Liputan6.com, Bali - Ketegangan geopolitik yang sedang terjadi di Eropa berdampak negatif terhadap perekonomian sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia berpotensi mengalami krisis pangan, energi hingga keuangan.
Walau dibayang-bayangi isu geopolitik, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menegaskan, Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) yang terbentuk hasil kesepakatan Negara Anggota G20 tetap berjalan.
Baca Juga
FIF diprakarsai dalam Presidensi G20 Arab Saudi dan Italia, kemudian dilanjutkan ke Kepresidensian G20 Indonesia.
Advertisement
Financial Intermediary Fund for Pandemic Prevention, Preparedness, and Response (PPR FIF) kini telah terbentuk dan memulai penggalangan dana dengan total komitmen lebih dari USD1,4 miliar, yang diperoleh dari 19 donor dan 3 filantropi.
“Soal dana, Arab Saudi belum berkomitmen. Tapi itu masih terbuka kok (penggalangan dananya), bukan berarti tidak berkontribusi,” ungkap Budi Gunadi saat memberikan keterangan pers 'G20 2nd Health Ministers Meeting' di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali, ditulis Sabtu (12/11/2022).
“Sampai saat ini, yang telah mengikrarkannya ada 19 ditambah institusi global seperti Bill and Melinda Gates Foundation juga Wellcome Trust. Mereka yang punya banyak uang.”
Menyoal implementasi, apakah penggalangan dana FIF terpengaruh dengan kondisi geopolitik global? Budi Gunadi menyebut, ada atau tidak adanya isu geopolitik global, FIF tetap bisa dieksekusi.
Sebab, FIF menjadi dana darurat untuk penanganan pandemi bilamana sewaktu-waktu bisa terjadi di masa depan. Dalam hal ini, penggalangan dana darurat berkaitan dengan kesehatan.
“Kami berpikir sangat praktis, mau ada ketegangan atau tidaknya soal geopolitik, FIF jalan. Saya beri contoh yang jelas, buktinya FIF bisa kita eksekusi. Ini adalah komitmen bersama untuk adanya dana darurat,” terang Budi Gunadi.
Presidensi G20 bidang Kesehatan telah berhasil mengumpulkan Dana Perantara Keuangan untuk Pandemi atau Financial Intermediary Fund (FIF) for Pandemic Prevention Preparedness and Response yang beroperasi mulai 9 September 2022.
Fokus Masalah Kesehatan
Inisiasi Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) oleh Pemerintah Indonesia sebagai persiapan ‘setelah perang dimulai’ (after war terjadinya pandemi). Meskipun ‘perang’ pandemi dimulai, fokus terhadap masalah kesehatan menjadi hal utama.
“Jika Anda dapat mengeksekusi, maka kami mengeksekusi dan terlihat bahwa FIF telah dibentuk dan mendapatkan persetujuan 20 Negara Anggota G20,” pungkas Menkes Budi Gunadi Sadikin.
“Jadi ya soal pemerintahan, kita paham konteks politiknya. Tapi kalau substansi soal teknis kesehatan itu sangat masuk akal. Kita bisa melobi Negara-Negara G20 untuk menerima dan mari kita lakukan sesuatu dengan cepat untuk yang satu ini. Ini telah terbukti.”
Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, FIF lahir dari kesepakatan bersama untuk pendanaan yang lebih berkelanjutan (sustainable) bagi setiap negara yang membutuhkan untuk merespons pandemi yang akan datang.
“Untuk merespons pandemi, disepakati perlunya pendanaan bersama,” ujar Kunta
Ditambahkan Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, FIF merupakan model pembiayaan baru yang lebih, efisien dan inklusif untuk menghilangkan kesenjangan dalam pembiayaan pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi (PPR) yang dapat diakses seluruh negara yang membutuhkan.
“FIF akan terus berupaya menutupi kebutuhan kesenjangan dalam kesiapsiagaan pandemi sebesar USD10,5 miliar,” ucap Nadia di Bali, Kamis (27/10/2022).
