Sukses

Kasus COVID-19 Melonjak, Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Pemerintah Perhatikan Vaksinasi Warga Kampung Adat

Kasus COVID-19 subvarian XBB sudah menyebar di Indonesia dan hingga 10 November 2022 kasusnya ada 48 orang.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 subvarian XBB sudah menyebar di Indonesia dan hingga 10 November 2022 kasusnya ada 48 orang.

Meski belum ada bukti bahwa subvarian XBB menyebabkan gejala parah, tapi penularannya diketahui cepat dan berisiko tinggi bagi kelompok rentan yakni lanjut usia (lansia) dan komorbid.

Untuk itu, vaksin booster pada kelompok rentan perlu ditingkatkan demi menjaga modal imunitas sebelum subvarian ini menyebar lebih luas.

Tak hanya kelompok rentan, berkaca pada kasus di Singapura, subvarian ini banyak menyerang kelompok usia muda dengan rentang usia 20-39. Mereka yang belum pernah terpapar COVID-19 juga lebih berisiko terinfeksi XBB.

Maka dari itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasikan bahwa prosedur kesehatan perlu berlaku ketat, dan vaksinasi dosis ketiga alias booster mesti dipercepat.

Senada dengan IDI, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan menilai vaksinasi perlu digencarkan hingga booster. Terutama bagi masyarakat adat dan kelompok rentan.

Sebab, dua kelompok ini umumnya baru menerima vaksin dosis kedua.  Selaras dengan rekomendasi IDI, Koalisi ini juga merekomendasikan agar masyarakat tetap menerapkan prosedur kesehatan ketat dan segera mendapat booster.

Dorongan ini bukan tanpa alasan, sejak akhir Oktober, angka kasus harian COVID-19 naik drastis. Dalam sepekan terakhir, tren kasus COVID-19 masih menunjukkan peningkatan. Pada 31 Oktober, angka penularan 2.457, lalu terkerek menjadi 4.707 sehari berselang. Kenaikan tidak berhenti hingga 4 November, dan mencapai level 5.303. Kelegaan hanya berlangsung dua hari setelah kasus turun hingga mencapai 3.662. Namun, pada 8 November, kasus pun menanjak jadi 6.601, kemudian jadi 6.186.

2 dari 4 halaman

Pemberian Booster Tak Bisa Ditunda-tunda

Belum dapat dipastikan apakah subvarian XBB memberi sumbangsih pada lonjakan kasus. Meski begitu, kenaikan kasus belakangan ini tetap mengkhawatirkan.

Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, Hamid Abidin, menyatakan pemberian booster tidak bisa ditunda lagi.

“Selain itu, pelaksanaan prosedur kesehatan pun harus tetap ketat dan diawasi. Kewaspadaan perlu dijaga, sebab COVID-19 belum sepenuhnya hilang,” kata Hamid, mengutip keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (10/11/2022).

Hamid juga menekankan pemerintah perlu terus mendukung dan memfasilitasi masyarakat adat dan kelompok rentan di berbagai wilayah terpencil di luar Pulau Jawa. Pasalnya, masih cukup banyak dari mereka yang belum mendapatkan vaksin COVID-19 dosis pertama dan kedua.

“Mereka tentu tidak bisa mendapatkan vaksin booster kalau belum dapat vaksin dosis 1 dan 2,” katanya.

Vaksinasi penting dalam upaya perlindungan dari penularan dan kematian karena COVID-19. Ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa 84 persen korban meninggal karena COVID-19 belum menerima booster.

3 dari 4 halaman

Cegah XBB Masuk Wilayah Terpencil

Jika dua kelompok rentan ini mendapat booster, Hamid yakin subvarian XBB dapat dihalau untuk menjalari wilayah terpencil atau menyerang kelompok rentan.

“Sebab, selama ini untuk vaksin dosis umum dua kelompok ini masih tertinggal. Jika mereka kena subvarian baru, Indonesia akan makin lama bebas dari COVID-19,” ujarnya.

Vaksin booster dapat mendongkrak efektivitas vaksin pertama dan kedua karena daya kerja vaksin ganda itu dapat melemah seiring waktu. Melemahnya benteng perlindungan tubuh memerlukan intervensi booster agar antibodi kembali terbentuk secara optimal. Bila imunitas telah meningkat, tubuh pun akan lebih siap menghadapi virus, katanya.

Dalam keterangan yang sama, Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu mengatakan, pemberian vaksin booster juga perlu digalakkan di kalangan penyandang disabilitas.

Pasalnya, selama ini mereka tidak bisa mengakses vaksin secara aktif seperti masyarakat pada umumnya. Sebagai perbandingan, penerima booster pada masyarakat umum per 9 November adalah 65,58 juta atau 27,95 persen dari 234,66 juta sasaran.

“Pemberian bisa dilakukan dengan jemput bola atau menggandeng komunitas penyandang disabilitas,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Melibatkan Komunitas Disabilitas

Dengan melibatkan komunitas penyandang disabilitas, maka keluarga atau pendamping difabel dapat ikut mengkomunikasikan pentingnya menjalankan prosedur kesehatan di kalangan disabilitas.

Para difabel dapat mengambil peran sebagai penyebar informasi tentang booster. Ini berguna untuk membantu kalangan disabilitas yang kesulitan mengakses informasi yang sesuai dengan kondisi mereka. Serta menyadarkan penyandang disabilitas lainnya bahwa mereka juga butuh vaksin.

Pasalnya, ada di antara mereka yang menganggap kondisinya sebagai komorbid sehingga merasa tidak perlu vaksinasi.

“Pelibatan komunitas diharapkan dapat meningkatkan literasi tentang vaksin dan COVID-19 di kalangan penyandang disabilitas,” Maulani mengatakan.

Pada masyarakat adat atau di kawasan terpencil, literasi tentang vaksin juga masih lemah. Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani menjelaskan, tidak semua orang di wilayah terpencil siap divaksinasi karena minimnya edukasi. Umumnya mereka belum paham tentang COVID-19 dan vaksinnya.

 “Mereka takut karena terpengaruh hoaks yang kadung tersebar,” ujar Gita. Untuk itu, LTKL bekerja sama dengan guru, tokoh adat atau agama, serta dinas terkait untuk membantu program vaksinasi.

LTKL juga melakukan pendekatan yang selaras dengan kehidupan masyarakat adat. Misalnya, untuk meningkatkan imunitas dibutuhkan perilaku hidup bersih dan pangan cukup.  “Kecukupan pangan yang bergizi ini bisa dipenuhi dari kebun yang sudah mereka tanam sendiri,” ujarnya.