeri yang berlangsung kronik bahkan dapat menyebabkan timbulnya keluhan depresi.
Sebagian Besar Pasien Tak Sadar Punya Diabetes
Dalam keterangan yang sama, Sekretaris Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), DR. Dr. Wismandari, SpPD, K-EMD menjelaskan, diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal.
“Permasalahan yang ada saat ini terkait penyakit diabetes adalah sebagian besar (sekitar 3 di antara 4 orang) penderita diabetes tidak menyadari kalau dirinya menderita penyakit diabetes dan kurangnya kesadaran terhadap kontrol berkala.”
Orang dengan diabetes memiliki risiko komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, arteri perifer, retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati. Komplikasi diabetes, selain dapat menimbulkan kematian, juga dapat mengurangi kualitas hidup, contohnya gangguan neuropati diabetik yang dapat membuat penderita tidak menyadari bila ada luka pada tubuhnya.
Oleh karena itu, orang dengan diabetes harus teratur melakukan konsultasi atau kontrol ke dokter, patuh pada rekomendasi penanganan yang diberikan oleh dokter, dan melakukan deteksi dini risiko penyakit penyerta.
Advertisement
Konsumsi Vitamin B
Sementara itu, dokter spesialis saraf, DR. dr. Rizaldy Taslim Pinzon, M.Kes,Sp.S menjelaskan, rasa kebas, kesemutan, rasa seperti tertusuk, dan sensasi panas atau terbakar di tangan dan kaki merupakan gejala umum dari neuropati yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien.
“Kerusakan saraf dapat bersifat irreversible jika lebih dari 50 persen serabut saraf telah rusak. Untuk itu, deteksi dan penanganan sedini mungkin sangat penting dilakukan,” kata Rizaldy.
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi vitamin B neurotropik yang telah terbukti efektif menurunkan gejala neuropati diabetik sebesar 66 persen berdasarkan Studi Klinis 2018 NENOIN.”
Berdasarkan Studi Klinis 2018 NENOIN, mengonsumsi satu tablet berisi Vitamin B1 (100mg), B6 (100mg) dan B12 (5000mg) selain dapat mengurangi gejala neuropati secara efektif, juga terbukti aman digunakan dalam jangka panjang oleh orang dengan diabetes.
Meningkatkan Pemahaman Masyarakat
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional 12 November 2022 dan Hari Diabetes Sedunia yang jatuh pada tanggal 14 November 2022, P&G Health Indonesia melalui brand Neurobion, melanjutkan edukasi mengenai neuropati dengan meluncurkan kampanye “Hidup Bebas Tanpa Kebas dan Kesemutan.”
Ada pula pengenalan NEUROMETER, yakni aplikasi penilaian risiko neuropati pertama di Indonesia. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).
General Manager Personal Healthcare, P&G Health Indonesia, Maithreyi Jagannathan mengatakan, pihaknya memiliki komitmen meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai neuropati perifer dan pentingnya menjaga kesehatan saraf.
Diabetes sendiri merupakan penyebab utama dari neuropati perifer, di mana pertambahan jumlah penderita neuropati perifer seiring dengan bertambahnya jumlah orang dengan diabetes.
Sebagai mitra dari International Diabetes Federation (IDF), perusahaan tersebut berkomitmen mendukung Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pemahaman mengenai diabetes dan komplikasinya termasuk neuropati perifer dan kerusakan saraf.
“Dan sebagai bagian dari upaya ini, dalam rangka World Diabetes Day, kami meluncurkan kampanye ‘Hidup Bebas Tanpa Kebas dan Kesemutan’ dan memperkenalkan aplikasi penilaian risiko neuropati pertama di Indonesia, NEUROMETER, yang dapat memberikan informasi dan alat deteksi dini yang mudah digunakan untuk mendukung penanganan neuropati perifer yang cepat,” kata Maithreyi.
Brand Director Personal Healthcare P&G Health Indonesia, Anie Rachmayani menambahkan, kampanye “Hidup Bebas Tanpa Kebas dan Kesemutan” terdiri dari berbagai kegiatan seperti seminar, pelaksanaan Neuropathy Check Point di 8 titik di Jakarta dan sekitarnya, serta edukasi awam melalui media sosial dan peluncuran NEUROMETER.
“Dengan tata laksana ini, diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang dengan diabetes. Kami mengapresiasi inisiatif P&G Health atas komitmen terus-menerus dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dengan edukasi neuropati dan kesehatan saraf secara umum,” kata Esti.
“Juga pentingnya deteksi dini yang dapat diakses dengan aplikasi NEUROMETER untuk menilai tingkat risiko neuropati,” pungkasnya.
Advertisement