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan RI telah menyelenggarakan ‘1st G20 Joint Finance and Health Ministers’ Meeting (JFHMM’) di bawah Kepresidenan G20 Indonesia pada 21 Juni 2022. Di dalamnya, membahas perkembangan dari pembentukan Dana Perantara Keuangan.
Pertemuan tersebut berhasil mendapatkan komitmen Dana Perantara Keuangan sebesar USD1,2 juta miliar yang akan digunakan untuk penanganan pandemi selanjutnya, termasuk USD50 juta dari Indonesia.
Selain Indonesia, beberapa negara yang telah menyatakan komitmennya untuk ikut berkontribusi dalam pendanaan FIF di antaranya, AS (450 juta USD), Uni Eropa 450 juta USD, Jerman (50 juta EURO), Singapura (USD10 juta), dan Wellcome Trust (10 juta poundsterling).
Advertisement
Tentukan Prioritas Penggunaan Dana
Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) memiliki tujuan khusus untuk menutup kesenjangan pembiayaan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Setelah dana ini terkumpul, maka langkah penting berikutnya adalah menentukan prioritas penggunaan dana FIF.
Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, dalam menentukan prioritas penggunaan dana, besarnya jumlah komitmen setiap negara, serta proses distribusi yang cepat dan merata pada pandemi selanjutnya harus diperhatikan.
Pembahasan teknis ini diharapkan selesai dalam waktu yang singkat, yang selanjutnya bisa dibawa pada Pertemuan Tingkat Tinggi (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT) G20 pada 15 - 16 November 2022 di Bali.
“Mengenai mekanisme pembiayaan baru FIF, para Menteri keuangan dan Menteri kesehatan G20 menyepakati perlunya mekanisme pembiayaan multilateral baru, yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan Pencegahan dan Respon Pandemi ke depan,” ujar Nadia.
Para Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan G20 menyambut baik perkembangan yang telah dicapai dalam membentuk FIF yang ditempatkan di World Bank. World Bank selaku wali amanat akan terus membahas tata kelola dan pengaturan operasional FIF menjelang rencana pengumuman formal pembentukannya pada KTT G20 Bali.
“Kami berharap Tata Kelola FIF merupakan keterwakilan dari berbagai negara G20 dan negara non G20 serta juga keterwakilan dari negara-negara maju, menengah dan rendah” imbuh Nadia.
Presidensi G20 Indonesia berkomitmen untuk memberikan hasil nyata, tidak sekadar mendukung, tetapi juga berkontribusi pada proposal pendirian FIF. Usai Pertemuan Kedua Menteri Kesehatan (2nd Health Ministers Meeting) Negara G20, direncanakan ada First Call for Proposal (FCP) FIF PPR pada November 2022.
FIF adalah hasil positif utama dari upaya bersama Kementerian kesehatan dan Keuangan G20. Oleh karena itu, FIF akan dibahas secara rinci pada Pertemuan Bersama Menteri Keuangan dan Kesehatan pada November 2022.
Dana untuk Riset dan Produksi Vaksin
Terkait pengaturan koordinasi antara Keuangan dan Kesehatan PPR yang lebih luas, para Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan G20 umumnya sepakat tentang perlunya peningkatan koordinasi antara Keuangan dan Kesehatan agar lebih siap menghadapi pandemi di masa depan.
“Kami berharap FIF yang dibentuk pada akhir masa kepresidenan G20 Indonesia dan dana FIF akan dapat dioperasikan di bawah struktur tata kelola FIF dengan pengawasan ketat dari sekretariat secara cepat,” Juru Bicara G20 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menambahkan.
“Pendirian FIF adalah salah satu terobosan bersejarah Presidensi G20 Indonesia bidang kesehatan. FIF akan bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas global untuk pencegahan, persiapan dan respons terhadap pandemi di masa yang akan datang. Sebagai contoh dana ini dapat digunakan untuk riset dan produksi vaksin dan obat serta perlengkapan kesehatan.”
