Liputan6.com, Jakarta - Health Minister Meeting (HMM) II dalam Presidensi G20 telah usai. Salah satu yang menjadi bahasannya adalah harmonisasi standar protokol kesehatan global untuk perjalanan antarnegara.Â
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengungkapkan bahwa dari hasil diskusi, nantinya data diri pelaku perjalanan luar negeri akan terintegrasi dalam satu aplikasi dan bisa digunakan bersamaan pada banyak negara.
Baca Juga
"Jadi kalau kita sekarang ke luar negeri, kita harus men-download aplikasi di negara masing-masing. Kalau di Indonesia orang dari luar negeri juga harus download PeduliLindungi," ujar Kunta dalam konferensi pers, Jumat (11/11/2022).
Advertisement
Sedangkan nantinya lewat harmonisasi protokol kesehatan tersebut akan ada informasi yang bisa tercatat dan terintegrasi satu sama lain. Standar terkait hal itu akan ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Misalnya, vaksinasinya sudah seberapa, sudah berapa kali, pernah sakit enggak. Ada data itu disamakan di aplikasi tadi. Kemudian kita bisa saling membaca, pakai data namanya interoperabilitas," kata Kunta.
"Jadi kita punya PeduliLindungi, begitu kita masuk ke Jepang, nanti Jepang tinggal scan QR code kita, nanti muncul semua datanya," tambahnya.
Kunto menjelaskan bahwa dari adanya harmonisasi ini, masyarakat dalam lebih leluasa melakukan mobilitas antar negara. Sehingga pemulihan ekonomi pasca pandemi dapat terjadi dengan lebih cepat.
"Harapan kita dengan adanya harmonisasi standar kesehatan ini, kita bisa lebih mobile lintas batas yang aman untuk mempercepat pemulihan ekonomi," kata Kunta.
Diharapkan Tidak Ada Lockdown Lagi
Sebelumnya, Kunta mengungkapkan bahwa dengan adanya harmonisasi secara global pun diharapkan bisa mempermudah masyarakat yang sehat untuk tetap beraktivitas dan melakukan mobilisasi.
"Jadi intinya kalau nanti ada pandemi lagi, kita tidak seperti kemarin. Langsung di lockdown dan orang tidak bisa bergerak. Nanti kedepan dengan interoperabilitas orang sehat boleh muter-muter, bisa bergerak," ujar Kunta.
"Sehingga ekonomi juga bisa jalan. Tapi benar-benar standarnya harus sama dan sertifikat vaksinasi dan interoperabilitasnya harus sama, termasuk bagaimana kita ingin mendirikan Federated Public Trust Directory."
Menurut Kunta, sistem tersebut mirip dengan sistem paspor yang dapat digunakan pada berbagai negara dengan data yang sudah terverifikasi.
"Ini lebih kepada bagaimana sertifikat secara digital dan kita bisa melibatkan aplikasi dalam masing-masing negara dengan data yang sama. Kayak paspor yang bisa dibaca dimanapun dan kemudian menggunakan QR code," kata Kunta.
Advertisement
Persiapan untuk Dana Pandemi
Selain soal harmonisasi standar protokol kesehatan global, Kunta mengungkapkan hal lain yang menjadi bahasan dalam momentum HMM II yakni soal pembentukan dana perantara keuangan (Pandemic Fund).
"Pengalaman dengan COVID-19 kita menyadari keterbatasan dana jadi persoalan besar untuk kita. Maka kita membentuk pandemic fund tadi," ujar Kunta.
Dengan begitu, anggota dalam G20 nantinya sudah memiliki dana khusus untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi kedepannya. Bukan hanya untuk negara maju, melainkan untuk negara berkembang agar punya akses yang sama pada fasilitas medis secara merata.
Kunta menjelaskan, Indonesia sendiri tengah menyiapkan proposal untuk pandemic fund yang berfokus pada laboratorium kesehatan. Menurutnya, laboratorium kesehatan punya andil besar dalam kesehatan masyarakat.
"Kita harus memperkuat laboratorium kesehatan masyarakat kita. Dari puskesmas level 1, level 2 kabupaten kota, level 3 provinsi, level 4 region, dan level 5 nasional. Jadi kita bisa meningkatkan surveilans kita," kata Kunta.
Kemudahan Akses Kesehatan
Sehingga, Kunta menjelaskan bahwa jika nantinya ada kejadian seperti pandemi kali ini, maka tiap-tiap negara sudah lebih siap. Misalnya, dalam hal vaksinasi, membeli alat kesehatan, APD (Alat Pelindung Diri), dan lainnya.
"Nanti kalau betul-betul kejadian pandemi, itu yang langsung digunakan (pandemic fund-nya) untuk misalnya vaksinasi, akses ke alat-alat kesehatan. Kayak kemarin kita butuh APD. Lebih ke sana. Jadi tidak hanya uang, tapi juga sumber dayanya kita harus punya akses ke sana," ujar Kunta.
Selanjutnya, isu ketiga yang menjadi bahasan soal kesepakatan untuk melakukan analisis kesenjangan dan pemetaan jaringan penelitian. Serta, manufaktur yang ada dan yang sedang berkembang.
"Jadi lebih ke manufaktur dan riset. Intinya, dalam forum presidensi ini kita dorong agar analisa mengenai kesenjangan dan pemetaan jaringan itu dikembangkan di semua negara. Termasuk negara berkembang, dimana kita ingin punya manufaktur dan penelitian di bidang vaksin, terapi, dan diagnosis (VTD)," pungkasnya.
Advertisement