Liputan6.com, Jakarta Indonesia jalin kerja sama dengan dari perusahan yang ada di Uni Emirat Arab (EUA) dalam mengentaskan penyakit menular tuberkulosis (TBC).
Kerja sama tersebut tertuang dalam penandatantangan MoU antara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sebagai Chair B20 dengan perusahaan dari Uni Emirat Arab pada Senin, 14 November 2022 di Bali. Penandatanganan MoU disaksikan langsung oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.
Baca Juga
"Kerja sama ini merupakan tonggak penting dalam membangun kapabilitas Indonesia melalui transfer teknologi dan pengetahuan, serta memanfaatkan solusi terbaik di kelasnya untuk meningkatkan ekosistem kesehatan Indonesia,” kata Budi dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com.
Advertisement
Dalam upaya pengentasan TBC, perusahaan Uni Emirat Arab akan mengembangkan pusat kesehatan dengan perusahaan Indonesia. Perusahaan yang dituju merupakan perusahaan yang kuat mampu bersaing secara internasional.
Perusahaan Indonesia yang dipilih diantaranya yang memimpin langkah menuju transformasi kesehatan di sektor swasta dan pengalaman dalam genom sekuensing dan analisis data.
Sebelumnya, UEA menyatakan berkomitmen membantu Indonesia dalam pencegahan tuberkulosis. Indonesia mendapatkan bantuan dana kesehatan mencegah penyakit menular tersebut.
Uni Emirat Arab Melalui Nota Diplomatik Kedubes PEA di Jakarta No. 1/3/19-281 menyampaikan komitmen Pemerintah Uni Emirat Arab untuk memberikan hibah berupa Financial Aid sebesar 10 juta USD untuk mendukung program pencegahan tuberkulosis di Indonesia.
Target Eliminasi TBC di 2030
Indonesia memiliki target eliminasi TBC pada 2030. Salah satu upaya dalam mendukung hal itu dengan pemeriksaan tuberkulosis atau TBC ditargetkan mencapai 60 ribu kasus per bulan mulai Januari 2023.
"Saya minta mulai Januari 2023, penemuan insiden TBC harus mencapai 60 ribu per bulan by name by address," kata Menkes Budi Gunadi ketika membuka pertemuan multisektor High Level Meeting (HLM) Tuberkulosis 2022 yang digelar di Surabaya, Rabu 9 November 2022.
Penambahan target ini kata Menkes utuk mendorong laju pemeriksaan TBC yang saat ini masih rendah. Dari target 969 ribu angka insiden TBC di tahun 2021, baru 50-60 persen atau sekitar 500-600 ribu kasus yang ditemukan. Menkes lantas membandingkan dengan laju pemeriksaan COVID-19.
“Kalau dibandingin dengan COVID-19, dalam kurun waktu 18 bulan kita bisa mendeteksi 6,5 juta kasus by name by address. Padahal pemeriksaannya sama-sama pakai molekuler, kalau TBC pakai TCM kalau COVID-19 pakai PCR,” terang Budi.
Advertisement
Kendalikan TBC dengan Metode Atasi COVID-19
Budi menyebutkan bahwa pengendalian TBC dapat mencontoh penanganan pandemi COVID-19. Mulai dari strategi penguatan aktivitas testing, tracing dan treatment (3T) guna mempercepat penemuan kasus aktif di masyarakat. Hal ini penting mengingat TBC merupakan penyakit menular, sehingga mendesak untuk ditemukan dan diobati.
“Pada prinsipnya, TBC merupakan penyakit menular, karena itu sistem surveilans baik di level kelurahan, kecamatan, Kabupaten/kota dan provinsi harus benar, kalau hal yang paling dasar sudah benar, nantinya kita bisa bereskan hal pendukung lainnya,” tutur Budi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemenkes menggencarkan kegiatan Penemuan Kasus TBC dengan Skrining X-Ray dan Pemberian Terapi Pencegahan TBC pada Kontak Serumah Pasien TBC yang dilakukan secara serentak di 25 Kabupaten/Kota. Kegiatan testing dan tracing ini, diperkuat dengan diluncurkannya obat daily dose buatan dalam negeri.
Tiga daerah juga mendapatkan Apresiasi Kinerja Baik atas pembentukan Forum Multi Sektor dalam rangka Percepatan Eliminasi TBC Provinsi atau Kabupaten/Kota Terpilih yakni Kota Tangerang, Surabaya dan Makassar.
“Melalui percepatan ini, saya berharap target eliminasi TBC 2030 bisa tercapai. Mengingat waktu yang kita miliki tinggal 7,5 tahun lagi."