Demi mendukung dunia dalam menghadapi pandemi saat ini dan potensi pandemi di masa depan, G20 revitalisasi Arsitektur Kesehatan Global untuk meningkatkan tindakan kolektif dan terkoordinasi dalam mendukung pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi (PPR).
Tahun ini, G20 mengukir sejarah melalui pengumpulan Financial Intermediary Fund (FIF) yang diselenggarakan oleh World Bank. Tujuannya, memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan untuk pencegahan dan respons pandemi di masa depan.
Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar USD1,4 miliar dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela. G20 juga menyambut baik keanggotaan dan perwakilan inklusif PPR FIF dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga donor, yang mana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memegang peran sentral.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, selama masa Presidensi G20, Indonesia sudah bersungguh-sungguh untuk mengupayakan diskusi G20 berjalan lancar dan menyampaikan apresiasi yang tinggi atas dukungan kuat dari semua anggota.
“Kita harus terus melangkah ke depan – kita perlu menghasilkan aksi konkret dengan menunjukkan semangat kerja sama, kolaborasi, dan konsensus. Secara historis, G20 telah mencatatkan kemampuan kita untuk melalui ini semua,” ujarnya saat Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Keempat pada 12 - 13 Oktober 2022, bersamaan dengan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan World Bank Group 2022.
Advertisement
Guncangan Ekonomi Global
Sebagai gambaran, perekonomian global mengalami berbagai guncangan dan tantangan. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan persisten, kondisi keuangan yang semakin ketat, perang Rusia melawan Ukraina, pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, dan ketidaksesuaian penawaran-permintaan semakin memperlambat prospek ekonomi global.
Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi mengakibatkan tekanan biaya hidup di banyak negara, yang ikut serta menambah tekanan inflasi. Selain itu, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menimbulkan risiko penurunan terhadap prospek ekonomi global, dan kenaikan harga energi juga menghambat jalan menuju transisi hijau.
Tantangan global yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan, yang berdampak pada kelompok rentan, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang, dikutip dari rilis resmi Bank Indonesia yang tayang 14 Oktober 2022.
Dalam situasi ekonomi ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral telah berkumpul kembali untuk keempat kalinya tahun ini di Washington D.C. Amerika Serikat (AS) untuk mengambil tindakan nyata guna mengatasi tantangan ekonomi global.
Sejalan dengan tantangan ekonomi global saat ini, Negara G20 menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan dan mengurangi efek luka pandemi. Tujuannya, mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Seiring dengan tantangan yang semakin meningkat, G20 menekankan pentingnya menjaga respon kebijakan fiskal yang mampu bergerak cepat dan fleksibel, serta langkah-langkah pengendalian yang bersifat sementara dan tepat sasaran untuk menghindari tekanan inflasi yang tinggi.
Dalam hal ini, G20 menegaskan kembali pentingnya kerja sama kebijakan makro untuk menjaga stabilitas keuangan, dan kebijakan fiskal jangka panjang yang berkelanjutan, serta melindungi risiko penurunan dan dampak negatif efek spillover. G20 juga menegaskan kembali pentingnya kebijakan makroprudensial, kemajuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan, dan transisi berkelanjutan.
Untuk mencapai stabilitas harga dan menghindari spillover, G20 juga berkomitmen untuk mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan moneter secara tepat. Terkait risiko kerawanan pangan dan energi, G20 berkomitmen untuk mempertimbangkan semua alat yang diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi serta tekanan biaya hidup yang dialami di banyak negara.
G20 menyoroti pentingnya kerja sama untuk memastikan respons global yang terkoordinasi untuk mengatasi kerawanan pangan. G20 akan terus mencatatkan kemajuannya melalui koordinasi strategis dengan Presidensi G20 India tahun depan.