Liputan6.com, Jakarta - Pencarian informasi secara menyeluruh dan penanganan lanjutan untuk gagal ginjal akut masih terus dilakukan. Salah satunya kini dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Gagal Ginjal Akut oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Berkaitan dengan hal tersebut, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia sekaligus Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa sebaiknya TPF datang dari lembaga yang bersifat independen.
Baca Juga
"Kalau TPF harusnya diisi oleh orang-orang yang independen, karena yang akan dinilai adalah kinerja pemerintah sebetulnya. Jadi jangan terdiri dari orang-orang yang ada kaitannya dengan institusi yang dinilai, tidak ada kaitan dengan Kemkes (Kementerian Kesehatan)," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Jumat (11/11/2022).
Advertisement
"Dalam artian sedang tidak jadi konsultan atau apa yang berkaitan dengan pemerintah itu sendiri. Kecuali dia adalah lembaga audit atau monitoring kinerja pemerintah seperti Ombudsman atau KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), kan itu memang orang-orang yang sudah dipilih tersendiri dan mandiri."
Menurut Dicky, cara itu dapat menumbuhkan kembali kepercayaan publik. Serta memastikan permasalahan terkait gagal ginjal akut bisa sepenuhnya terungkap dan diperbaiki setelahnya.
Mengingat masalah gagal ginjal akut juga erat kaitannya dengan aspek keamanan kesehatan (health security) masyarakat.
"Karena kalau permasalahannya terus ditutupi, akhirnya akan timbul lagi. Ada korban lagi. Ini yang harus dibangun tim seperti itu," kata Dicky.
Harus Mengurai Investigasi yang Berlangsung
Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa TPF pun seharusnya mengurai investigasi yang berlangsung. Terlebih lagi, Dicky kerap menyarankan untuk gagal ginjal akut dilengkapi dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dengan penetapan status KLB, suatu masalah kesehatan dapat dikaji dengan lebih mendalam termasuk oleh institusi pemerintah yang kredibel seperti Ombudsman.
Menurut Dicky, penetapan KLB pun bisa menjadi ujian tata kelola untuk melihat akuntabilitas kinerja dari berbagai institusi dan harus benar-benar bisa merepresentasikan segala hal didalamnya.
"Itu yang harus diurai. Apakah Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, atau Bea Cukai dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar Dicky.
"Bahkan dari investigasi ini kita bisa menemukan bahwa harus ada yang terlibat dan ada yang enggak. Atau ternyata di lapangan terlibat, tapi ternyata belum masuk. --- Kalau ini dilakukan sendiri dengan sektoral sendiri dengan Kemenkes dan BPOM, itu namanya jeruk makan jeruk."
Advertisement
Kecolongan Banyak Institusi
Dalam kesempatan berbeda, Dicky mengungkapkan bahwa adanya kadar EG dan DEG tinggi merupakan sebuah kecolongan dari banyak institusi dan membutuhkan adanya investigasi yang menyeluruh.
"Ini namanya kecolongan, kebobolan, kelalaian juga ada di situ. Makanya sebagai bentuk akuntabilitas, bentuk pertanggung jawaban publik, harus ada investigasi yang menyeluruh," ujar Dicky.
"Bukan hanya melibatkan Badan POM, enggak. Ini ada Kemenkes, mungkin ada institusi-institusi lain yang terlibat. Ini harus direspons serius, karena masalahnya ada korban jiwa," tegasnya.
Selain itu, menurutnya, bila bicara soal kecolongan, maka tentu akan melibatkan pemerintah. Dari sanalah seharusnya dicari siapa pihak pemerintah dan institusi yang bertanggung jawab.
"Tidak bisa menunggu hanya satu dua pihak, karena ini pemerintah kerja kolektif dan perlu ada koordinasi di situ. Walaupun ada yang bebannya paling besar, dalam hal ini Badan POM dan Kemenkes," kata Dicky.
Bisa Jadi adalah Bentuk Kesengajaan
Dicky mengungkapkan bahwa adanya kadar EG dan DEG yang tinggi bukanlah bentuk cemaran. Melainkan mungkin saja bentuk kesengajaan. Sehingga penting untuk melibatkan banyak pihak dari lintas institusi.
"Kalau menurut saya ini bukan cemaran. Dengan jumlah yang tinggi, dengan kasusnya banyak, ini bisa jadi ada unsur kesengajaan. Meskipun ini harus dibuktikan. Ini kenapa harus ada keterlibatan tim yang lintas institusi, termasuk penegak hukum supaya jelas," kata Dicky.
Dicky menambahkan, hal ini tidak bisa dijadikan sesuatu yang biasa. Mengingat ada kemungkinan kejadian serupa terjadi di masa mendatang.
"Kalau dibiarkan, dianggap biasa, (bisa) terulang lagi. Saya kira ini harus ditindak banyak karena kalau tidak berarti tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang serius," ujar Dicky.
Advertisement